Setelah ketegangan di ruang keluarga tadi berlalu dengan pamitnya Tante Soraya dengan wajah menangis tangis, akhirnya mereka bubar dan kembali ke kamar masing-masing.Prilly dan Ali kembali ke kamarnya sedangkan Linda sedang mengantarkan Agus yang malam ini tidak menginap di sini. Katanya Agus ada meeting pagi jadi terpaksa harus pulang karena tidak memungkinkan Agus membawa pekerjaannya ke rumah ini.
Ali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Matanya terpejam, dia sedikit mengantuk padahal malam ini adalah malam pertamanya dengan Prilly. Ya walaupun Ali tidak terlalu berharap karena dia tahu Prilly masih berduka terlebih hari ini baru dua hari kepergian orang tuanya.
Itu tandanya besok mereka masih harus bekerja untuk tahlilan terakhir malam besok. Prilly belum keluar dari kamar mandi.
Ali masih memejamkan matanya menunggu istrinya keluar dari kamar mandi. Ali masih tidak menyangka kalau Prilly benar-benar menjadi istrinya. Walaupun pernikahan mereka tidak diiringi dengan pesta meriah tapi sama sekali tidak mengurangi rasa bahagia di hati Ali.
"Mas kenapa belum ganti baju?"
Ali membuka matanya melirik istrinya yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Rebahan bentar Sayang." Ali bangkit dari tidurnya lalu mengulurkan tangannya ke arah Prilly.
Prilly tersenyum menyambut tangan suaminya. Ali menarik Prilly hingga gadis itu terduduk di pangkuannya. Prilly gugup tentu saja tapi dia memilih rileks dan menikmati belitan tangan Ali pada pinggangnya.
"Mas ngantuk?"Tanya Prilly sambil mengusap kepala Ali yang bersandar pada bahunya.
Ali menggelengkan kepalanya dengan manja. "Enggak. Kamu?"
Prilly juga menggelengkan kepalanya pertanda dia juga tidak mengantuk. Prilly menimpa tangan Ali yang membelit pinggangnya.
"Mami sama Papi liat kita nggak ya Mas? Mereka tahu nggak kalau kita sudah menikah?" Ali mengeratkan pelukannya pada pinggang Prilly.
"Mas yakin Mami sama Papi pasti sedang tersenyum bahagia sekarang melihat putri kesayangannya sudah menikah." Ali mengecup bahu Prilly yang di lapisi piyama gadis itu.
Prilly menganggukkan kepalanya, semoga saja apa yang Ali katakan benar adanya. "Iya Mas. Semoga Mami Papi bahagia di sana ya."
"Amiin.. InsyaAllah Sayang."
Prilly tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. "Sekarang kita ngapain Mas?" Tanya Prilly malu-malu.
Ali terkekeh kecil. "Maunya kita ngapain?" balas Ali menggoda istrinya.
Prilly terkikik geli, wajahnya tiba-tiba merona dan Ali melihat jelas semburat merah di wajah istrinya.
"Memang kamu siap untuk--" Ali sengaja menggantungkan suaranya, dari samping dia menatap intens istrinya.
Prilly menoleh dan matanya langsung bertemu dengan mata kelam suaminya. Jantungnya seketika berdebar semakin kencang.
Ali tidak mengalihkan pandangannya dari Prilly. Tangannya terangkat mengusap tekuk istrinya yang terekspos karena Prilly mencepol tinggi rambutnya.
Tanpa sadar Prilly memejamkan matanya. Menikmati usapan dan belaian lembut suaminya. Nafas Prilly mulai berat begitupula dengan Ali.
Kabut gairah yang tadi siang sempat melanda kini kembali mengelilingi mereka.
Bahkan saat ini Prilly sudah berada di bawah tindihan suaminya. Dan dia sudah siap memberikan hak Ali sebagai suami malam ini.
"Kamu siap Sayang? Kamu ikhlas memberikan Mas harta paling berharga yang selama ini kamu jaga?" Ali berbisik mesra di telinga Prilly, dengan nakalnya dia mengulum telinga istrinya.