Lebih kurang sudah satu bulan berlalu semenjak Ali kembali dari kota. Ali mulai disibukkan dengan panen di sawah-sawahnya.Dan di musim panen begini Ali benar-benar sibuk bahkan makan siang saja sering dia lewatkan. Seperti hari ini, tepatnya satu minggu masa panen sudah berlalu dan untuk puluhan hektar tanah sawahnya butuh waktu lumayan lama untuk memanennya.
Ali tidak menggunakan alat-alat teknologi di sini. Dia hanya mempekerjakan orang-orang kampung untuk memanen sawah-sawahnya. Dia ingin memajukan ekonomi kampungnya meskipun tidak langsung sekaligus tapi dengan adanya sawah-sawah Ali perekonomian di kampungnya lumayan bagus.
Di mulai dari pembajakan sawah. Pembajakan dilakukan untuk mempersiapkan tanah dalam keadaan lunak dan gembur serta cocok untuk penanaman. Di zaman modern ini pembajakan tidak lagi dilakukan dengan mencangkul tetapi dengan menggunakan sapi ataupun traktor. Setelah melalui pembajakan, kembali sawah digenangi dengan air. Air diberikan dalam jumlah banyak untuk menutupi seluruh lahan dengan ketinggian hingga 10 cm. Air yang menggenangi selama dua minggu akan menyebabkan sawah menjadi berlumpur dan racun pun dapat hilang karena ternetralisir.
Dan semua Ali lakukan bersama dengan penduduk desa. Ada beberapa sawah miliknya yang memang ditanami padi milik warga, dan ketika panen mereka akan memberi sewa pada Ali berupa padi yang memang sudah ditentukan sejak awal.
Proses menanam padi hingga panen seperti ini tidak lah mudah. Jika saja Ali tidak terbiasa mungkin dia akan menyerah seperti Aldo yang selalu enggan ke sawah, katanya tanah berlumpur dan tidak sehat. Padahal jika sudah panen dia yang paling bersemangat menikmati hasil dari tanah yang katanya kotor itu.
"Kamu sudah pulang Mas?"
Ali di sambut Ibunya ketika memasuki rumah. "Udah Buk. Mas mandi dulu ya Buk." Ali buru-buru berjalan menuju kamarnya. Dia sudah tidak tahan dengan rasa gatal ditubuhnya seharian ini dia berada di luar, pagi sekali dia sudah berada di sawah dan sore tadi dia harus berada di gudang untuk menimbang padi-padi yang dijual oleh warga.
Ali membeli semua padi yang dijual penduduk desa dan menampung di gudangnya. Ali membeli padi warga sama dengan harga padinya ketika dipasok ke kota.
Ali juga memiliki pabrik di sana, jadi sebagian padi diproses di sana menjadi beras sebagian dia jual pada penduduk desa yang memerlukan dan sebagiannya dia pasok ke kota.
Bisnis Ali memang berhubungan dengan lumpur, debu dan segala macam hal-hal yang jorok tapi jangan lupakan pundi-pundi uang yang mengalir ke dalam rekeningnya lancar selancar aliran sungai.
Hingga tidak heran jika setiap panen seperti ini total keuntungan yang Ali dapatkan hampir setara dengan 3 unit mobil yang harganya di atas 500 juta.
Ali ingat ketika Ayahnya masih hidup dia selalu diajarkan untuk bermurah hati jangan sombong apalagi sampai memakan hak yang bukan menjadi milik kita.
Dan Ali benar-benar menerapkan apa yang di wasiatkan Ayahnya dulu. Dan lihat bagaimana makmur dan sejahteranya hidup Ali meskipun dia tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi.
Ali mengguyur tubuhnya di bawah shower yang terpasang di dalam kamar mandinya. Air dingin yang mengguyurnya mampu menghilangkan rasa gatal dan tidak nyaman pada tubuhnya.
Ali mengusap wajahnya lalu berdiri tegak di bawah shower. Ali terlihat merenung entah kenapa dia tiba-tiba begitu merindukan gadis mungil yang akhir-akhir ini sedikit terabaikan karena kesibukannya.
Ali masih mengingat bagaimana intensnya komunikasi mereka sekarang. Tidak ada lagi kecanggungan bahkan mereka bisa saling mengungkapkan rindu tanpa perasaan malu.
Mereka seperti sepasang kekasih namun belum ada status yang mengikat mereka. Dan entah kenapa Ali sedikit risau akan hal itu.
Ali baru-baru menyelesaikan mandinya dan ingin segera menghubungi gadis yang seharian ini begitu dia rindukan.
**
"Halo Mas.."
