Setelah kejadian semalam, Lisa langsung dibawa ke rumah sakit sementara Ray ditangkap oleh pihak kepolisian terkait kasus kekerasan.
"Pak, saya mau pulang," kata Lisa pada Jimin yang kini masih memegangi tangannya dengan kepala ditidurkan di atas ranjang sementara laki-laki itu duduk di kursi.
Sejak semalam Jimin masih mempertahankan posisi itu.
Bahkan, Jimin menangis dalam diam sambil terus memegangi tangan Lisa, meminta maaf atas kelalaiannya dalam menjaga Lisa. Kalau saja ia pulang lebih cepat pasti Lisa akan selamat.
Keadaan Lisa sudah membaik. Semalam, di pelukan Jimin ia terus menangis ketakutan. Sampai Jimin sendiri tidak tega melihat Lisa menderita seperti itu.
Karena tidak ada jawaban dari Jimin, Lisa kembali bersuara. Ia mengguncangkan tangannya di genggaman Jimin. "Pak... saya gak terluka parah kok-"
Jimin sontak mengangkat kepalanya. "Apanya yang gak terluka? Jelas-jelas semalam tubuh kamu tersungkur di lantai dalam keadaan diikat di kursi," katanya kemudian meraih dagu Lisa memperlihatkan sudut bibir wanita itu yang lebam. "Ini juga. Saya sudah bisa bayangin apa yang keparat itu lakukan ke kamu semalam."
Nada bicara Jimin naik satu oktav. Lisa tidak pernah melihat Jimin marah-marah seperti ini. Di hadapannya, Jimin selalu terlihat cool, bahkan terkesan menjaga image nya sebagai Kepala Perusahaan yang terhormat. Namun melihat kelakuan Jimin yang cerewet seperti ini membuat Lisa senang.
"Bapak khawatir sama saya?"
"Bodoh. Siapa yang tidak khawatir melihat istrinya diperlakukan seperti itu?!" Sekali lagi, Lisa tidak bisa menahan senyumannya karena mendengar Jimin mengganti namanya menjadi 'istri'.
Lantas Jimin menangkap gelagat Lisa yang terkesan menertawakannya. "Kenapa ketawa? Saya lagi gak bercanda. Ini serius, Lalisa. Saya benar-benar khawatir setengah mati."
Mata Jimin mendadak berair, Lisa bisa melihatnya karena mata biru gelap itu kini sedang menatapnya. Lantas Lisa tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengucapkan kata maaf.
Jimin menghela napas panjang seraya melemparkan pandangannya ke bawah. "Yang saya takutkan akhirnya kejadian juga,'kan," Kepalanya mengadah menatap Lisa. "ini akibatnya karena kamu gak mau pakai bodyguard. Ini masih di dalam rumah, gimana kalau kamu di luar?"
Baru saja Lisa ingin menjawab, namun Jimin menyela lagi. "Meskipun kita menikah hanya sebatas status, tapi kamu sudah jadi tanggung jawab saya," titahnya melembutkan nada bicara, kemudian melanjutkan. "Maka dari itu, jadilah wanita yang baik dan patuh pada saya."
Kepala Lisa menunduk menghindari tatapan Jimin karena merasa bersalah. "Iya, pak. Maaf."
Tidak ada percakapan lagi, mereka terdiam. Lisa memperhatikan Jimin yang kini sedang mengusap kedua matanya yang sembab akibat menangis semalam.
Kalau mengingat kejadian itu, rasanya membuat perut Lisa tergelitik. Orang yang paling dipandang oleh seluruh karyawannya di perusahaan, semalam menangis hanya karena merasa bersalah.
"Pak.." panggil Lisa. "Jangan kasih tahu yang lain ya terkait masalah ini. Termasuk Lucas. Bisa,'kan?" pintanya memberi Jimin tatapan memohon dan diangguki oleh laki-laki itu.
Mata Lisa melirik ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh pagi. "Bapak gak kerja? Sudah jam segini lho, pak."
Di luar dugaan, Jimin menggeleng. Ia malah mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Lisa dengan lembut sambil tersenyum manis. "Libur dulu. Saya mau tetap disini temani kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Mr. Park ✔
Fanfiction[COMPLETE] Bagi Lisa, ada satu kenyataan yang paling menyakitkan yaitu ketika ia mengetahui bahwa dirinya mandul dan tidak bisa memberi Jimin keturunan. Namun, ada kenyataan yang lebih menyakitkan, ketika Luna-saudara kembarnya-mengandung anak dari...