#53 yura sakit

9.1K 1K 22
                                    

Bagas menghela napas. Sesekali melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan. Bagas sedang duduk di atas motornya sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di kaca helm. Bagas sudah menunggu selama 30 menit. Tapi, ia belum melihat tanda-tanda kedatangan Ayana. Padahal, 10 menit lagi bel masuk akan berdering.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Akhirnya Bagas melihat batang hidung Ayana. Motor cewek itu memasuki area parkiran dan berhenti di salah satu titik dekat pohon. Bagas menghampirinya. Ikut memarkirkan motor di samping motor Ayana.

"Geseran dong, Mbak, motornya."

Ketika Ayana menoleh, ia melihat Bagas dengan senyum lebarnya.

Ayana mendengus geli. "Parkir di sebelah sana kan masih longgar. Salah sendiri parkir di sini."

"Motor gue lagi pdkt-an sama motor lo. Makanya mau deket-deket terus."

Ayana tak bisa menahan senyumnya. Kegombalan ini mengganggu kesehatan mental. Detak jantung Ayana jadi semakin tak terkontrol ritmenya. Ayana harus cepat menyingkir.

"Lho, mau ke mana? Kok gue ditinggal? Bareng, dong!"

*

"Jadi..., udah baikan nih, kalian?"

Ayana melirik Wina sekilas lalu kembali memakan mie ayam dalam mangkuk. "Baikan apa? Nggak ada yang lagi berantem, kok."

Wina mendengus geli. Melihat Ayana mendadak ikut dirinya pergi ke kantin, jelas Wina kaget. Tapi, melihat wajah Ayana yang sudah nampak berseri lagi, Wina jadi mengerti.

"Yang!" Wina memekik senang sambil melambaikan tangan ke arah Bima diikuti Bagas yang berjalan di sebelahnya.

Usai mendaratkan pantat, Bagas mendengus. "Yang, Yang, Peyang?"

"Sirik aja yang jomblo."

Bagas melirik Bima tak suka. "Berisik lo!"

Ayana tertawa bersama Wina ketika melihat kebobrokan dua bersaudara itu. Bagas yang jahil sesekali mengerjai Bima. Seperti saat ini, ketika Bima membuka lebar-lebar mulutnya untuk menyambut suapan bakso dari tangannya, Bagas malah memasukkan krupuk ke mulut Bima yang menganga sebelum Bima berhasil melahap baksonya.

*

"Banana?! Kok di sini?"

Ayana urung membuka pintu kafe saat melihat Banana duduk sendirian di pojokan. Ayana menghampirinya, kemudian membawanya ke dalam pelukan.

"Lho!"

Ayana mengangkat kepala. Ia melihat Bagas dengan wajah yang terkejut hingga sepersekian detik kemudian berubah sumringah. "Lo ke sini lagi?"

"Kenapa Banana di sini sendirian?"

Bagas mengangkat kedua alis, hingga ia mendesah sebab teringat sesuatu. "Gue tadi ambil makan buat dia di dalem."

"Pakai pisang?"

"Hah?" Bagas mengernyit. Lantas Ayana menunjuk sesuatu yang ada di tangan Bagas dengan dagunya. Melihat tatapan Ayana mengarah pada sebuah pisang yang sedang Bagas bawa, Bagas spontan menggeleng.

"Bukan pisangnya! Ini mah buat gue." Bagas membuka kepalan tangan lainnya yang berisi makanan kucing dan menunjukkannya pada Ayana. "Ini, nih, yang buat Bana."

Bana menyambut uluran tangan Bagas dengan senang hati. Memakan sedikit demi sedikit hingga tandas.

"Jalan, yuk!"

Ayana cengo sebentar. "Apa?"

Membuat Bagas tersenyum tipis. "Iya, ayo ngajak jalan Bana. Dia pasti bosen."

Hello, Bagas! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang