✨36 | Liar

938 86 15
                                    

Lisa mendapat satu kecupan hangat di dahi begitu Jimin tiba di rumah setelah bekerja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lisa mendapat satu kecupan hangat di dahi begitu Jimin tiba di rumah setelah bekerja. Ia membantu suaminya itu untuk membawa tas laptopnya serta membuka jas hitamnya. "Kok pulang cepat, Mas?"

Jimin berjalan membuka kulkas di dapur untuk meneguk sebotol air mineral. Ia mengelap bibirnya yang basah dengan tisu kemudian menuntun Lisa untuk mengikutinya memasuki kamar. "Papa hubungi aku kalau nanti malam ada pertemuan keluarga di rumah kamu. Mommy kamu yang ngundang, kamu ngga tau?"

Kepala Lisa menggeleng selagi ia meletakkan barang-barang suaminya itu. "Acara apa?" tanyanya kurang minat. Ia membantu Jimin untuk membuka kemeja kerjanya yang terlihat kusut untuk diletakkan di cucian kotor.

Jimin merasakan perubahan raut wajah istrinya. Ia duduk di tepi ranjang, mata birunya memandangi pergerakan Lisa yang baru saja keluar dari kamar mandi menyiapkan air panas untuk dirinya mandi. Hal itu setiap hari Lisa lakukan.

"Kenapa?"

"Kenapa apanya?" Lisa masih sibuk dengan kegiatannya enggan menatap wajah Jimin. Kini wanita itu sedang berdiri di depan meja riasnya entah sedang membereskan apa, padahal di sana sudah tertata rapih.

"Wajahmu. Kok murung gitu?"

Lisa tidak menjawab membuat Jimin bangkit menghampiri, memegang kedua bahu istrinya dan menatapnya dari pantulan cermin. "Kenapa, hm?"

"Aku bingung, Mas," Lisa balas menatap Jimin dari cermin. "Mommy pasti ngga mau lihat aku setelah tahu kalau aku—"

"Shh, no. Stop it." Jimin memutar tubuh Lisa agar menghadap ke arahnya. Ditatap mata besar milik Lisa dengan lembut. "Jangan dipikirin, ya? Everything will be okay. Ada aku, sayang. Mau seburuk apapun kamu, you're still her child."

Lisa langsung memeluk tubuh Jimin dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya itu. "Thank you for being the one who always supports me."

"Iya sayang." Jimin mengecup dahi Lisa cukup lama. "Jadi, nanti malam mau datang, kan?"

Kepala Lisa mengangguk kemudian mengadah sambil tersenyum. "Iya."

Melihat itu lantas Jimin ikut tersenyum membuat kedua matanya membentuk bulan sabit. Tangannya mengusak rambut Lisa gemas. "Gitu dong, senyum. My Princess ngga boleh sedih?"

✨✨✨

Seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, berbagai macam hidangan selalu siap tersedia di meja besar yang membentuk persegi panjang. Kini sudah waktunya memasuki hidangan penutup, keluarga Park dan Manoban sempat berbincang mengenai banyak hal tanpa membahas perihal kemandulan Lisa.

Di tengah-tengah perbincangan mereka, Lisa tidak berhenti menatap Luna yang duduk tepat di hadapan Jimin. Sering kali ia menangkap basah kembarannya itu menatap suaminya dengan pandangan yang semua wanita tahu ketika memandang laki-laki yang ia kagumi; tatapan memuja.

Entahlah apa hanya perasaan Lisa saja ia tidak mau berpikiran negatif, namun Lisa merasa spekulasinya tidak salah. Ia mengenal Luna dengan sangat. Ia juga sering memandang Jimin seperti Luna menatap suaminya itu sekarang.

Ada rasa ketakutan dalam benak Lisa kalau semua terkaannya benar. Hal itu bisa saja berpotensi pada hubungannya, ia kehilangan Jimin karena Luna mengambil alih suaminya itu.

"Lisa? Kamu dengar Mommy?"

Lamunan Lisa buyar ketika Sora mengajaknya bicara. Sontak Lisa memfokuskan dirinya pada percakapan yang sempat ia lewatkan. "Ya, apa, Mom?"

"Mommy minta maaf atas ucapan Mommy yang udah keterlaluan kemarin," Lisa menangkap senyum paksa di wajah Ibunya itu. "Tapi Mommy rasa ada benarnya juga. Bagaimana pun kamu harus terima kalau sewaktu-waktu Jimin menikahi Luna."

