✨35 | His

707 79 8
                                    

empat bulan kemudian..

INI sudah tiga bulan lamanya dimana Luna merasakan ada yang aneh ada dirinya.

Akhir-akhir ini Luna merasa kelelahan saat bekerja di kantor, padahal jam kerjanya normal dan jarang sekali dirinya mengambil lembur hingga larut malam. Luna juga merasa perutnya sesekali keram hingga membuatnya mual-mual dan keringat dingin. Selain itu itu, ia juga telat menstruasi.

Ia sudah meminum obat dari apotik namun itu sama sekali tidak membantu.

Orang kantor juga bilang pada Luna bahwa ada yang berbeda dengan dirinya. Ia terlihat sedikit gemuk dan sangat sensitif saat bekerja di kantor.

Gejala-gejala tersebut membuat jantung Luna berdetak, pikirannya berkeliaran kemana-mana memikirkan sesuatu terjadi padanya.

Luna berpikir kemungkinan besar dirinya hamil.

Entah ia harus senang atau apa, meskipun ini anaknya Jimin atau bukan, Luna harus memiliki seorang suami terlebih dahulu sebelum melahirkan. Ia tidak mau image nya sebagai public figure jelek karena hamil di luar nikah.

Luna sudah membuat janji berkonsultasi dengan Dokter Lim. Maka, di sinilah ia berada.

Dokter Lim memberi wadah kecil padanya, meminta urinnya untuk diperiksa. Apakah dirinya hamil atau tidak. Masalahnya, gejala yang disebutkan Luna menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Jadi, mau tidak mau Dokter Lim akan membuktikannya melewati testpack. Selang beberapa menit, Luna keluar dari toilet dan memberikan urinnya pada Dokter Lim. Ia membeku di kursi sambil memperhatikan dokter itu memeriksa dengan testpack.

Jantungnya berdegup kencang ketika Dokter Lim membalikkan tubuh ke arahnya sambil tersenyum. Ia meletakkan alat yang ia pegang ke hadapan Luna, membuat wanita bersurai karamel itu melotot kaget dengan mulut menganga.

Dua garis merah.

Luna. Positif hamil.

"Dokter.. ini beneran?" tanya Luna masih tidak menyangka. Dokter Lim mengangguk sambil tersenyum, ia membimbing Luna untuk duduk di ranjang pasien agar diperiksa lebih lanjut.

Dada Luna naik turun, Dokter Lim tersenyum menenangkan. "Rileks aja," katanya sambil sibuk dengan alat medisnya sebelum memeriksa kandungan Luna. "Sejak kapan?" tanya dokter itu tiba-tiba membuat Luna terkesiap dan tidak langsung menjawab. "Kalian sudah melakukannya,'kan? Malam itu?" lanjut Dokter Lim lagi dan Luna tidak berniat untuk menjawab, ia tetap menidurkan dirinya menenangkan diri.

Dokter Lim permisi membuka kemeja Luna dan mengoleskan gel USG ke daerah perut wanita itu. Kemudian ia memasang probe pada permukaan perut dan menggerakkannya secara perlahan di sekitar pusar hingga terdengar suara berdetak yang dikeluarkan dari mesin Fetal Doppler.

"S-sudah berapa minggu..?" ucap Luna akhirnya. Ia sedikit ragu untuk bertanya.

Dokter Lim masih sibuk menggerakkan mesin medisnya di atas permukaan perut Luna yang sedikit membuncit. "Kurang lebih sudah tiga bulan. Terakhir, dengan siapa Anda have sex?"

"Empat bulan yang lalu. Dengan Jimin," jawab Luna sedikit cepat. Telinganya fokus mendengarkan detak jantung janinnya yang teratur.

Pengakuan Luna membuat Dokter Lim mengangguk kemudian membereskan alat medisnya dan membiarkan Luna untuk duduk kembali di kursi. Dokter Lim mengangguk kemudian bertanya dengan enteng. "Pakai pengaman?"

"Tidak."

"Sebelum dengannya, Anda ada have sex dengan laki-laki lain?"

Luna sempat berpikir, memorinya kembali berputar saat dirinya masih menetap di LA. Detik selanjutnya ia mengangguk, "Ya, ada. Dengan mantan kekasih saya, lima bulan yang lalu."

Lagi, pengakuan Luna membuat Dokter Lim sedikit terkejut. Ia diam sejenak kemudian berkata, "Anda yakin bayi yang ada di kandungan Anda merupakan anak Jimin?"

