Ayana sedang duduk di sebuah bangku taman yang tak jauh dari rumah. Tangannya bergerak mengusap kepala seekor kucing yang kini berada dalam pangkuan. Tak lama, Bagas datang menghampirinya sambil membawa sesuatu yang ada di dalam kantong plastik bening. Bagas mengulurkan sekotak susu stroberi pada Ayana yang disambut senang oleh cewek itu.
Mereka berdua tak terlibat perbincangan selama beberapa saat. Lebih memilih menikmati embusan angin malam sembari memandangi langit gelap yang bertabur bintang. Hingga Bagas mulai membuka suara.
"Kenapa lo mau jadi pacar gue?"
Ayana menghentikan usapannya di kepala Banana dan menoleh menatap cowok itu. "Kenapa? Lo nyesel abis nembak gue?"
Bagas mendengus geli, "Lo bercanda?"
Setelahnya mereka tertawa. Bagas mengambil alih Banana dari tangan Ayana ke pangkuannya, kemudian gantian mengusap kepalanya.
"Lo sendiri kenapa nembak gue?"
Bagas diam sejenak sebelum mengatakan, "Karena lo suka sama gue."
Kedua mata Ayana kontan melebar. "Tau dari mana kalo gue suka sama lo?"
"Mau gue sebutin semua, nih, buktinya?" Bagas balik bertanya sambil menyeringai.
Ayana jadi ketar-ketir sendiri. Mendadak menyesal usai bertanya begitu.
"Satu. Lo mau jadi pacar gue setelah gue tembak beberapa hari yang lalu-"
"Kan udah gue bilang waktu itu. Ter-pak-sa."
Dan Ayana tak berbohong. Ia benar-benar terpaksa waktu itu. Lebih tepatnya, Bagas yang memaksa. Ayana benci jadi pusat perhatian dan ingin segera lenyap dari tatapan orang-orang. Ya, walau tidak bisa dipungkiri kalau Ayana juga suka sama Bagas, sih.
"Dua. Lo selalu memberikan respon yang bagus saat gue dalam masa pendekatan," lanjut Bagas sambil menggunakan jari-jarinya untuk membuat tanda petik di udara. "Kalo gue chat dibales, gue telepon diangkat-"
"Ya, masa kalo ada orang chat atau telepon dibiarin aja? Nggak sopan dong, namanya!"
"Tiga. Lo si Ayana yang waktu itu chat gue pakai sapaan imut, kan?"
Ayana mengernyit. Sapaan imut... macam apa?
"Hello, Bagas! It's me, Ayana."
"Udah gue bilang itu gue salah kirim-"
"Lo pikir gue sebego itu mau percaya gitu aja?"
Ah, sial. Ayana kini sudah seperti tersangka yang tidak ada harapan untuk membela diri sebab telah disudutkan oleh banyak bukti. Tinggal menunggu waktu lagi, jeruji besi bakal menyambutnya dengan senang hati. Ah, tidak. Itu berlebihan.
"Empat-"
"Masih ada lagi?!" Ayana melotot kesal.
"Masih, dan masih banyak lagi."
Bisa di-skip saja tidak, sih?
Bagas malah bermain ponsel. Ayana tak tahu cowok itu bakal menunjukkan apa. namun, ketika ia membuka galeri dan menunjukkannya pada Ayana, seketika cewek itu lupa cara bernapas yang baik itu bagaimana.
"Lo-buka buku gambar gue?"
Merespon pertanyaan Ayana, Bagas mengangguk dengan senyum polosnya.
"Oh, iya satu lagi!"
Kalau Bagas lanjut bicara lagi, Ayana bakal mengucap mantra teleportasi biar bisa kabur.
"Bentar, kayaknya gue bawa di tas, deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Bagas! ✔
Ficção AdolescentePetaka itu dimulai ketika Ayana iseng mengirim pesan ke kontak WhatsApp cowok yang ia taksir. -Oct, 2019 by auliadv All Rights Reserved