Ali dan Prilly duduk berhadapan di atas ranjang di dalam kamar Prilly. Ali benar-benar membuktikan perkataannya tadi.Prilly menghabiskan makanannya dan Ali kembali mengulang kalimat yang terucap dari bibirnya beberapa waktu lalu.
"Jadi?" Prilly mulai tidak sabar rupanya. Ali tersenyum kecil, "Mas mandi dulu boleh?"
Prilly menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Nggak! Mas nggak boleh kemana-mana sebelum Mas jelasin apa maksud Mas tadi."
Ali tersenyum tangannya terulur mengusap kepala Prilly. Suasana rumah masih sepi sepertinya Linda dan yang lain belum kembali dari makam.
Ali menghela nafasnya lalu mengambil kedua tangan Prilly lalu ia genggam erat namun tidak menyakitkan. Matanya menatap intens wajah Prilly hingga membuat wajah gadis itu bersemu merah.
"Maaf kalau mungkin ini bukan waktu yang tepat tapi sepertinya Mas benar-benar tidak bisa menunggu lagi." Ali menghembuskan nafasnya. Perlahan dia lepaskan genggaman tangannya pada tangan Prilly. Ia merogoh saku celananya lalu dia keluarkan satu kotak beludru merah.
"Mas membeli ini saat pertama kali kita pergi bersama. Mas ingin memberikan kalung untuk kamu di momen yang tepat. Dan maaf Mas nggak bisa menunggu momen itu lebih lama karena apa?" Ali menarik nafasnya lalu ia hembuskan secara perlahan. Dia merasa gugup bahkan kedua tangannya terasa dingin.
Prilly masih menunggu matanya tak teralihkan dari wajah gugup Ali. "Karena Mas mencintai kamu. Jangan tanya kapan atau bagaimana karena Mas nggak tahu tapi yang pasti hati Mas selalu menginginkan kamu. Mas nggak akan ajak kamu pacaran karena Mas mau kita sama-sama terikat dalam ikatan suci, Mas egois karena Mas ingin memiliki kamu seutuhnya. Jadi, menikahlah dengan Mas." Ali menahan nafasnya ketika Prilly tak kunjung membuka suaranya.
"Kamu menolak Mas?" Katanya lesu bahkan tanpa sadar tangannya hampir menjatuhkan kotak beludru berisi kalung itu.
"Siapa yang menolak?" Kata Prilly lucu. "Aku nggak mungkin nolak pria sebaik Mas dan aku juga tidak mungkin membiarkan pria yang aku cintai memilih wanita lain karena aku menolaknya. Jadi Mas ayok kita menikah!" Ajak Prilly dengan senyum manisnya.
Ali tersenyum lalu terkekeh kecil namun air matanya turut menetes membasahi pipinya. Dengan cepat Ali mengambil kalung itu lalu dia pasangkan di leher Prilly, yang kini menjadi calon istrinya.
"Mas cinta kamu." Ucap Ali setelah memasang kalung itu ke leher Prilly.
Prilly tersenyum menyentuh kalung pemberian Ali yang melingkari lehernya. "Aku juga cinta sama Mas."
**
Kabar tentang lamaran Ali dan Prilly di sambut bahagia oleh keluarga terutama Linda. Ditengah musibah yang melanda mereka ternyata ada kabar bahagia yang mengiringi mereka.
Prilly pertama kali memberi tahu berita bahagia ini pada Linda setelah Kakaknya pulang dari pemakaman. Prilly sempat menangis namun dengan penuh kasih Linda membesarkan hati adiknya.
"Selamat ya Pril. Tante doain lancar semuanya kalian bahagia terus."
"Amiin. Terima kasih Tante." Prilly memeluk erat Tante Mina setelah itu beralih pada Om Yoga yang juga mengucapkan selamat untuknya.
Wina mendengus secara terang-terangan. "Nikah kok sama petani! Emang mau dikasih makan lumpur?"
"Wina!" Tante Mina memperingati putrinya yang lancang. Wina menatap Ibunya dengan berani. "Aku bener loh Ma. Calon suaminya Prilly itu cuma petani miskin. Mobilnya aja pinjam punya orang atau jangan-jangan mobil rental lagi." Hina Wina sadis.
Ali diam saja sedangkan Prilly sudah siap menyembur Wina namun urung ketika Ali menggenggam tangannya, Ali menggelengkan kepalanya ketika Prilly menoleh menatap calon suaminya.
Suasana diruang tamu benar-benar tegang. Di sana masih banyak keluarga dari Mami dan juga Papi Prilly yang berkumpul.
