Udara pagi yang Ayana hirup terasa menyenangkan. Motornya memasuki pekarangan sekolah kemudian memarkirkannya di tempat yang sudah di sediakan. Tanpa lupa melepas kunci dari lubang dan helm di kepalanya, Ayana berjalan menuju kelas dengan langkah riang. Senyum di bibirnya seolah tak bisa hilang. Ayana bahagia dari kemarin dan masih membekas hingga saat ini.
"Heh! Senyam-senyum aja lo dari tadi gue lihat. Kesurupan, ya?"
Ayana menghentikan langkah ketika Wina menepuk bahunya. Bibirnya mencebik. "Apa sih, lo. Gue marah-marah dibilang kesurupan. Gue senyam-senyum dibilang kesurupan," sahut Ayana dengan nada sedih.
Wina terkekeh. "Ya, terus kenapa dong, lo senyam-senyum kalo nggak kesurupan?"
"Tebak, dong!"
Wina menaruh telunjuknya di dagu. "Hmm... apa, ya?"
"Apa hayo?"
"Duit jajan lo nambah?"
"Bukan."
"Bunda lo hamil? Lo mau punya adek lagi?"
"Bukan, ih!"
Wina mengerutkan dahi. Berpikir keras. "Lo lagi ultah?!"
"Aduh, Wina! Kalo bego jangan keterlaluan kenapa, sih? Ulang tahun gue udah lewat sebulan yang lalu. Lo nggak inget abis ngado gue sekardus sabun mandi. Hah?!" Wina tuh memang-ah! Ayana jadi gemes pengin ngomong kasar. Sudah 17 tahun dia hidup di dunia, sudah kenyang memakan 17.876.456 butir nasi per tahunnya, baru kali ini dia menemukan teman seperti Wina. Normalnya, kalau teman ulang tahun paling kasih kado baju, rok, album kipop, sepatu, topi pantai, atau minimal kue ulang tahun lah. Tapi, Wina ini beda. Dia malah kasih kado sekardus sabun mandi. Katanya, "Gue kalo ngasih kado nggak mau yang ujung-ujungnya dipajang doang di kamar, atau dipakai jarang-jarang pas pergi ke luar apalagi kondangan. Gue pengin ngasih yang bermanfaat buat lo. Biar bisa dipakai sehari-hari. Jadi, setiap lo pakai kado dari gue lo bakal selalu inget gue." Wina menyela lagi sebelum Ayana sempat memprotes. "Sekarang gue tanya, sabun mandi bermanfaat, nggak? Kalo emang lo nggak suka sama sabunnya, bisa lo bagikan ke tetangga. Nanti dapet pahala sedekah, insya allah. Atau lo bisa jual sabunnya ketoko-toko. Lumayan 'kan bisa nambah uang jajan?"
"Lo pikir gue sales pakai segala jualin sabun ketoko-toko?!"
Ginjal Ayana bisa meletus nih, lama-lama. Serius, deh!
"Ya, terus kenapa, dong?" Wina mendengus. "Duit jajan nambah, bukan. Punya adek lagi, bukan. Lagi ultah juga bukan."
"Tau, ah! Males gue ama lo!" Ayana agak menghentakkan kaki. Balik badan dengan tampang kesal. Namun, sepersekian detik kemudian netranya menangkap postur tubuh Bagas yang menjulang. Cowok itu berdiri tidak sampai 2 meter dari tempat Ayana berdiri barusan. Ayana melihat Bagas melambaikan tangan diriingi senyum menawan.
"Pagi, Ayana!"
Yang disapa lagi tersenyum salah tingkah. Ayana menyelipkan sedikit anak rambutnya ke belakang telinga, "Pagi juga."
Bagas sedikit mengangkat tangan membenarkan tas ransel yang tersampir di bahu, tanpa mengurangi kesan keren karena senyum itu masih nangkring di wajah tampannya. "Kemarin pulang dengan selamat, kan?"
"Oh! Iya, kok! Kemarin kami selamat sampai tujuan tanpa kurang suatu apapun!" jawab Ayana riang sekali. Bagas jadi meningkatkan level senyumannya. Jadi makin lebar dan semakin menawan.
"Yaudah, kalo gitu gue ke kelas dulu."
Ayana mengangguk kalem."Bye, Ayana!"
"Bye juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Bagas! ✔
Novela JuvenilPetaka itu dimulai ketika Ayana iseng mengirim pesan ke kontak WhatsApp cowok yang ia taksir. -Oct, 2019 by auliadv All Rights Reserved