13 - Demi Fauzi

3.2K 704 75
                                    

Perasaan aneh menggerayangi keenam siswa magang katering Tante Shafira, tepat di saat seluruh persiapan resepsi pernikahan mencapai tahap final. Ekspresi kantuk jelas sekali tercetak di wajah Reno, Harsya, dan William, sementara Arif dan Fauzi sungguh antusias, maka Galih tergolong biasa saja sambil sibuk meneliti potongan cokelat hias di atas pétit fours yang menggugah selera.

Kekesalan Reno memuncak, saat tahu semalam ia dan ketiga kawannya tidak berhasil bertemu dengan Leon dan Tante Shafira, meski berujung lega atas keadaan Harsya yang baik-baik saja.

Ternyata, Harsya hanya bertemu dengan wakil keluarga dari sepasang pengantin hari ini, sekedar menyemangatinya dan William di restoran.

"Kusut bener lo. Itu muka apa benang wol?" Galih menyenggol siku Reno kala usai memasang dasi kupu-kupu di kerah kemeja. "BTW, gue udah ganteng belom?"

Diperhatikannya Galih dari kepala hingga ujung sepatu pantofel, dengus napas Reno memanjang, membuatnya lebih konsentrasi untuk menata botol-botol Sprite saja di hadapannya seraya berkata...

"Ganteng kok buat ukuran babu."

Mendecih sabar, Galih lantas meninggalkan Reno, beralih menemui Arif yang tengah menutup chaving dish. Memastikan agar semua hidangan telah siap.

"Rif,"

"Apaan?"

"Gue lebih cocok jadi orang bengkel, pastry chef yang jaga di kawinan orang, atau calon suami Tante Shafira?"

"Lu udah gila? Mabok gula pasir?" Arif hampir ngakak mengetahui tingkat pede Galih mengudara. "Minggir ah, kerja sono!"

"Yeuu.. sama aja lu kayak si reren. Ngeselin." Cibir Galih, kemudian memutuskan untuk berdiri tegak di samping meja tempat sajian penutup berada.

Pokoknya, hari pertama bekerja sebagai part timer kali ini harus maksimal!

***

Acara resepsi di Balai Kartini berjalan normal dan lancar, sepasang mempelai dan keluarga besar, para tamu, kesediaan hiburan, dan lain-lain sukses menyunggingkan senyum Tante Shafira, yang kini asyik menikmati fruit punch racikan Reno di belakang dapur.

Harsya sendiri tampak giat bekerja. Tidak sekali pun keluh kesah keluar dari mulutnya ketika mencuci piring, gelas, cutleries, dan mengurus napkin kotor untuk diganti dengan yang bersih dan baru.

Di bagian VIP, terdapat William versi sopan dan serviceable, sesekali menyapa beberapa orang yang dikenalnya merupakan kolega sang papa dan mama.

"Duhh.. gantengnya kamu, Dek, kelas berapa?" Sapa seorang ibu kepada Fauzi, ketika siswa Labsky itu menuangkan kuah kaldu ke dalam mangkuk bakso.

"Saya kelas 12, Tante."

"Lho? Udah mau ujian kok malah kerja?"

"Ada keperluan mendesak, Tante. Silakan dinikmati baksonya."

"Makasih ya, Dek. Udah punya pacar?"

Di meja seberang, Galih hampir tergelak saat melewati keduanya.

Ingin Fauzi menaboknya segera.

"Udah, Tante."

"Yah.. sayang banget. Daahh, Fauzi. Sampe ketemu."

Bergidik tak karuan, buru-buru Fauzi fokus mengerjakan bagiannya. Tak peduli ada Arif di sampingnya hendak membawa tray berisi nasi goreng panas untuk diisi ulang.

"Cieee.. Berlian libur, dapet tante penghibur. Mantep nian Bang Oji."

"Berisik lu, sendok warteg."

Bukan Reno namanya kalau tidak ikut campur. Ia lantas turut berseru di balik meja bar.

"Bang Oji! Bakso tetelan satu, ya. Nggak pake saos sama kol!"

Kontan tamu-tamu beserta mempelai di dekat sana meledakkan tawa. Mereka tak menyangka katering Berkah Amunggraha menyediakan fasilitas komedi selain masakan jempolan.

Sadar akan hal baru, Galih menyambar sebuah mikrofon menganggur di atas panggung, usai memotong-motong puding cokelat.

"Dimohon kepada Bapak Fauzi Birawan agar menjadi abang bakso kesayangan Nona Berlian di rumah, jangan mengumbar pesona ke khalayak umum karena SAYA MASIH JOMBLO."

Mendengar suara yang tak diharapkan, Harsya berhenti mengelap piring, menatap horor Tante Shafira, berusaha menahan tawa geli.

"Setan alas itu anak nggak tahu tempat banget.." Arif cengar-cengir tanpa dosa.

Untunglah para koki dan pekerja lain tidak protes, malah senang karena hadirnya tepian stres.

"Rame banget anak-anak didik lo, Fir. Nemu di mana sih lo sama Leon?" Sang mempelai wanita lantas bertanya penasaran, begitu Tante Shafira menyapanya di dekat panggung pelaminan.

"Ada lah, pokoknya. Nikmatin aja, ya!"

Sepasang mempelai itu mengacungkan dua jempol, ketika Tante Shafira memutuskan untuk berkeliling.

Sampailah ia memandang Arif kagum. Anak lelaki itu mampu berkomunikasi dengan beberapa tamu yang memuji masakannya.

"Kalau aja gue bisa nemuin mereka lebih awal, misi gue harusnya bisa berhasil tuntas nggak pake nunggu lama..."

Hingga lagu A Thousand Years dari Christina Perri teralun indah oleh seorang wedding singer, akhirnya menyunggingkan senyum Fauzi diam-diam.

Ah, salah satu kesukaan Berlian. Jadi ingat, dulu Fauzi menyatakan perasaannya dengan bermain gitar dan menyanyikan bagian refrain-nya.

Bolehkah ia berandai-andai sedikit bila suatu hari nanti dapat merajut masa depan dengan gadis manis itu?

"Jangan bengong, Bang Oji, hati-hati.. itu pancinya panas."

Seorang pria paruh baya berbatik lurik menegur halus, membuat Fauzi segan dan berterima kasih, walau ia sungguh ingin menggulingkan teman-temannya ke dalam adonan perkedel kentang.

Oh, kecuali William dan Harsya.

Sayangnya, kedamaian itu hanya sesaat.

"Bang Oji,"

Waduh.. siapa pula cewek cantik berusia pra remaja setinggi pinggang Fauzi, berdiri tersenyum padanya sekarang?

"Ya? Kenapa, Dek?"

"Aku temennya Ko Reno sama William di sekolah. Kata William, Bang Oji ganteng. Eh.. beneran. Kalo udah putus sama pacarnya, bilang-bilang, oke? Dahh.. Abang!"

Tidak jadi. William sama setannya.


***BERSAMBUNG***

AKARSANA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang