Ayana membuang napas sambil memandangi sebelah simpul tali sepatunya yang terlepas. “Gue ngapain ke sini, sih?”
Sembari berjongkok dan menyimpulkan tali, Ayana menepuk dahi. “Nanti ketemu Bagas lagi, dong?”
“Eh, tapi iya kalo dia masih di sana. Gimana kalo udah pulang?”
“Terus kalo dia udah pulang juga kenapa?”
Kesal, Ayana mengacak rambutnya. “Gue kenapa, sih?!”
Padahal, Ayana lagi enak-enakan rebahan di kasur. Sengaja pengin istirahat sebentar. Capek belajar mulu. Dia berniat tidur jam 8, tapi kenapa sekarang dia malah ada di kafe jam 8 kurang 15 menit cuma gara-gara abis lihat story WhatsApp-nya Bagas, coba?!
“Ah, bodo amat!”
Ayana merogoh saku celana dan mengeluarkan cermin berukuran kecil dari sana. Kemudian merapikan rambut yang sempat ia acak-acak tadi lalu mulai berjalan menuju pintu. Usai pintu kafe terbuka, Ayana tak menemukan cowok yang selalu menyambutnya di sana. Jadi, ia mengedarkan pandangan, berniat mencari meja dan kursi yang masih kosong. Hingga ia menemukan Bagas duduk di ujung sana sambil melambaikan tangan.
“Ayana, lo di sini juga?” tanya Bagas setelah cowok itu berada di hadapan Ayana. “Mau semeja ama gue, nggak? Gue nggak bakal ganggu lo kok.”
Ayana mengangguk kalem. “Oke.”
Sembari menahan senyum, Ayana berjalan mengekori Bagas. Sesampainya di meja dan kursi yang Bagas maksud, Ayana membulatkan mata. Ia bertemu cowok itu lagi. Dan seperti biasa, cowok itu tersenyum. “Wah, kita ketemu lagi.”
Ayana balas tersenyum menanggapi sapaan Jonathan. Bagas yang melihat itu jadi berdeham. “Abang bukannya sibuk?”
Jonathan mengernyit. “Nggak sibuk, kok.”
“Itu pengunjungnya lagi rame, lho.”
“Ya rame, sih.” Cowok itu mengangguk kecil. “Tapi, udah ada anak buah gue, kok. Mereka bisa handle.”
Bagas menghela napas. Ia mulai menggunakan isyarat mata. Menggerak-gerakkan bola matanya sambil memelototi abang sepupunya. Jonathan yang melihat itu memasang tampang bingung. Sengaja menggoda Bagas dengan pura-pura tak mengerti dengan apa yang dia maksud sambil menahan tawanya. Tapi, lama-lama kasihan juga. “Oh, iya lupa! Gue sibuk banget hari ini, Gas! Untung lo ingetin.”
Bagas tertawa. “Nah, iya kan. Gue bilang juga apa?”
Jonathan bangkit dari duduknya. Mendekat ke arah Bagas lalu menepuk punggungnya sambil mengatakan, “Have fun!” Sempat melihat Ayana tersenyum juga ketika ia melambaikan tangan dan pergi.
“Lo kenal?”
Ayana mengangguk ragu. “Dia sering nyapa gue di pintu,” sahut Ayana seadanya, membuat Bagas manggut-manggut.
“Lo sendiri... kenal?”
“Itu abang sepupu gue. Yang punya kafe.”
Ah, iya Ayana baru ingat kalau Bagas pernah bilang begitu saat mengajaknya ke sini tempo hari. Ya, walaupun nggak jadi ketemu, sih.
“Lo mau belajar?” Bagas bertanya sementara Ayana bingung mau jawab apa.
Mau jawab, “Iya mau belajar,” tapi lagi malas belajar banget, serius. Mau bohong juga dosa.
Tapi kalau dijawab, “Enggak. Cuma pengin ketemu lo aja,” ini malah lebih gila lagi. Bunuh diri namanya. Apa nggak bisa pass aja, nih? Atau call friend? Fifty-fifty? Ask the Audience?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Bagas! ✔
Ficção AdolescentePetaka itu dimulai ketika Ayana iseng mengirim pesan ke kontak WhatsApp cowok yang ia taksir. -Oct, 2019 by auliadv All Rights Reserved