#24 obrolan dua cewek

9.9K 1.3K 69
                                    

Satu pertanyaan yang berkecamuk di benak Ayana saat ini adalah,

Bagaimana Yura bisa tahu kalau dia sedang menunggu Bagas?

Apa Bagas sengaja merencanakan hal ini? Dari awal, Bagas sudah mengajak Yura, tapi setelah itu ia juga ikut mengajak Ayana. Pertanyaannya, kenapa Bagas mengajak Ayana kalau ada Yura bersamanya? Mau pamer kemesraan atau apa? Tapi, Ayana juga bodoh. Kenapa pula ia tidak bertanya ke Bagas dulu tentang siapa saja yang diajak ke sini selain Ayana?

Dasar kadar kebucinan Ayana yang dengan segala ketidaktahu diriannya!

"Tadi Bagas ngajak gue ke sini. Tapi, gue bilang kalo nggak bisa dateng. Sengaja. Mau bikin kejutan."

Lho, jadi Yura....

"Pasti dia lagi kesel sekarang karena gue nggak bisa dateng."

Emang tahu dari mana kalau Bagas lagi kesel? Siapa tahu dia lagi seneng banget karena lo nggak dateng—oops!

Ayana, stop. Ambil napas buang napas. Jangan biarkan ke-julid-anmu ini meronta-ronta.

Ayana kembali mendengarkan, "Dan pas dia lagi kesel-keselnya, gue bakal tiba-tiba dateng di hadapan dia dan—boom! Bagas bakal seneng lagi setelah itu." Yura tertawa. Saking cerianya, sampai rambut yang ia kuncir satu itu sedikit bergoyang. Senyumnya begitu lebar dan manis, hingga tak lama ekspresinya berubah datar. "Tapi setelah gue dateng ke sini, kenapa gue yang terkejut ya, Na?"

Ayana masih diam mendengarkan. Sementara Yura bersidekap sambil menyandarkan tubuhnya di punggung kursi. "Bagas bukan tipe orang yang suka jalan atau pergi ke suatu tempat sendirian. Dia pasti cari teman, dan dia cuma nyaman pergi sama orang-orang terdekatnya doang. Awalnya, gue pikir paling dia ngajak Yudha sama Bayu."

Yudha dan Bayu, Ayana kenal mereka. Teman sekelas sekaligus teman dekat Bagas. Tapi, Ayana jarang melihat mereka bertiga kumpul selain di lapangan basket atau sedang bermain futsal. Ayana lebih sering melihat Bagas bersama Yura soalnya.

"Tapi, kayaknya tebakan gue salah." Yura tak mengalihkan pandangannya sedikit pun. Masih menatap Ayana. Seringai tipis terlihat di bibir Yura.

"Dan di antara semua teman-teman dia yang gue kenal, kenapa gue malah ngelihat lo di sini?" Yura menjeda, "Memang... kalian sedekat apa?"

Ayana menelan ludah. Berusaha memutar otak dan menemukan jawaban dari pertanyaan Yura. Ayana memang bukan siapa-siapa. Dia hanya orang asing. Haruskah Ayana menjawab begitu?

"Bagas kenal baik sama Wina. Sementara gue temen dekatnya Wina. Dan kita satu sekolah. Nggak jarang juga gue dan Bagas ketemu secara nggak sengaja." Ayana tersenyum simpul, "Kita emang nggak sedekat itu. Tapi, apa ada yang salah kalo Bagas ngajak gue ke grand opening kafe saudaranya?"

Setidaknya, Ayana lega. Ia menjawab pertanyaan Yura tanpa membuat dia terlihat menyedihkan di hadapan cewek itu. Ayana berharap semoga jawabannya tadi memuaskan Yura. Agar cewek itu tak bertanya-tanya lagi, atau membicarakan hal-hal yang tak mau Ayana dengar. Namun, nyatanya Ayana salah persepsi. Yura terlalu banyak bicara dari yang Ayana kira.

"Nggak ada yang salah, sih." Yura mengendikkan bahu. "Mungkin gue yang salah."

Yura memajukan badan. Melipat lengan di atas meja sembari menatap Ayana lekat. "Tapi, kenapa gue merasa lo ada apa-apa sama Bagas, ya?"

"Maksudnya?"

"Lo suka sama Bagas?"

*

"Cerah amat muka lo. Mau kencan, ya?"

Bagas tersenyum tipis mendengar celetukkan Yudha.

"Iya, nih. Kencan mulu. Kapan maen PS bareng lagi, kita?" Bayu bersuara setelah memukul pelan bahu Bagas dengan kepalan tangan.

"Bukan." Bagas merogoh tas ranselnya, mencari kunci motor. "Bukan kencan."

"Ya, terus?" Yudha mengangkat sebelah alis.

"Mau ke grand opening kafenya sepupu."

"Kita nggak diajak, nih?" Bayu memasang tampang agak kesal.

"Gue udah ngajak temen. Kalo kalian gue ajak juga, nanti temen gue sungkan lagi," jelas Bagas sambil memasang jaket ke tubuhnya.

"Emang lo punya temen selain kita?" Bayu mengerutkan dahi, "Siapa?"

"Ayana."

"Cewek?" Gantian Yudha yang mengerutkan dahi.

Bagas menghela napas. "Emang ada cowok yang namanya Ayana?"

"Woah, gila!"

"Lo nggak papa nih, Gas?"

"Nggak kepentok tembok, kan?"

"Seorang Bagas yang sangat menghargai cewek sekali, kenapa jadi kayak gini?"

"Apa, sih?" Bagas tak jadi menutup resleting jaketnya. Ia memandang Yudha dan Bayu dengan tatapan bertanya.

"Lo selingkuh?" tebak Bayu. Lebih terdengar seperti tuduhan bukan pertanyaan.

"Apa?" Bagas melotot. "Ya enggak, lah! Gila!"

"Ya terus kenapa lo jalan sama cewek lain?" Yudha ikut melempar pertanyaan.

"Gue cuma jalan biasa. Sama temen. Apa salahnya, sih?"

"Yura tahu?"

Bagas melirik Bayu dengan kerutan di dahi. "Kayaknya sih.., enggak?" Ia yakin tak memberitahu Yura soal ini. Jadi, tidak salah kan kalau Bagas menjawab begitu?

"Itu namanya selingkuh."

"Gue nggak selingkuh."

Yudha mendecak sembari menatap Bagas gemas. "Lo jalan sama cewek lain sementara Yura yang katanya pacar lo itu nggak tahu, apa lagi namanya kalau bukan selingkuh?"

Jelas Bagas tak terima jika dituduh seperti itu. "Lo berdua kebanyakan nonton apa, sih? Nggak usah berlebihan. Gue masih sayang sama Yura, kok."

"Lo yakin?"

"Hng?"

"Kok mata lo kayak berkata lain, ya?"

*

"Maksudnya?"

Yura tersenyum kernyih, "Lo pikir gue nggak tahu?"

Menghela napas, lalu mengembuskan perlahan. Yura kembali menatap Ayana dalam, dengan masih menampakkan jenis senyum yang sungguh tak sedap dilihat. Seperti ada maksud lain di balik senyuman itu. Rasa tidak suka. "Lo pikir bisa bohongin gue? Come on, Na. Kita sama-sama cewek. Gue nggak bego buat mengartikan keanehan apa yang ada di antara kalian berdua. Terutama..., lo."

Yura membuka kepalan jarinya satu persatu seperti anak SD yang sedang berhitung, "Interaksi lo sama Bagas di perpustakaan, sekarang dengan anehnya Bagas ngajak lo jalan, dan komik....," Yura membuang napas sejenak memberi jeda. ".....lo bahkan pakai nama dan karakter Bagas di antara ribuan manusia di muka bumi ini yang bisa lo tiru dan jadikan inspirasi."

Ayana mengerjap. Masih berusaha bersikap tenang dan tak ingin terintimidasi. Ia meminum sedikit milkshake-nya lalu tersenyum. "Komik itu cuma lelucon, Ra. Semua orang bisa bikin. Lo terlalu cepat menarik kesimpulan. Dan bukannya lo yang bilang sendiri kalau kebetulan itu bisa aja terjadi?"

Yura tak habis pikir. Ayana yang selama ini ia kenal pendiam, ternyata sangat pintar berbicara. Lihat saja ekspresinya itu. Benar-benar pongah. Membuat Yura mendadak muak.

"Mungkin lo bener. Gue terlalu cepat menarik kesimpulan." kata Yura pada akhirnya. Usai keheningan beberapa menit lalu menyelimuti mereka. Yang terdengar hanya suara musik akustik dan pekikan samar-samar dari beberapa pengunjung wanita. "Tapi, bisa nggak gue minta tolong satu hal?"

"Ya?"

"Lo bisa pulang aja?"

Sontak Ayana berhenti menyesap milkshake-nya.

"Gue nggak peduli lo suka Bagas atau enggak. Maupun hubungan kalian yang kata lo cuma sebatas teman itu. Dan maaf kalo gue bilang kayak gini. Tapi, Na." 

Yura menghela napas. Senyum kecut terbit di bibir merah mudanya. "....kehadiran lo di sini itu benar-benar mengganggu."

[]

Hello, Bagas! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang