Prilly duduk lesu di atas ranjang orang tuanya. Dia tidak menyangka Mami dan Papinya akan pergi secepat ini. Rumahnya mulai ramai kedatangan tetangga dan sanak saudara termasuk Om Yoga adik satu-satunya almarhum sang Papa.Om Yoga datang bersama istri dan anaknya yang umurnya juga tak jauh berbeda dari Prilly. Mereka sempat bertemu tadi sebelum Prilly mengurung diri di kamar orang tuanya.
Prilly mengusap lembut bingkai foto di mana Mami dan Papinya tersenyum lebar di sana. Latar belakang foto itu laut bebas dan Prilly ingat foto ini dia yang ambil ketika mereka liburan keliling beberapa negara dengan menggunakan kapal pesiar. Kala itu Prilly baru saja merayakan kelulusannya dari sekolah menengah atasnya.
"Mami cantik." Pujinya dengan tetesan air mata. Senyuman Maminya begitu lepas dan Prilly seperti melihat sosok dirinya dalam diri sang Mami.
Memang banyak yang mengatakan Prilly lebih mewarisi sifat Maminya yang berani dan selalu cerewet jika bersama orang-orang yang di sayangi olehnya. Sedangkan Linda lebih menuruni sifat sang Ayah yang ramah dan begitu mudah bergaul.
Prilly memang persis Ibunya apalagi jika sudah mengeluarkan keceriwisannya. Tapi jika dengan orang asing dia akan memilih diam. Dan ketika di sakiti dia akan memilih melawan.
Prilly mengusap air matanya yang jatuh membasahi bingkai foto orang tuanya.
Pasangan pengusaha kaya ini dinyatakan meninggal setelah tertabrak mobil di Belanda. Prilly tahu Mami dan Papinya sedang berada di Belanda untuk keperluan bisnis mereka. Dan kabarnya nyawa orang tuanya tidak tertolong setelah keduanya di tabrak dan dilindas oleh mobil.
Prilly tidak ingin mendengar ketika sang Kakak bercerita pada keluarga mereka tentang kronologi kecelakaan yang menimpa orang tua mereka. Linda lebih bisa menahan diri gadis itu sudah terlihat lebih tegar setidaknya itulah yang terlihat di wajahnya tapi hatinya siapa yang tahu.
Menurut informasi yang dia dapatkan dari sang Kakak, jenazah orang tuanya akan tiba esok hari. Prilly tidak tahu apapun tentang pengurusan pemulangan jenazah. Semua di ambil alih oleh Linda dibantu Mas Agus kekasihnya.
Prilly hanya mengurung diri di kamar bahkan setelah Ali menghubunginya beberapa jam yang lalu Prilly masih belum beranjak dari posisinya. Prilly masih mengenakan gamis hitam pagi tadi bahkan wajahnya sudah terlihat begitu kucel dan sembab.
Prilly enggan beranjak dari kamar orang tuanya. Berharap ketika membuka pintu kamar ini orang tuanya ada di sini. Namun hanya kekosongan yang menyambut Prilly ketika pertama kali melangkahkan kakinya memasuki kamar orang tuanya.
"Papi.. Adek kangen.." Dan tangisan Prilly kembali memecahkan kesunyian kamar itu.
**
Begitu sampai di rumah Ali segera berlari menuju kamarnya. Bahkan dia lupa menyapa Ibunya yang sedang menonton televisi di ruang tamu.
Kenanga menatap heran putranya. Jadi Ali benar-benar mengabaikan dirinya? Tidak biasanya. Kenanga mengingat jelas kalau Ali tidak bisa lama-lama diabaikan oleh dirinya.
Tapi kenapa hari ini Ali mengabaikan dirinya?
Kenanga semakin mengerutkan keningnya saat mendengar suara krasak-krusuk dari dalam kamar Ali yang kebetulan pintunya tidak di tutup.
Kenanga mematikan televisi yang sebenarnya hanya kamuflase untuk menarik perhatian Ali. Kenanga sengaja menampakkan dirinya didepan Ali, dia ingin Ali membujuknya lalu dia akan memulai peran seperti biasa dan taraa.. Ali pasti akan langsung mengabulkan keinginannya.
Kenanga buru-buru beranjak dari duduknya saat melihat Ali keluar dari kamarnya sambil menggeret koper kecil miliknya.
"Loh kamu mau kemana Mas?" Kenanga lupa kalau dirinya sedang mogok bicara dengan putranya.
Ali menghentikan langkahnya lalu menatap Ibunya. Demi Tuhan Ali benar-benar tidak menyadari keberadaan Ibunya ketika memasuki rumah tadi.
"Ibu." Ali menaruh kopernya lalu berjalan menuju Ibunya yang berdiri di dekat sofa. "Mas mau ijin ke kota Bu ya, ada keperluan mendesak." Ali mengambil tangan Kenanga lalu mengecup punggung tangan Ibunya penuh hormat.
