#40 secret admirer

9.7K 1.2K 48
                                    

“Na! Nonton Anabelle, yuk! Gue bayarin, deh. Mau, nggak?”

“Nggak.”

Wina mendecak. “Ih, biasanya juga lo doyan ama yang gratisan.”

“Lagi nggak pengin nonton. Males.” Ayana melirik Wina yang duduk sambil memasang tampang kesal di sampingnya. “Lagian kayak lo berani aja nonton film setan.”

“Ya, karena gue nggak berani makanya ngajak lo! Gimana, sih?”

“Pergi sama pacar lo, sana!” ujar Ayana sambil memasang earphone ke telinga. Tapi, Wina sudah terlebih dulu melepasnya paksa bahkan ketika Ayana belum sampai memutar musik.

“Kalo dia bisa ngapain gue ngajak lo, sih!”

Ayana memutar bola mata. Contoh temen yang ngajak hangout pas ada butuhnya doang ya Wina ini. Tolong jangan dicontoh.

“Mau, ya?”

Ayana menghela napas. “Traktir gue seblak.”

Wina bertepuk tangan dengan riang. “Gampang! Mau beli sama lapak-lapaknya juga gue sanggup!”

*

Ayana menguap. Rasanya capek banget. Udah pulang sekolah sore, ditambah lagi harus nemenin Wina nonton film sampai pulang maghrib. Untung ditraktir. Jadi, Ayana pulang ke rumah tidak sedang dalam keadaan lapar, deh.

“Bunda! Kakak pulang!”

Ayana sampai di rumah dengan badan yang lelah. Setelah mandi dan ganti baju, ayana merapikan kamar lalu kembali memulai belajar usai melakukan ibadah maghrib. Dia mengernyitkan dahi karena tak menemukan buku catatan biologinya. Jadi, ia membongkar semua isi rak bukunya. Hingga tatapannya jatuh pada sebuah kotak karton warna merah bertuliskan ‘barang tak terpakai’ di bawah meja belajarnya. “Nggak sengaja masuk ke sana kali, ya?” pikir ayana.

Ayana memuntahkan semua isi kotak, kemudian ia berteriak histeris karena menemukan catatan biologinya. “Kan, bener! Ada!”

Sambil tersenyum senang karena telah menemukan apa yang dicari, ia kembali memasukkan semua barang yang dia muntahkan tadi ke dalam kotak itu lagi. Ayana menghentikan sejenak kegiatannya ketika melihat sebuah notes berwarna fuschia. Draf komik yang pernah dia tulis dan sampai saat ini belum tamat karena ayana memang tak berniat menyelesaikannya. Tapi, tunggu. Biasanya draf komik Ayana selalu berdampingan dengan drawing book miliknya juga. Tapi, kok ini nggak ada, ya?

Kotak yang sudah ia bereskan tadi ia bongkar kembali. Lagi-lagi Ayana memuntahkan isinya. “Kok nggak ada, sih? Masa ilang?!”

Seingatnya, Ayana tak pernah menyentuh benda itu lagi selama beberapa bulan ini. Dan Ayana ingat betul jika terakhir kali melihat benda itu ya, di dalam kotak ini. Ketika otaknya sedang berpikir dan mengingat-ingat, matanya membeliak.

Kak, Nina mau pinjem buku gambar, dong. Buku gambar Nina udah penuh. Kata Bunda disuruh pinjem Kak Nana dulu, baru besok dibeliin sama Bunda.”

Ambil aja itu di kotak.”

“Kotak mana, Kak?”

“Kotak di bawah meja belajar.”

“Yang warna merah ini?”

“Iya, itu.”

“Yang ada tulisannya drawing book ini, kan?”

“Hm.”

“Oke.”

*

“Nina mana, Bun?”

Hello, Bagas! ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang