Setelah jogging keliling komplek selama kurang lebih satu jam, Jimin kembali ke rumah. Namun saat memasuki gerbang matanya terbuka lebar ketika melihat mobil sedan putih terparkir di garasinya. Ia berjalan lebih dalam dan mendapati Lisa dengan.. Bambam sedang berbicara di beranda.
"Maaf ya, Pak Jimin ngelarang aku bawa teman cowok ke rumah. Jadi kita tunggu Pak Jimin di sini aja, soalnya gak enak kalau pergi gak kabarin dia," kata Lisa dan Bambam mengangguk paham. Ia tidak keberatan soal itu.
"Oh? Pak Jimin sudah selesai olahraganya?" Lisa menyadari kehadiran Jimin sambil tersenyum, "Saya sudah siapkan sarapan—"
"Mau kemana?" tanya Jimin datar, terdengar dingin seperti biasa. Ia menatap Bambam sekilas yang melempar senyuman ke arahnya kemudian menatap Lisa dari atas hingga bawah. Wanita itu kini merias sedikit wajahnya tidak seperti biasa, pakaiannya juga sedikit berbeda: Dress hitam di atas lutut yang dihiasi motif berwarna merah.
Di hadapannya Lisa menjawab, "Saya mau pergi sama Bambam."
Jimin mengangguk pelan nyaris tidak terlihat. Matanya melirik paha mulus Lisa yang terpampang jelas. "Kamu gak kedinginan pakai dress sependek itu?"
Yang ditanya malah menatap ke arah langit yang memancarkan cuaca cerah serta matahari yang mulai memunculkan keberadaannya. "Cuacaya hangat kok, pak."
Jimin menghela napas, ia melirik ke arah Bambam sekilas sebelum berbicara lagi. "Tumben kamu make up-an."
"E-emang kenapa? Menor, ya??" seru Lisa seraya menepuk-nepukkan wajahnya.
"Iya. Menor banget," semprot Jimin bohong.
Sejujurnya, Lisa terlihat sedikit lebih cantik hari ini karena berdandan. Namun entah mengapa ia kesal melihat Lisa merias wajahnya saat berpergian dengan Bambam. Sedangkan pergi dengannya hanya dandan seperlunya saja. Bukan hanya soal make up! Soal pakaian Lisa malah membuat Jimin dua kali lipat lebih kesal.
Mendengar pernyataan Jimin membuat Lisa menekuk wajahnya, lantas ia menghadap Bambam. "Emang iya?"
Dengan enteng Bambam menjawab sambil tersenyum. "Engga,'kok, kamu cantik."
Kalau saja bukan karena menjaga image-nya. Ingin rasanya Jimin menarik mulut enteng Bambam yang secara terang-terangan memuji Lisa di hadapannya.
Enak aja, sembarangan bilang cantik ke istri orang!
Lisa tersenyum lebar setelah merapihkan poninya, "Yaudah, pak. Kita mau berangkat sekarang."
Jimin mengangguk dan akhirnya ia berbicara pada Bambam. "Selama denganmu, Lisa jadi tanggung jawabmu."
Belum sempat Bambam menjawab, Jimin sudah berbalik duluan menutup pintu meninggalkan mereka berdua.
Lisa malah menyengir ke arah Bambam. "Harus terbiasa, ya? Pak Jimin orangnya sulit berkomunikasi."
Bambam lagi-lagi mengangguk. "Oke. Never mind."
✨✨✨
Sore menjelang malam memang waktu yang pas untuk berkunjung ke Cheonggyecheon Stream bersama teman atau pasangan, menikmati pemandangan atau hanya sekedar berjalan kaki di trotoar.
Lisa sudah mengajak Bambam mengunjungi berbagai tempat di Seoul dan berakhir di sini, menikmati berbagai macam streetfood dan duduk di taman tepi sungai sambil ditemani alunan musik dari pengamen pinggir jalan.
Bambam menghela napas ketika punggungnya menempel pada badan kursi. Kepalanya menoleh ke arah Lisa, "Gimana ceritanya kamu bisa menikah sama Om-om itu?"
Mata Lisa melotot kaget, lantas ia memukul bahu sahabatnya itu. "Om-om?!" sungutnya, "Ya!* Kayaknya kasar banget kalau kamu bilang aku menikah sama Om-om."
*Ya. [korea] Hei.
Sejurus kemudian Bambam tertawa, "Just kidding, habis aku kaget aja gitu," ia mencubit hidung Lisa gemas, "temanku yang polos ini bisa-bisanya nikah sama laki-laki yang hampir kepala empat."
Lisa memutar mata jengah, "Perjodohan, dude."
Maka, Bambam mengangguk paham. "Iya, sih. Terlahir dari keluarga konglomerat, pasti dijodohin," katanya lalu melanjutkan, "Tapi apa kamu bahagia?"
Ditanya begitu membuat Lisa terdiam berpikir. Menikah dengan Jimin, apakah menyenangkan?
Samar-samar ia mengangguk, "Sejauh ini sih, gak ada masalah. Aku percaya, kok, Pak Jimin itu baik dan gak kayak laki-laki di drama yang kasar sama istrinya akibat pernikahan mereka dijodohkan."
Bambam tertawa mendengar itu. Pola pikir Lisa masih saja seperti remaja umur tujuh belas tahun.
Kepala Lisa menoleh ke arah Bambam, ia bertanya pada laki-laki itu, "Kalau kamu, gimana? Sudah berapa wanita yang kamu pacarin?"
"Lima. Dan semuanya gak ada yang berhasil."
"Wow, kamu ternyata fuckboy juga, ya?" kekeh Lisa bercanda. "Kenapa? Gak ada yang cocok?"
Bambam terdiam selama beberapa detik, "Ya. Karena cuma kamu yang cocok sama aku, Lisa."
"Hei. Kok diam?" tegur Lisa seraya menyenggol bahu Bambam. Laki-laki itu terkekeh kemudian mengangguk, "Iya. Setelah ini aku mau nyari yang ke-enam di Seoul. Kamu punya kenalan?"
Lagi-lagi Lisa memukul Bambam. "Ya! Dasar international playboy!"
Mereka berdua tertawa bersama, menikmati senja di tepi sungai sambil berbincang mengenai banyak hal.
Bagi Bambam, ia seperti di lempar kembali ke masa-masa SMA. Dimana ia bisa bercanda lagi melihat Lisa tertawa di hadapannya dengan bebas.
TBC
Terjebak friendzone si Bambam:(
Vomments nya juseyo!🤗🤗
Sweetheart,
Nadyazayn✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Mr. Park ✔
Fanfiction[COMPLETE] Bagi Lisa, ada satu kenyataan yang paling menyakitkan yaitu ketika ia mengetahui bahwa dirinya mandul dan tidak bisa memberi Jimin keturunan. Namun, ada kenyataan yang lebih menyakitkan, ketika Luna-saudara kembarnya-mengandung anak dari...