"Eh? Lo jangan anggap hina petani kalau nggak ada petani lo mau makan apa hah? Lo pikir berlian bisa ngenyangin lo? Bego sih jadi orang!" Nando, sepupu Prilly yang lain ikut mengomentari keangkuhan Wina.
"Bener tuh! Mending Kak Wina diam aja! Jangan nampain kali lah kalau lagi iri sama kebahagiaan Kak Prilly. Kasihan udah tua masih jomblo!" Dan itu Bagus adiknya Nando yang masih duduk di bangku SMU.
Prilly tersedak tawa diikuti Linda yang sudah terbahak-bahak menertawakan wajah Wina yang sudah merah padam karena emosi.
Mina dan Yoga menghela nafas, mereka tentu saja malu dengan tingkah sombong Wina, putri mereka.
"Jadi kalian berencana menikah dalam waktu dekat ini?" Tante Yuni mengambil alih suasana. Tante Yuni Ibu dari Nando dan Bagus, adik bungsu Mami Prilly dan Linda.
Linda menghentikan tawanya lalu menatap Ali dan Prilly bergantian. "Kalau menurut Linda mending mereka dinikahin aja Tante. Udah saling cinta juga kan?"
"Sayang." Agus menegur kekasihnya yang terlihat menggebu-gebu. Linda cengengesan tak jelas. Kesedihan mereka sedikit berkurang.
Ali tersenyum kalem tangannya masih betah menggenggam tangan Prilly. Mereka sedang berkumpul di ruang keluarga rumah Prilly.
"Kalau saya terserah Prilly saja." sahut Ali dengan senyuman kalemnya.
Prilly menoleh menatap Ali dengan wajah bersemu merah. "Kok aku sih Mas." rajuknya manja.
Ali tersenyum geli, "Iya terus siapa juga kalau bukan kamu Sayang. Kan Mas nikahnya sama kamu." balas Ali lembut.
Mereka larut dalam dunia mereka hingga tidak menyadari semua mata di sana tertuju pada mereka. Linda berdehem pelan menyadarkan Ali dan Prilly yang asyik dengan dunia mereka.
Prilly sedikit salah tingkah sedangkan Ali tersenyum sopan. Mereka sedang berkumpul sejenak sebelum bersiap-siap untuk menyambut kedatangan warga disekitar karena nanti malam ada tahlilan untuk mendoakan kedua orang tua Prilly dan Linda.
"Sudah. Sekarang kita siap-siap dulu, nanti malam setelah tahlilan kita bahas masalah ini lagi." Om Yoga memberi pendapat dan disetujui oleh semuanya termasuk Ali dan Prilly.
Semua beranjak dari sana kecuali Ali dan Prilly serta Linda dan Agus. Linda menatap Ali sejenak sebelum menghela nafasnya. "Li, Kakak tidak akan menghalangi jika kalian ingin menikah tapi Kakak hanya ingin kamu berjanji satu hal sama Kakak."
Ali tersenyum lalu mengangguk pertanda dia siap dengan permintaan Linda. "Kalian baru mengenal bahkan kalian sama-sama belum berkenalan dengan keluarga masing-masing maksudnya dalam kondisi yang lebih baik dari ini. " Ali mengerti maksud dari perkataan Linda.
"Kami baru saja kehilangan tapi Kakak tidak akan menghalangi niat baik kalian. Asal kamu bisa menjanjikan kebahagiaan Prilly, Kakak tidak meminta seluruh hidup Prilly akan diisi dengan tawa, Kakak mengerti kamu, kita semua manusia biasa sebaik-baiknya kita tetap saja kita tidak luput dari dosa. Tapi Li, Kakak mohon jangan sakiti Adik Kakak dalam keadaan sadar apalagi kamu sengaja. Kamu bisa menjamin itu?" Linda mengusap air matanya begitu pula dengan Prilly, dia tahu kini Kakaknya yang bertanggung jawab atas dirinya.
Prilly menahan desakan air mata ketika mengingat almarhum orang tuanya. Seharusnya mengintrogasi Ali saat ini adalah Papinya bukan Kak Linda.
Ali menatap Prilly sekilas sebelum memfokuskan dirinya pada Linda. "Saya tidak bisa menjanjikan apapun tapi dengan sepenuh hati saya akan mencintai Prilly." Ali menoleh menatap Prilly, genggaman tangannya mengerat senyuman ketulusan kembali dipersembahkan untuk pujaan hati.
Setelah itu Ali kembali mengalihkan pandangannya pada Linda,menatap Linda penuh kesungguhan. "Tapi saya akan berusaha membahagiakan Prilly bagaimanapun caranya bahkan jika harus mengorbankan nyawa akan saya lakukan." Ujar Ali penuh ketegasan.
*****