"Maaf? Apa maksudnya?" Ayah Jimin buka suara. Raut wajahnya bingung, ia menatap Sora dan Lisa bergantian.

Sementara Lisa meremat ujung dress nya sambil menghindari tatapannya dari semua orang. Di sisinya, Jimin menyembunyikan tangannya yang bergetar, ia merasa takut kalau apa yang terjadi antara dirinya dan Luna beberapa bulan yang lalu akan terungkap. Mata birunya menatap sosok Luna yang tergelak seraya tersenyum kemenangan ke arahnya.

"Apa maksudnya? Kenapa ngga tanya sama putra kamu aja? Oh.. apa dia belum cerita tentang apa yang dia telah lakukan pada anak saya, Luna?"

Perkataan Sora mampu membuat mata William—ayah Jimin—memerah. Ia menoleh tegas menatap putranya itu yang kini membeku menatap kosong minumannya. "Apa yang sudah kamu lakukan, Jimin?" William beralih menatap ke arah Lisa yang kini menatap suaminya meminta jawaban, wanita itu siap menangis dalam waktu dekat.

"Jawab Papa, Jimin." William kembali buka suara. Dan Jimin malah menggeleng lemah, masih enggan menatapnya.

"Apa, Mas? Ada yang kamu sembunyikan selama ini? Kamu ngelakuin apa sama Luna?" Lisa ikut buka suara, ia mengguncangkan tubuh Jimin untuk bicara. Namun tak kunjung dapat jawaban, lantas ia beralih pada Luna yang kini menundukkan wajahnya terlihat frustasi. "Luna, apa yang terjadi sama kalian?!"

Luna juga tidak menjawab. Suasana semakin tegang. William siap memukul putranya itu jika sesuatu buruk terungkap, namun ditenangkan oleh istrinya.

Karena Jimin tidak segera membuka suaranya, lantas Denish langsung menggeser ponselnya ke hadapan William dan Hyorin yang menayangkan sebuah video dengan adegan sepasang laki-laki dan wanita sedang bercumbu di bar hingga memasuki kamar VIP yang terletak di lorong paling pojok.

Mata kedua orang tua Jimin melebar kaget. Begitu melihat jelas bahwa itu benar-benar Jimin, lantas William segera bangkit dan memukul keras bagian kepala putranya itu dengan murka. "Brengsek! Maksudmu apa?!"

"Pa, cukup! Jangan. Kasihan anak kita, Pa.." Hyorin menahan suaminya itu dengan cara memeluk begitu erat sebelum William benar-benar membuat putranya babak belur.

William menggeser kasar benda pipih yang baru saja ia pegang ke hadapan Jimin. "Kamu mau malu-maluin Papa, hah?! Satu aja ngga cukup buat kamu?! Apa Lisa kurang untukmu?!" bentaknya sambil menarik jas hitam Jimin hingga menimbulkan suara robek.

Sementara Jimin hanya diam di samping Lisa yang sudah menangis menyerangnya dengan ribuan pertanyaan. Mas, apa benar? Bilang kalau itu bukan Mas. Mas cuma cinta sama aku, kan?

"Luna hamil."

Semuanya sontak menoleh ke arah Denish yang memasang wajah datar dan memandang menantunya terluka. "Apa yang akan kamu lakukan, Jimin? Kamu menyakiti anak saya, kemudian menghamili anak saya yang lainnya. Maumu apa?" serunya dengan tangan terkepal di atas meja.

Di sisinya Luna sudah menangis terisak sambil memegang perutnya.  "I-ini ngga sepenuhnya salah Jimin, Dad.."

"Tetap saja kalian melakukannya!" Suara Denish meninggi. Ia memandang lurus ke arah Jimin. "Cepat atau lambat kamu harus menikahi Luna. Entah harus menceraikan Lisa atau mempoligaminya, itu urusan kamu. Bagaimana pun juga, cucu saya butuh seorang Ayah. Kamu harus bertanggung jawab atas apa yang kamu perbuat."

TBC

Haii!! Ketemu lagi. Jangan bosen-bosen ya. Tetep setia tunggu cerita ini sampe tamat!

Oh ya, makasih ya yang selama ini udah vote dan komen. 🥺💜

Borahae,
Nadyazayn✨

Married With Mr. Park ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang