Yura duduk di bangku panjang depan kelasnya. Seperti biasa, Yura mau mencari udara segar sambil menunggu teman-temannya berganti pakaian olahraga. Ia duduk sambil memandangi kakinya hingga dahinya mengernyit melihat mobil-mobilan berhenti di depan kakinya. Yura mengambil benda itu.
"Ngapain?"
Yura mendongak melihat sosok yang mengajaknya bicara dan ia menemukan Bima berjalan ke arahnya. "Duduk," jawab Yura sekenanya. Ia mengangkat mobil-mobilan di tangannya, "Punya lo, Kak?"
"Iya." Bima menyengir.
"Ngapain dibawa ke sekolah?" Yura mengernyit. "Udah mau lulus SMA masih main beginian aja. Nggak malu?"
"Ngapain malu?" Bima mengambil mainannya dari tangan Yura. "Kalo gue bugil, baru malu!"
Yura terkekeh. Bima ini memang absurd. Sudah rahasia umum.
"Gue jadi inget, pas masih SD kita pernah main beginian bareng."
Yura nampak antusias. Sementara Bima mengernyit bingung. "Bukannya pas SD lo demennya main berbi doang, ya?"
"Iya, terus lo nawarin buat naikin barbie gue ke atas mobil-mobilan lo. Biar kita bisa main bareng. Lo nggak inget?"
Bima masih mengernyit, "Emang pernah, ya?"
Yura mendecak. Ia kembali merebut mainan itu dari empunya. "Ini mobil-mobilan lo pas kecil, kan? Yang pernah masuk got gara-gara dimainin Bagas, terus basah, terus lo sampai ngambek sama dia selama 3 hari."
Bima membulatkan mata. "Gimana lo bisa tau?"
Bima memang pelupa. Tapi, ia tak pernah melupakan kejadian atau pun barang-barang berharga miliknya. Mobil-mobilan ini pemberian mendiang nenek yang dia sayang. Bima dekat sekali dengan neneknya. Makanya dia sayang banget sama mobil-mobilan ini. Dia bahkan sampai ngambek karena Bagas meminjamnya tanpa bilang-bilang dan malah dijatuhkan ke got.
"Gimana gue nggak tau, orang hampir setiap hari gue main ke rumah kalian. Kalo malam doang pulang." Yura mengendikkan bahu.
Bima menggeleng. "Oke, ganti pertanyaannya. Kenapa lo bisa inget dengan jelas kejadian 7 tahun yang lalu?" Bima tahu pasti kalau Yura itu sama pelupanya seperti dirinya. Bahkan lebih parah. Dia pernah mencari ponselnya sambil ngomel-ngomel dan Bima dituduh sebagai pelaku yang menyembunyikan ponsel berharganya itu. Sebab Bima memang jahil, sih. Tapi dia sama sekali nggak merasa menyembunyikan ponsel Yura. Dan pada akhirnya ponsel itu malah ditemukan di saku celananya sendiri.
Raut wajah Yura mendadak meredup. Ia tersenyum kecut, "Karena gue merasa, nggak ada yang perlu dilupain dari masa lalu kita."
Bima tertegun. Ia mengedip beberapa kali sambil mencerna maksud dari kalimat yang barusan ia dengar.
"Ra! Yok, ke lapangan!"
Seorang cewek yang Bima ketahui suka bermain stepgram mendadak muncul menarik lengan Yura.
"Kak Bim, gue duluan ya!" pamit Yura. Cewek itu melambaikan tangan dan Bima balas melambaikan tangan juga.
*
"Kali ini kelasnya digabung, ya. Sama kelas 11 Mipa 2."
Telinganya seakan tertampar dengan suara guntur yang menggelegar di langit yang cerah, Ayana terenyak. Suara Pak Fatur mendadak terdengar seperti jumpscare yang sering Ayana temui di konten-konten horor para vlogger di Youtube. Serius? Dari sekian banyaknya kelas seangkatannya kenapa harus 11 Mipa 2, sih?
"Eh, Bagas! Apaan tuh, di punggung lo! Hahaha!" Semua orang langsung memusatkan pandangan ke punggung Bagas usai mendengar celetukan Dhanis, teman sekelas Ayana yang juga kenal Bagas karena mereka sama-sama anggota club futsal sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Bagas! ✔
Teen FictionPetaka itu dimulai ketika Ayana iseng mengirim pesan ke kontak WhatsApp cowok yang ia taksir. -Oct, 2019 by auliadv All Rights Reserved