Prilly merasa waktu berjalan semakin lama. Padahal jelas-jelas jarum jam bergerak seperti biasanya, hanya saja dirinya yang mulai kelelahan menahan detak jantungnya yang entah kenapa sejak tadi berdegup kencang.Sesekali Prilly melirik sekilas pria yang menjadi penyebab jantungnya berdebar-debar, pria itu terlihat tenang bahkan dengan luwes menjalin percakapan dengan Kakaknya.
Ck! Kenapa malah dirinya yang salah tingkah begini? Padahal kenal aja nggak. Eh iya sih tadi pria itu menyebutkan namanya ya tapi masih iya cuma kenal nama doang sudah salting begini. Ngaco.
"Wah makanannya datang juga."Suara teriakan Linda terdengar memecahkan lamunan Prilly.
Pelayan memang sudah meletakkan pesanan mereka tadi. Linda begitu bersemangat dan melihat kelakuan wanita itu membuat senyum Ali terbit.
Sesekali matanya melirik gadis di sampingnya yang terlihat begitu menarik. Ali hanya berani mencuri pandang saja, dia terlalu kaku untuk menyapa terlebih melihat sikap gadis ini yang sedikit pendiam berbeda dengan Kakaknya Linda.
Linda baru saja mencuci tangannya saat tiba-tiba ponselnya bergetar. Linda berdecak kesal karena acara makan-makannya terganggu dengan bunyi ponselnya. Linda terpaksa harus pamit untuk menerima telfon yang ternyata dari kliennya yang berada di luar negeri.
Akhirnya hanya tinggal Ali dan Prilly di meja, suasana semakin kikuk saja. Ali menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal begitupula dengan Prilly yang menyalipkan rambutnya ke belakang telinga padahal rambutnya masih tersanggul rapi.
"Eum. Kamu sekolah di mana?"Ali terlebih dahulu membuka suara. Dia tidak nyaman dengan suasana canggung di antara mereka.
Prilly menoleh menatap Ali. "Udah kuliah Mas. Sekolahnya udah tamat."jawabnya kalem.
Ali benar-benar terkesima dengan suara lembut gadis di sampingnya. "Ouh kuliah. Mas kirain masih sekolah habis muka kamu imut-imut gitu sih."Ali mulai mengeluarkan candaannya.
Prilly manyun tanpa sadar, dia sering kesal jika orang mengatainya mungil atau imut-imut kesannya kok kayak anak TK padahal dia kan sebentar lagi mau jadi sarjana.
Ali sontak tertawa geli melihat wajah cemberut gadis di sampingnya ini. Jika ada yang melihat mereka sama sekali tidak tahu kalau Ali dan Prilly baru saja bertemu beberapa menit yang lalu, interaksi mereka terlihat natural layaknya sahabat lama.
"Mas tinggal di dekat sini ya?"Tanya Prilly kemudian. Ali mengangguk sebelum membuka suaranya pelayan kembali datang membawa pesanan Ali.
Ali mencuci tangannya, dan semua itu tidak luput dari pandangan Prilly gerakan tangan Ali yang bergerak pelan di dalam mangkuk cuci tangan membuat urat tangan pria itu menonjol jelas sekali kalau Ali adalah tipe pria pekerja keras.
"Iya dekat persimpangan jalan sana."jawab Ali. "Kamu nggak makan?"Ali menunjuk sepiring nasi goreng di depan Prilly.
Prilly menganggukkan kepalanya. "Makan tapi nunggu Kakak dulu."jawabnya padahal jelas itu alasan saja, entah kenapa Prilly lebih tertarik berbicara dengan Ali daripada melahap nasinya.
"Mas makan duluan ya."Prilly mengangguk. Hatinya adem sekali ketika Ali menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'Mas'.
"Kamu kuliah di mana?"Ali kembali berbicara disela mulutnya mengunyah, tidak sopan memang tapi entah kenapa dia ingin terus mendengar suara lembut gadis di sampingnya ini.
Prilly menyebutkan nama kampusnya. "Oh ya, Adik Mas juga kuliah di sana."Ali ingat sekali nama perguruan tinggi di mana Aldo menuntut ilmu, tapi jangan tanya padanya ilmu apa yang dituntut adiknya itu sampai kelakuannya bejat seperti itu. Mengingat Aldo tanpa sadar Ali mendengus pelan.
