Entah ini mimpi atau bukan, yang jelas kalau ini benar-benar mimpi Jimin bersumpah tidak ingin membuka matanya.
Ia masih syok. Tentu saja. Perasaannya campur aduk kala mendengar bahwa Lisa mengandung anaknya.
Demi Tuhan. Bolehkah Jimin berteriak bahagia saat ini?
Sejak kepindahannya ke Thailand, Lisa sudah merasakan hal yang aneh pada dirinya. Ia mudah kelelahan, nafsu makan bertambah hingga membuat berat badannya naik, telat menstruasi, serta mual-mual.
Lisa merasa ada yang janggal, sampai-sampai Bibi Lice memaksanya untuk periksa ke dokter dan hasilnya Lisa dinyatakan positif hamil.
Saat itu Lisa tidak tahu harus merasa senang atau sedih. Senang karena ini yang diharapkannya serta membuktikan juga kalau ia tidak benar-benar mandul. Namun satu sisi ia merasa sedih karena waktunya tidak tepat. Ia sudah resmi bercerai dengan Jimin, meminta lelaki itu untuk bertanggung jawab juga tidak ada gunanya.
Alhasil Lisa dan keluarganya di Thailand merahasiakan ini semua. Sampai di bulan ketiga, Lisa pergi ke Korea menyelesaikan masalah yang ada.
Dan, berakhir disini. Di hadapan Jimin yang saat ini memandangnya dengan mata berkaca-kaca.
"Kenapa?" Jimin bertanya dengan suara serak. Ia memberi jeda setelah membantu Lisa mengenakan sweater nya kembali. "Kenapa kamu merahasiakan ini? Apa kamu berniat merawat anak kita sendirian?" Suara Jimin bergetar hebat.
Ia merasa jahat sekali selama ini. Membayangkan Lisa merawat kandungannya sendirian selama sembilan bulan saja Jimin tidak sanggup. Apalagi membesarkan anak itu sampai dewasa nanti? Tanpa seorang ayah?
"Maaf.." jawab Lisa rendah. Kepalanga tertunduk menghindari tatapan sendu mantan suaminya itu.
Jimin beringsut maju, menarik tubuh mungil Lisa ke dalam pelukannya. Mengusap bahu Lisa sementara tangan yang lainnya mengusap perut wanita itu. "Aku marah besar kalau kamu tega mengurus anak ini sendirian," katanya pelan.
Sementara Lisa memejamkan matanya dengan tangan melingkar pada Jimin. Ia menikmati setiap detik saat-saatnya dengan lelaki itu. Rasanya seperti mimpi. Baru kemarin ia terus menangis karena merindu, tersiksa oleh perasaannya sendiri. Namun sekarang tidak lagi, Jimin lelakinya; kini berada di pelukannya.
"Jangan menghindar lagi. Biarkan aku memperbaiki semuanya, melakukan tugasku sebagai seorang suami. Jangan pergi lagi, Lalisa."
Dalam diam Lisa mencerna semua ucapan yang dilontarkan Jimin. Samar-samar ia menghela napas panjang lalu mengadahkan kepala mempertemukan tatapan mereka. "Tapi, Mas. Kita kan bukan suami-istri lagi sekarang."
Jimin sontak tertawa ringan. Ia mengecup dahi Lisa sekilas. "Nanti aku nikahin kamu lagi."
Lisa tidak bisa menahan senyumnya kali ini. Melihat senyum Jimin yang ia rindukan mampu membuatnya ingin menangis bahagia. Lantas ia memegang sebelah pipi Jimin. "Beneran?"
"Iya, sayang," Jimin tersenyum. "Nanti nikahnya resmi. Kita rayakan secara besar-besaran. Biar seluruh dunia tau kalau kamu, punya aku."
Jimin menempelkan hidung mereka selama beberapa detik. Kemudian kembali memeluk Lisa, membiarkan wanita itu bergelung dalam dekapannya.
"Maafin aku ya, Mas, karena selama ini berburuk sangka sama Mas," bisik Lisa lembut. Jimin masih mengusap kepala calon istrinya itu membiarkannya untuk kembali berbicara. "Sayang Mas banyak-banyak." Lisa bergerak memeluk Jimin begitu erat sampai-sampai Jimin kesusahan untuk bernapas.
"Sayang," bisik Jimin lembut. "Peluknya jangan kenceng-kenceng."
Lisa menggeleng tidak peduli. "Aku ngga mau ngelepas Mas lagi kayak kemarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Mr. Park ✔
Fanfiction[COMPLETE] Bagi Lisa, ada satu kenyataan yang paling menyakitkan yaitu ketika ia mengetahui bahwa dirinya mandul dan tidak bisa memberi Jimin keturunan. Namun, ada kenyataan yang lebih menyakitkan, ketika Luna-saudara kembarnya-mengandung anak dari...