✨✨✨

Luna memijat pangkal hidungnya selagi langkahnya memasuki rumah. Ia langsung disambut kedua orang tuanya yang sedang minum teh di ruang tamu. Luna tersenyum sekilas pada mereka, jantungnya bedegub kala teringat apa yang ingin ia bicarakan pada mereka perihal dirinya hamil.

Bagaimanapun juga, Luna takut kalau kedua orang tuanya—terlebih Sang Ayah—begitu mengetahui kalau ia mengandung anak Jimin.

Luna memutuskan untuk memberitahu mereka secepatnya. Lebih cepat, lebih baik, yang artinya ia akan semakin cepat merebut Jimin dari Lisa.

Maka dari itu, setelah membersihkan diri, Luna menghampiri kedua orang tuanya yang masih berbincang di ruang tamu. Dengan canggung, ia duduk ragu-ragu di hadapan mereka seraya tangannya menggenggam benda panjang yang ia sembunyikan.

"Mom, Dad," serunya membuka percakapan.

Denish tersenyum sambil menyandarkan punggungnya pada sofa, menatap putri kebanggaannya itu. "Apa, my Lady?"

Lady. Panggilan yang selalu Denish gunakan pada putri kembarnya itu.

Di sebelahnya, Sora tersenyum sambil memperhatikan gimik Luna yang sedikit aneh. "What's wrong? Mau bicara apa?"

Dengan segenap keberanian, Luna meletakkan benda yang sedari tadi ia sembunyikan di atas meja. Sontak kedua orang tuanya mendekat dan Sora meraih benda itu, membuatnya melotot kaget. "W-What?! Are you kidding me, Laluna?!" suara Sora menyebar ke seluruh ruangan.

Denish memasang wajah tenang meskipun ia sangat terkejut, namun ia menatap putrinya tegas. "Siapa?" tanyanya datar, tapi Luna bisa merasakan bahwa Ayahnya sangat marah.

Lamat-lamat Luna menangis, ia menunduk sambil meremat perutnya yang sebentar lagi akan membuncit.

"Siapa, Luna? Jawab Daddy." Denish bertanya lagi, namun kali ini lebih tegas. Sementara istrinya menatap testpack yang menunjukkan dua garis merah di sana dengan tatapan tidak percaya.

Luna masih tidak menjawab. Ia semakin terisak sambil menghapus air matanya berkali-kali. "A-aku ngga bermaksud ngelakuin ini, Daddy.."

"Anak siapa yang ada di dalam perut kamu? Jawab Daddy, sebelum Daddy marah." Mata Denish sudah memerah, rahangnya mengeras membuat istrinya memegang lengannya guna menenangkan.

"Walaupun Daddy dan Mommy membebaskan pergaulan seks kamu, bukan berarti kamu bisa seenaknya, Luna. Kamu itu sudah dewasa, kamu dan Lisa sering Daddy ajarkan sex education dari kecil biar hal seperti ini tidak terjadi di masa depan," ujar Denish meninggikan suaranya membuat beberapa pelayan yang sedang berada di sekitar beringsut ke belakang dapur.

"Kamu itu public figure, pembisnis, orang terpandang. Gimana kalau image kamu turun karena semua orang tahu kalau hamil sebelum nikah? Keluarga kita sangat amat menjauhkan hal itu, kamu tahu." Denish menghela napasnya berat. Ia merasa gagal menjaga putri kebanggaannya.

"Cukup, Dad," ucap Sora. Ia kembali menatap Luna yang masih terisak, tatapannya lembut tidak seperti sosok suaminya yang tegas. "Luna, my Lady, jawab Mommy, siapa ayah dari janin kamu sayang?"

Mendengar suara Ibunya yang lembut dan penuh kasih sayang, mampu membuat Luna mengadahkan kepalanya menatap kedua orang tuanya itu. "Jangan marah sama Luna.. I don't know why this happened. But this is not all I started, Mom, Dad.."

Denish mengerjap, ia memijit pelipisnya yang mulai pusing. "Okay. Tell us now. Siapa?"

Tangan Luna meremas perutnya kemudian ia menjawab. "Jimiere Inson—Park Jimin. He is the father of my child, Dad."

TBC

PLIS JANGAN PADA EMOSI😭

INGET YA. INI. BUKAN. CERITA. SEDIH. PAHAM?

VOMMENTS GUYS. MAKASIH😭💜

Love,
Nadyazayn✨

Married With Mr. Park ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang