'STA; 02'

66.9K 5.8K 576
                                    

-oOo-

XI IPS 4, merupakan ruang belajar yang tidak bisa dikatakan layak pakai. Bisa dikatakan demikian karena ruangannya yang kotor dengan sampah yang berserakan dilantai, dibawah meja serta didalam laci yang menimbulkan sarang nyamuk. Bukan hanya itu saja, kelas XI IPS 4 juga termasuk kelas bobrok dengan murid bar-bar dan IQ rendahan.

Banyak yang mengenal kelas kotor itu, guru bahkan kelapa sekolah hanya mampu geleng-geleng kepala saat melewatinya.

Beberapa kali atau bahkan sering guru harus menunda pembelajaran akibat kelas yang seperti kandang kambing. Sebagai guru yang mendidik muridnya disiplin, lebih baik menyuruh membersihkan kelas terlebih dahulu sebelum pelajaran berlangsung.

Bukan XI IPS 4 namanya jika tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan. Mereka malah mengulur-ulur waktu saat membersihkan kelas sampai bel istirahat berdering.

Bu Endang, selaku wali kelas hanya mampu menghela napas lelah walupun emosi sudah sampai ubun-ubun kala setiap guru mengeluh dan mengomentari murid didiknya yang tidak bertanggungjawab.

Seperti kali ini, Bu Endang sudah berkhutbah pagi-pagi begini melirik tajam siswa satu persatu yang dibalas tundukan tidak berani menatap.

Sampai bosan rasanya harus memberi arahan kepada kelas XI IPS 4 yang memang bandel jika masalah beginian. Matanya makin menajam kala tak sengaja menangkap objek yang mengundang kemarahannya.

"Alena, ini kenapa rambutnya diwarnai ungu begini?!" Tanya Bu Endang dengan berkacak pinggang.

Alena Yang sedang fokus memotong kuku mendadak terkejut bukan main ketika sadar dirinya menjadi semprotan.

"Eh, ibu, ini tuh namanya tren. Gimana? Bagus kan, Bu?" Kata Alena dengan menampakkan senyum konyol.

"Bagus apanya? Udah bajunya kekecilan, rok pendek, otaknya juga cetek."

Astaga... Udah tua tapi omongannya pedes banget. Alena berdecak pelan dengan bibir menggerutu. Apalagi matanya tak sengaja melirik Yasmin dan Tesa yang cekikikan ditempat duduk.

"Ibu Endang yang cantik, itu tuh tren jaman sekarang. Bahkan YouTubers sama selebgram juga kaya gini."

"Tapi ini masih area sekolah dan sangat dilarang, Alena!"

Alena malah santai saja, meniup ujung kukunya Yang telah selasai dipotong kemudian menatap wanita paruh baya tanpa rasa bersalah. "Guru disini juga banyak yang rambutnya dicat, kok."

Bu Endang butuh selang oksigen, dia sangat membutuhkannya sekarang juga. "Siapa? Coba beri tahu saya." Katanya menantang. Memang benar disini tidak ada guru dengan rambut dicat seperti Alena itu.

Si lawan bicara nampak merekahkan senyum manis yang dibuat-buat. "Terus ibu apa kabar? Rambutnya dicat warna putih begitu."

Seketika kelas riuh dengan tawa yang menggelegar akibat perkataan Alena yang begitu konyol dan bisa dikatakan benar. Jangan tanya bagaimana reaksi Yasmin dan Tesa yang menggebrak-gebrak meja akibat ngakak berlebihan.

Wajah wanita paruh baya itu merah padam, bukan, bukan karena malu tapi kemarahannya tidak bisa terkontrol lagi. "Alena! Kamu mengejek ibu yang sudah ubanan ini, ha?!"

Gadis itu hanya mengangkat bahunya acuh, toh yang dikatakan memang benar. Kalau dipikir-pikir masih mending dirinya saat mencat rambut tidak tanggung-tanggung tapi sekaligus, dari pada Bu Endang cuma depannya saja yang diwarnai putih sedangkan rambut di bagian belakang nampak masih hitam.

"Loh, itu uban to? Saya kira emang beneran diwarnai." Katanya sambil terkekeh lucu sendiri dengan pikirannya yang ngawor.

Karena takut darah tinggi, Bu Endang memilih undur diri membiarkan muridnya keluyuran sana-sini, tidak peduli dia butuh pasokan oksigen yang cukup.

SI TAMPAN AERO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang