#49 curhat dengan Wina

8.7K 1.1K 97
                                    

"Orang yang gue suka itu..., adalah lo."

Ayana tak tahu harus melakukan apa, harus bereaksi bagaimana, sebab semua ini terasa sangat tiba-tiba. Ia bahkan belum mempersiapkan diri sama sekali. Jantungnya berdebar kencang tanpa henti. Kakinya mendadak melemas. Kedua pipinya bahkan sudah memerah panas. Ayana bisa pingsan ini.

Bagas membulatkan mata ketika dingin mulai membelai permukaan kulitnya yang sedang bersinggungan dengan kulit Ayana. "Kenapa? Lo sakit? Kok tangan lo dingin?"

Ayana melepas paksa tangannya dari telapak tangan Bagas kemudian menyentuh permukaan kulitnya sendiri. Bukan hanya dingin, tapi juga berkeringat. Dengan wajah panik, Ayana berlari memasuki rumah lalu menutup pintu dan menguncinya.

Bagas yang melihat itu dibuat heran. Gue ditolak?

Ayana bahkan meninggalkannya begitu saja tanpa menjelaskan apapun. Kalaupun Bagas benar-benar ditolak, seharusnya Ayana mengatakan sesuatu, dong. Setidaknya sepatah dua kata untuk membuat Bagas berlapang dada dengan penolakannya. Tapi, ini?

Etika macam apa itu?

*

Ayana membanting tubuhnya di atas ranjang, lalu bersembunyi di balik selimut. Ia menatap pegelangan tangan kanannya yang tadi sempat bersinggungan dengan permukaan kulit cowok itu. Masih dingin dan berkeringat!

Kakinya menendang-nendang. Ayana menyembunyikan kepalanya di balik bantal. "Itu tadi apa? Gue barusan mimpi atau apa?"

Ayana meraih kedua pipinya lalu mencubitnya. Ia merintih. Sakit! JADI YANG TADI ITU BUKAN MIMPI, DONG?!

Ia menyibak selimut lalu bergerak bangkit dari ranjang. Kemudian mengintip area depan rumahnya dari jendela. Ayana membulatkan mata saat melihat Bagas masih berdiri di sana. Tak lama, terdengar deringan dari ponselnya.

Bagas is calling.

Seketika ia melempar benda pipih itu ke atas ranjang.

Deringan itu terdengar berkali-kali. Ayana kembali meraih ponsel itu dan mulai mengaktifkan mode diam kemudian membiarkannya nampak menyala di bagian layar sambil bergetar.

*

"Kenapa muka lo?"

Ayana bergumam. "Gue nggak bisa tidur."

"Kenapa nggak bisa tidur?" Wina yang  tersenyum jahil kini berbisik. "Karena abis teleponan sama Bagas sampai pagi, ya?"

Mendengar nama Bagas disebut, pipi Ayana mendadak panas. Ia semakin menutup wajahnya di balik buku. Melihat itu, Wina makin tertawa.

Jam pelajaran berjalan seperti biasa. Menghabiskan waktu di sekolah sampai sore, dan melelahkan sekali tentunya. Belum lagi karena Ayana kemarin malam susah tidur, kepalanya jadi pusing sekarang. Usai bel pulang berdering, Ayana bergegas mengemasi barangnya dan pulang ke rumah.

"Motor lo masih di bengkel?" tanya Wina yang juga sedang mengemasi barang.

"Iya, belum diambil. Maunya sih, ntar malem."

"Mau bareng gue?"

"Nggak usah, gue naik ojol."

"Ya udah, gue temenin jalan ke gerbang."

Ayana mengangguk dan membiarkan Wina jalan di sampingnya sampai gerbang. Namun, baru sempat mereka melewati pintu kelas, Ayana dikejutkan dengan kehadiran Bagas.

"Ayana!"

Bagas yang melihat batang hidung cewek itu yang nampak keluar dari kelas seketika berteriak. Bagas menangkap kepanikan di wajah cewek itu. Ia bahkan memyembunyikan tubuhnya di belakang punggung Wina yang terlihat kebingungan. Melihatnya, Bagas terkekeh.

Hello, Bagas! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang