'STA; 27'

52.2K 5.3K 674
                                    

-oOo-

PAGI ini cuaca sangat dingin dengan angin kencang yang menerpa beberapa pepohonan membuat bunyi mengerikan bak angin topan.

Jam menunjukkan pukul 07.43 tapi langit terlihat gelap dengan sedikit cahaya. Bisa diperkirakan kalau hujan sebentar lagi akan mengguyur.

Beberapa orang mungkin tidak ada niatan untuk keluar rumah di cuaca seperti ini apalagi bertepatan pada hari Minggu. Berlama-lama didalam kamar dengan selimut tebal yang membalut tubuh pasti menjadi kegiatan yang patut dilakukan.

Tapi tidak dengan seorang gadis dengan rambut tergerai. Dia malah diam melamun di teras rumah keluarga Aero. Angin kencang yang menerpa kulitnya tidak membuat Alena goyah sedikit.

Dari semalam Alena tidak bisa tidur dengan nyenyak walau kasur dikamar sangat empuk dan nyaman. Ia selalu memikirkan ucapan ibunya kemarin.

"Jajak kakak tiri kamu Alena,"

Kata tersebut berputar-putar diingatan bagai kaset rusak. Yakin tidak yakin tapi tidak mungkin ibunya berbohong. Untuk apa juga kan?

Lalu, dia? Apakah Alena bukan anaknya?

Apakah Mamanya tidak rindu?

Kenapa hidupnya begitu miris. Apa Alena harus hidup dengan sandiwara? Menolak luka walaupun kenyataannya memang benar adanya. Alena ingin membenci tapi kenapa sulit sekali.

Alena mengetok kepalanya berharap bisa melupakan kejadian itu tapi, naas malah wajah Jajak melintas begitu saja.

Sial, sejak kapan air matanya menetes.

Apa benar kalau semua ini salahnya?

Alena menghela napasnya pelan. Kedua kakinya ia naikan diatas kursi kemudian tangannya memeluk lutut bersama dengan kepala yang ia benamkan disana.

Alena terisak merasakan remasan dihatinya. Andai ia tidak menyuruh Jajak pergi, mungkin Jajak tidak akan mengalami kecelakaan yang menyebabkan koma.

"Alena,"

Bahu Alena yang terguncang karena tangisan kini berhenti begitu seseorang memanggilnya. Tanpa melihat siapa pelakunya Alena sudah tahu betul pemilik suara itu ada Aero.

Tangisannya semakin menjadi begitu Aero duduk berjongkok di bawah. Kemudian Aero menurunkan kedua kakinya membuat wajah Alena yang terbenam kini terlihat.

Aero menghela napas melihat mata Alena yang sembab dengan lingkaran hitam disekitarnya. Kemudian, hidung Alena yang sedikit memerah.

"Dipanggil bunda," kata Aero sambil berdiri.

Alena menggeleng. "Gue mau ketemu Jajak,"

"Iya, tapi setelah makan." Aero berusaha tidak mengalah kali ini. Bahkan semalam Alena tidak menyentuh makanan yang ia beri.

Alena ingin menolak lagi tapi perkataan Aero selanjutnya membuat Alena mendongak cepat.

"Jajak sadar."

Alena menegakkan badannya. Ia menarik tangan Aero. "Ayo, Er, kita ketempat Jajak sekarang!"

SI TAMPAN AERO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang