#43 suatu hari di mal

9.5K 1.1K 49
                                    

Selama hampir dua minggu ini, Ayana dan Bagas saling bertemu dan membicarakan banyak hal. Hampir tiap hari mereka bertemu di kafe secara tak sengaja—atau mungkin bisa dibilang disengaja, ya? Ayana dan Bagas memang tak pernah menginformasikan satu sama lain ketika ingin pergi ke sana. Hanya saja, mereka selalu datang di jam yang sama. Jam delapan malam. Menghabiskan waktu di sana selama satu jam, lalu kembali pulang ke rumah dan melanjutkan obrolan via telepon.

Akhir-akhir ini, daripada saling berdiam dan menikmati kesibukan masing-masing walau berada di satu meja yang sama, Ayana dan Bagas lebih saling terbuka. Mereka membicarakan banyak hal. Membicarakan tentang Ayana, tentang Bagas, tentang Nina, tentang Dio, atau tentang apapun yang sekiranya bisa menjadi bahan obrolan yang menyenangkan.

“Sekarang milkshake, nih?” tanya Ayana sambil melirik isi gelas milik Bagas di atas meja.

Bagas mengangguk diselingi tarikan di sudut bibir. “Gue penasaran, seenak apa sih sampai bikin lo nggak ngelirik minuman apapun selain ini.”

Ayana tertawa ringan. “Nggak ada yang special banget, sih. Cuma ya... gue kalo suka sama sesuatu, bakal sama itu-itu mulu sampai nanti gue bosen.”

“Pertanyaannya, kapan lo bosen?”

Bahu Ayana terangkat acuh, “Nggak tau.”

Mereka tertawa. Mbak-mbak pelayan kafe sampai hapal sama minuman yang selalu dipesan sama Ayana. Lain halnya dengan Bagas. Cowok itu selalu mengisi gelas atau cangkirnya dengan minuman yang berbeda setiap hari. Lalu seperti biasa, mereka menghabiskan waktu selama satu jam di kafe dan pulangg dengan motor masing-masing, menuju rumah masing-masing.

Jarum jam menunjukkan pukul 21.30 WIB.

Mau gue dongengin?”

Ayana tertawa. “Emang gue anak kecil?”

Mau nggak?”

“Yaudah, oke.”

Ayana berbaring, sesekali memiringkan badan, menambah tumpukan bantal untuk menyangga leher, sambil tertawa dengan suara yang tertahan.

Jangan kenceng-kenceng ketawanya, nanti lo dikira Mbak Kun.”

“Ya lagian, lo nggak masuk akal. Dimana-mana ending cerita Cinderella itu jadian sama Pangeran. Lah ini kenapa malah selingkuh sama bapaknya Pangeran gimana ceritanya?”

Itu namanya plot twist. Cinderella versi orang-orang ya beda sama versi gue.”

Bagas menjeda sejenak. Ayana mendengar suara air yang diteguk.
Kan udah gue bilang tadi. Pangeran itu ngundang Cinderella ke pesta karena hasutan bapaknya. Bapaknya pengin kenalan sama Cinderella, tapi takut ketahuan sama bininya. Jadi, sembunyi-sembunyi gitu. Terus ternyata si Cinderella juga jatuh cinta sama Raja. Tapi, dia tau nggak bisa memiliki Raja karena Raja udah punya istri. Akhirnya, mereka selingkuh di belakang Pangeran sama Permaisuri.”

Bibir Ayana sudah pegal karena menahan tawa. Matanya sampai berair. “Lo kebanyakan nonton sinetron.”

Hei, lo nggak nonton The World of the Married?”

“Lo nonton begituan?!”

Nyokap gue yang nonton.” Di seberang telepon, Bagas mendesah. “Dan gue disuruh ikutan nonton.”

“Hahahahaha!”

Jangan ketawa.”

“Hahahaaa!”

Gue bilang jangan ketawa!”

Ayana hendak tertawa lagi, tapi tidak jadi karena pintu kamarnya dibuka secara tiba-tiba. Melihat wajah Bunda nongol di sana, Ayana langsung panik. “Kamu ngapain jam segini belum tidur?”

Hello, Bagas! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang