Sulit bagi Fauzi untuk menahan tatapan kagumnya terhadap Berlian, ketika antusiasme belajar dibantu Jana di ruang keluarga rumah kekasihnya, menarik atensi lelaki itu yang sedang meminum segelas air dingin di dapur.
Disusul oleh Galih yang membuat kopi panas atas suruhan Berlian supaya tidak bosan, mereka diam termenung.
"Kasihan Jana." Fauzi mengawali cakap, mengangkat dagu Galih.
"Kenapa?"
"Cewek seumur kita harusnya sekolah, jalan-jalan sama keluarga, seneng-seneng bareng temen, bebas ngapain aja, bukannya malah mau dijual orang tuanya sendiri. Lo nggak lihat tadi ekspresi muka dia pas kenalan sama gue? Depresi banget."
Mereka masih berseragam sekolah, lupa membawa baju ganti, mengenangkan Galih pada momen di mana Jana diantar olehnya ke rumah Berlian dua jam lalu. Berhubung ada Fauzi dan Harsya, diceritakanlah semua kebenaran itu oleh Galih dan Jana pun mengiyakan jujur.
Beruntung Berlian mau menerima keadaan Jana dengan tangan terbuka. Ia senang memiliki teman baru, bisa diajak belajar bersama pula. Harsya pun demikian, malah Jana terlihat seperti ibu guru privat bagi siswa kelas sembilan itu.
"Reno, William, sama Arif OTW ke sini." Kata Fauzi sambil mengecek ponsel. "Kebetulan orang tua Berlian lagi di rumah saudara, dititipin pula ke gue. Nggak apa-apa kan nih tempat kita jadiin markas dulu?"
Jempol kanan Galih teracung. "Cakep. Ajudan lo udah ready? Dua personil tambahan binaan bokap udah gue mintain tolong kawal di bagian belakang rumah soalnya."
"Tenang. William sama Reno juga udah sediain sniper dari bokap masing-masing. Ada di beberapa sudut, diizinin RT sini."
Kelihatannya Arif dan Harsya tidak memberi fasilitas penjagaan sama seperti keempat orang lainnya, namun mereka justru jagonya bela diri. Selain buku PR dan pelajaran penting, terdapat sapu lidi, tali tambang, minyak angin, dan pisau pramuka turut hadir di dalam tas Harsya.
Coba nantikan apakah Arif akan menunjukkan perbekalan luar biasa, atau kejutan lainnya.
"Kita kayak ngelangkahin otoritas Tante Shafira nggak sih? Kita kan belom izin sama dia kalo kita amanin Jana di rumah pacar lo." Galih berujar khawatir. Fauzi sendiri bingung, ia bahkan tidak sempat berpamitan secara layak pada papa dan mamanya.
"Gue rasa si tante udah lepas tangan dan serahin semua ke kita, Bang."
Harsya tiba-tiba nongol menyedot sekotak susu rasa ketan hitam.
"Tante Shafira udah tahu Kak Jana di rumah Kak Berlian dianter Bang Galih."
"KAN!! NGGAK MUNGKIN DIA NGGAK TAHU!" Jerit Galih pusing. "Lo dikabarin si tante, tong? Bilang apa tuh tante cakep satu?"
"Tante Shafira tuh cenayang atau reinkarnasi dari masa depan sih? Apa jangan-jangan HP kita disadap lagi? Tapi tadi diperiksain sama orang IT di rumah nggak ada apa-apa tuh."
Fauzi meringis ngeri. Sering menonton film action bukan berarti sekarang utuh dialami, bukan?
"Tante Shafira telepon gue, minta tolong kita semua super hati-hati. Bokap Kak Jana ngamuk, Bang, tahu anaknya lo bawa pergi. Mana supir Kak Jana lengah pula. Katanya disengaja sama Mama Kak Jana, biar Kak Jana bisa kabur." Ada setitik rapuh di sela kalimat Harsya. "Bang... gue takut, jujur aja. Gue pengen banget selametin Kak Jana, tapi kalo inget dia siapa dan hubungannya gimana sama Tante Shafira... gue belom pengen cepet mati, Bang."
Jangankan Harsya. Ingin Galih menangis dalam pelukan mami. Masalahnya, jauh di lubuk hati terdalam, benih indah menguncup memberanikan jiwa Galih untuk tidak gentar menghadapi musuh sekaliber Genji Takiya sekali pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKARSANA ✔️
FanfictionArif, Galih, Reno, Fauzi, William, dan Harsya bersekolah di tiga tempat berbeda. Sama-sama membutuhkan pekerjaan tambahan dalam penyelarasan hidup, mereka kompak bekerja di restoran yang menyediakan jasa katering milik Tante Shafira setiap hari Sabt...