"Ke kota? Ngapain sih Mas? Urusan kita belum selesai loh Nak." Urusan yang dimaksud Kenanga adalah pembicaraan tentang perjodohan Ali dan Fifa.
Ali menghela nafasnya."Buk Mas mohon maaf tapi Mas benar-benar nggak bisa menerima usulan Ibu kali ini. Mas nggak bisa melamar Fifa Buk." Ali berusaha menjelaskan pada Ibunya.
Kenanga langsung mendengus, "Biar Ibu yang lamar kalau kamu nggak bisa!"
"Ibu tahu bukan itu inti dari penjelasan Mas tadi." Kepala Ali nyaris pecah menghadapi sikap Ibunya yang seperti ini.
Yang Ali inginkan saat ini adalah terbang ke kota dan segera menghampiri gadisnya yang sedang bersedih. Demi Tuhan, Ali benar-benar ingin berada di samping Prilly saat ini.
"Pokoknya Ibu tetap ingin kamu melamar Fifa. Ibu cuma mau Fifa jadi menantu Ibu. Titik!" Kenanga tetap pada pendiriannya.
Ali menghela nafasnya. Emosinya sedang tidak stabil dan dia berharap semoga masih tersisa sedikit kesabarannya agar dia tidak kelepasan dan berakhir dengan membentak Ibunya.
"Sudah ya Buk. Mas buru-buru, Ibu baik-baik di rumah. Nanti Mas hubungi kalau sudah sampai di kota." Ali kembali mengecup punggung tangan Ibunya sebelum berbalik mengambil kopernya dan berlalu dari hadapan sang Ibu.
Kenanga mengepalkan tangannya, ini pertama kalinya Ali mengabaikan permintaannya. Bahkan Ali tidak memeluknya ketika pergi kali ini.
Kenanga mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang tepat ketika mobil yang diyakini dikendarai oleh Ali meninggalkan pekarangan rumah.
"Cepat ke rumah Tante!"
Kenanga langsung memutuskan sambungan telfonnya. Sial! Dia mulai bertanya-tanya sebenarnya apa yang membuat Ali terburu-buru seperti ini.
Aldo tidak menelfon dan membuat masalah di sana, jika biasanya Ali pasti sangat malas ke kota tapi kenapa hari ini Ali buru-buru ingin ke kota. Dia yakin pasti ada yang tidak beres pada Ali.
Ali hanya akan ke kota jika Aldo berbuat masalah.
Setengah jam kemudian seorang wanita dengan dandanan sedikit menor menghampiri Kenanga yang masih duduk di ruang tamu rumahnya.
"Halo Tante.." Sapanya dengan gaya sedikit centil.
Kenanga hanya membalasnya dengan senyuman tipis. Jika bukan untuk melancarkan rencananya dia tidak akan rela putranya menikahi wanita jadi-jadian seperti ini.
Gayanya selangit padahal orang tuanya hanyalah petani miskin.
"Duduk kamu Fifa! Ada yang ingin Tante bicarakan." Kenanga berkata dengan gaya angkuh dan elegan khas nyonya besar.
Fifa menuruti perintah Tante sekaligus calon mertuanya. "Ada apa ya Tante nyuruh aku kemari. Mas Ali mana?" Fifa celingak-celinguk mencari keberadaan Ali.
"Ke kota. Sekarang kamu dengarin Tante. Fifa sepertinya Ali menolak menikahi kamu!"
Fifa jelas terkejut, dia sudah membayangkan menjadi Nyonya Ali si tuan muda pria paling kaya di kampungnya ini. "Kenapa bisa begitu Tante?"
Kenanga memijit pelipisnya, "Entahlah. Yang pasti Ali menolak usulan Tante untuk menjodohkan kalian!" Kenanga fikir setelah menyingkirkan Wulan dari hidup Ali jalannya akan mudah tapi nyatanya?
Fifa langsung merengut tak suka. "Ya Tante bujuk dong! Kan Mas Ali paling nggak bisa nolak permintaan Tante." Fifa mulai mengeluarkan pendapatnya.
"Sudah Fifa. Tapi Ali tetap bersikeras menolak kamu!"
"Nggak bisa dibiarkan! Pokoknya aku harus menikah dengan Mas Ali bagaimanapun caranya!" Ujar Fifa berapi-api.
'Dan ketika sudah menjadi Nyonya di rumah ini, aku hanya perlu menendang Tante dari rumah ini lalu hanya akan ada aku yang berkuasa di rumah ini.'
Kenanga tidak menyadari seringai licik yang terbit dari bibir keponakan jauhnya. Dan begitu Kenanga menatapnya Fifa kembali memperlihatkan wajah polosnya.
Benar-benar permainan yang menarik.
*****
![](https://img.wattpad.com/cover/205830174-288-k547489.jpg)