Ayana segera membereskan alat tulis dan buku-bukunya usai mendengar bel masuk berdering. Tanpa memperdulikan teriakan Yura yang mengatakan kalau dia tidak sopan karena dengan seenaknya ngacir duluan ke kelas tanpa pamitan. Lagipula kenapa Ayana harus pamit? Dia kan bukan Tulus.
Di perjalanan menuju kelas, mendadak panggilan alam menghentikan langkahnya. Ia memutuskan untuk mampir ke toilet sejenak. Ayana bingung harus taruh buku di mana. Untungnya ia melihat Wina yang baru saja keluar dari toilet.
Wina agak kaget sebab Ayana menyodorkan buku dan sebuah kotak pensil secara tiba-tiba. "Nitip ya, friend," katanya sambil memasuki sebuah bilik. Sementara Wina memutuskan buat kembali ke kelas daripada nungguin Ayana pipis.
Setelah Ayana menuntaskan urusan, ia terkejut saat melihat presensi seseorang yang muncul tiba-tiba seperti setan. "Katanya ganggu, tapi kok masih dilihatin," kata setan itu. Ah, maksudnya kata seseorang itu.
"Lo ngikutin gue?" Ayana menatap horor.
Bagas memutar bola mata. "Jalan ke toilet cewek searah sama kelas gue, kalo lo lupa."
Memang, sih. Tapi, daripada meladeni dan urusannya jadi panjang, Ayana tak ambil pusing. Ia pergi meninggalkan Bagas sementara cowok itu belum puas dan dengan cekatannya ia menghadang jalan Ayana. "Gue belum selesai ngomong."
"Gue nggak mau dengerin lo selesai ngomong." Ayana mendengus. "Bukannya lo bilang sendiri kalo nggak bakal ganggu gue lagi?"
"Lo yang gangguin gue duluan."
Ayana mendelik, "Kapan—"
"Pas di perpus, lo ngintip gue di balik buku lo, kan?" Cowok itu melipat tangan di depan dada dengan badan agak dicondongkan.
Ayana berkedip. Hampir lupa bernapas. Sebab Bagas terlihat ganteng abis kalau dilihat dari jarak dekat.
Na, fokus!
Tak mau kalah, Ayana ikut-ikutan melipat tangan. "Keren juga tingkat ke-pede-an lo. Patut diapresiasi."
"Gue punya mata, ya. Gue tau kalo lo ngeliatin gue, Ayana Hapsari."
Mendengar nama lengkapnya disebut, ia merasa seperti dimarahi Bunda. Sebab wanita yang melahirkannya itu akan menyerukan nama lengkapnya kalau sedang dalam mode menasehati atau mengomel karena Ayana susah dikasih tahu.
"Sekarang gini, deh." Ayana membuang napas sejenak, "Ngapain juga gue ngeliatin lo?"
"Kenapa jadi gue yang ditanya? Harusnya gue yang nanya gitu." Bagas melangkah mendekat, "Ngapain lo ngeliatin gue?" tanyanya dengan satu alis dinaikkan.
Ayana semakin berjalan mundur. "Gue.....,"
"Lo suka sama gue, ya?"
Mati. Satu kata yang mendeskripsikan Ayana saat ini. Ini beneran. Serius. Nggak lagi bercanda. Ayana benar-benar mati kutu sekarang. Dan Bagas dengan seenak udelnya makin melangkah mendekati Ayana. Dia mau apa, coba?!
"Lo bilang, gue itu mengganggu."
Lo emang ganggu!
"Padahal perasaan, gue nggak pernah melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan. Gue selalu baik sama lo."
Justru karena lo baik! Gue semakin susah buat nggak suka sama lo! Muka lo muter-muter terus di kepala gue!
"Gue pikir, mungkin secara nggak sengaja gue melakukan kesalahan dan bikin lo kesel."
Iya! Lo udah bikin gue kesel! Itu muka bisa biasa aja nggak gantengnya?!
"Dan sekarang gue berubah pikiran. Gue mau minta maaf."
Ayana mengedip bodoh, "Hah?"
Dia mau minta maaf karena udah terlahir ganteng?
"Gue minta maaf kalo gue ada salah, atau kalo mungkin gue menyinggung perasaan lo secara nggak sengaja. Gue nggak mau punya musuh."
"Gue nggak musuhin lo...,"
"Kalo lo nggak musuhin gue, kenapa nyuruh gue jauhin lo?!"
Bagas jadi kesal. Sama sekali nggak paham sama jalan pikiran cewek. Tanpa sadar ia memukul tembok di samping wajah Ayana. Saat ini, wajahnya dengan wajah cewek itu hanya berjarak satu setengah jengkal. Bagas bahkan bisa mendengar deru napas cewek itu. Seperti orang yang habis lomba lari. Ngos-ngosan.
Dan dengan jarak sedekat ini, Bagas tertegun. Kenapa ia baru sadar kalau Ayana itu cantik? Hidungnya juga mancung. Walau kulit wajahnya tak seputih Yura, tapi kulitnya nampak cerah dan bersih. Ayana cocok dengan warna kulit kuning langsat. Ah, sial. Kenapa Bagas jadi membandingkan Ayana dengan Yura begini, sih?
"Kalian ngapain?"
Ayana refleks mendorong Bagas hingga cowok itu terjungkal.
"Kenapa lo dorong gue, sih?!" kesal Bagas dengan mata melebar.
"Ya lo ngapain deket-deket?!" balas Ayana tak kalah kesal.
"Ya kan gue ngajak ngomong lo! Masa jauh-jauhan?!"
"Ya nggak usah terlalu deket juga!"
"Ya siapa juga yang mau deket sama lo!"
"Eh, lo pikir gue mau deket ama lo, apa?! Ogah!"
"Gue juga ogah!"
"Yaudah!"
"Yaudah!"
Ayana pergi dari sana dengan langkah lebar, sementara Ednan mengedip heran. Ia terkejut dengan pertengkaran Bagas dan Ayana yang tiba-tiba. Tadi setelah dari perpus, Ednan mampir ke ruang OSIS buat menaruh laptop. Karena katanya mau dipinjam teman seper-OSIS-annya untuk keperluan proposal kegiatan. Lalu, ia memutuskan untuk kembali ke kelas. Tapi di perjalanan, ia melihat Ayana lagi mundur-mundur dengan Bagas yang mendekatinya. Raut wajah cewek itu terlihat waspada. Ednan pikir, Bagas mau berbuat jahat. Tapi, setelah melihat kejadian barusan ternyata Ayana yang berbuat jahat dengan mendorong Bagas sampai cowok itu terus-terusan memegang pantat.
Bagas melotot, "Apa lihat-lihat?!"
Edan meringis tipis, "Sakit, ya?"
"Udah tau nanya!"
*
Bagas masih mengusap pantat sesampainya ia di kelas. Yudha sama Bayu sampai heran melihatnya.
"Ngapain ngelus pantat? Emang keluar jinnya?" celetuk Yudha sambil cengegesan.
"Atau... apa lo mendadak ambeien setelah balik dari perpus?" tambah Bayu makin kurang ajar.
Tapi untungnya, sampai bel pulang hingga berniat mengantar Yura ke rumahnya, Bagas sudah tak mengusap pantat lagi. Tapi di parkiran, saat mau mengambil motor, dia malah bertemu si tersangka yang membuat pantatnya nyut-nyutan dalam beberapa menit yang lalu.
"Motor siapa sih, nempel-nempel motor gue?!"
Bagas melotot melihat jok motornya dipukul-pukul. "Nggak usah pegang-pegamg motor gue!"
Ayana tertegun. Saat diamati hingga tatapannya jatuh ke arah plat motor, Ayana baru sadar kalau ini motor cowok itu. Ia menghela napas. "Pindahin."
"Ini juga mau gue pindahin," gerutu Bagas sambil memindahkan motornya. Tapi di saat yang bersamaan juga, tubuh cowok itu mengenai stang motor Ayana dan hampir saja hilang keseimbangan dan berakhir jatuh kalau Ayana tak memegangnya.
"Jangan nempel-nempel motor gue, dong!"
"Siapa juga yang nempel-nempel motor lo! Motor lo aja yang nempel-nempel gue!"
Ayana mendelik kesal. Ia heran. Kenapa dia bisa naksir cowok menyebalkan ini, sih?! Tadi pacarnya yang ngeselin di perpus. Sekarang cowoknya. Cocok sih, emang.
"Kok lo jatohin helm gue, sih?!" Ayana bersungut kesal.
"Helm lo aja yang lebay! Disenggol dikit aja jatoh!"
Bagas memutar bola mata. Mendadak, ia menyesal tadi sempat mengakui Ayana cantik. Cih, percuma cantik kalau ngeselin!
[]
Sebenernya mereka tuh knp si? Ga paham aku:(
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Bagas! ✔
Teen FictionPetaka itu dimulai ketika Ayana iseng mengirim pesan ke kontak WhatsApp cowok yang ia taksir. -Oct, 2019 by auliadv All Rights Reserved