Perasaan Ali luar biasa lega ketika mendengar suara lembut di seberang sana. "Halo Dek. Lagi apa?" Ali menempelkan ponselnya ditelinga lalu dia apit dengan bahu karena tangannya sibuk memilih baju dan celana yang akan dia kenakan.
"Baru siap shalat Mas. Mas udah shalat?"
Calon istri idaman banget ini mah!
Ali tersenyum sendiri, dia merasa geli sendiri dengan pemikirannya.
"Magrib sudah cuma isya belum Dek." Ali memang sudah melaksanakan shalat magribnya di gudang tadi sebelum dia kembali ke rumah.
Di gudang memang ada kamar khusus untuknya hanya saja Ali tidak mandi di sana dan lebih memilih mandi di rumah. Ali tidak bermain kotor jadi bajunya tentu sah jika dipakai untuk shalat.
"Shalat dulu Mas."
'Iya Sayang' Ingin sekali Ali menjawab seperti itu namun dia masih bisa berfikir jernih, dia tidak ingin membuat hubungannya dengan Prilly berubah canggung.
"Iya sebentar lagi. Mas lagi pakai baju ini." Ali memakai celana dalamnya disusul celana pendeknya.
Ali tidak tahu kalau perkataannya barusan membuat wajah Prilly bersemu merah. Prilly bahkan sampai menutup matanya ketika dengan kurang ajarnya pikirannya malah tertuju pada tubuh liat Ali yang sedang bertelanjang.
Ouh! Pikiran nakal sialan!
Ali mengerutkan keningnya ketika mendengar beberapa kali suara deheman dari Prilly. "Kenapa Dek? Kamu lagi batuk ya? Jangan lupa minum obat, cuaca lagi nggak menentu takutnya kamu sakit." Kata Ali penuh perhatian.
Dan diseberang sana lagi-lagi wajah Prilly kembali merona. Perasaannya membuncah dan dia benar-benar menyukai Ali yang perhatian seperti ini.
Ali sudah selesai berpakaian. Rambutnya yang basah dia biarkan begitu saja. Tidak ia sisir, rambutnya memang sedikit lebih panjang dari biasanya, Ali belum sempat merapikan rambutnya.
Dan dengan penampilan rambut acak-acakan seperti itu membuat pesona Ali semakin meningkat. Ali terus berbicara dengan Prilly mengenai kegiatannya hari ini namun tak berlangsung lama karena sang Ibu memanggil dirinya.
Ali memutuskan sambungan telfon namun berjanji jika nanti Prilly belum tidur dia akan menghubungi gadis itu kembali.
Ali melirik jam di dinding kamarnya. Sudah lewat jam 8 malam dan dia belum memasukkan nasi sama sekali ke dalam perutnya pantas saja perutnya terasa perih.
Ali keluar dari kamarnya menuju ruang makan, di sana sudah ada Ibunya yang sedang menyiapkan makan malam untuknya.
"Wah harum sekali." Ali menghirup dalam-dalam aroma enak yang menguar dari berbagai macam lauk pauk yang di siapkan oleh Ibunya.
Kenanga tersenyum bangga, Ali selalu memuji masakannya berbeda dengan Aldo yang cenderung menolak ketika dia masakin. Aldo lebih memilih makanan restoran berbintang dari pada masakan Ibu kandungnya.
"Iya dong. Ibu masak khusus untuk Mas Ali putra Ibu yang paling ganteng." seru Kenanga dengan wajah berbinar. Dia tidak bohong dibanding Aldo wajah Ali jauh lebih tampan dan enak di lihat.
Ali terkekeh kecil, dia selalu suka interaksinya dengan sang Ibu. Kenanga sangat memanjakan dirinya.
Ali segera menarik kursi lalu menunggu Kenanga mengisi piringnya dengan nasi dan lauk. Ali tak lupa membaca doa sebelum melahap makan malamnya.
"Enak banget Buk. Masakan Ibuk paling enak." pujinya dengan mulut penuh makanan.
Kenanga tersenyum lebar lalu menarik kursi di samping putranya. Dia sudah makan terlebih dahulu tadi sebelum Ali pulang. Dan sekarang ada hal penting yang ingin dia sampaikan pada putranya.
"Mas Ibu mau ngomong penting." Ali mengangguk pelan tanda mendengar apa yang akan dikatakan oleh Ibunya.
Kenanga sedikit cemas dengan idenya yang takutnya di tolak oleh Ali tapi dia tidak akan tahu hasilnya jika tidak mencoba maka dengan memberanikan diri dia mengutarakan keinginannya.
"Ibu mau kamu nikahi Fifa, keponakan jauh Ibu."
"Uhuk!!"
*****
![](https://img.wattpad.com/cover/205830174-288-k547489.jpg)