"KALIAN SEMUA TUH BEGO!!"
Suara gebrakan meja mengagetkan tiga oknum yang terduduk kaku dan menunduk lunglai di sofa. Hela napas tak beraturan menyingsingkan niat untuk melakukan hal lebih penting hari ini, berganti pada tukas kekecewaan seseorang yang datang ke ruangan pribadi restoran tanpa permisi.
"Kalian tahu?? Kalo sampe pernikahan Jana dan Dohen diundur lagi, bisa kabur semua investor gue! Terutama lu, Fir! Restoran ini bakal dipastiin bakal cepet bangkrut nggak lama lagi!" Seru pria berperawakan sangar, tampak beberapa piercing menghias di telinga, tertutup oleh helaian rambut perak terang itu.
"Om, saya udah berusaha menahan Arif sama Galih. Dasarnya si Leon sama Shafira aja yang dari awal nggak mau diajak kerja bareng. Minta banget diperalat bapak mereka, kayaknya." Dohen mencetus santai, menyulut api lighter ke sebatang rokok untuk dihisap. "Udahlah, Om. Nggak usah nunggu minggu depan lagi. Saya siap nikah sama Jana besok kok. Siap terima duit banyak dari investor Om juga, maksudnya."
"Pokoknya gue nggak mau tahu, Fir."
Dagu Tante Shafira diangkat pelan, dicengkeram oleh jemari kuat itu, menyuruh agar tatapan keduanya beradu.
"Besok, gue mau anak gue nikah. Nggak ada lagi diundur minggu depan atau kapan pun itu. Gue benci kata tunda, apalagi dari mulut manusia licik macem lo sama kakak lo ini. Paham?"
Ia menghempas wajah Tante Shafira ke samping, mengendapkan kemarahan Leon yang tidak rela adiknya dikasari.
"Cabut, Hen."
Rokok Dohen masih tampak separuh, ditekan sepenuhnya ke atas asbak terdekat. "Gua udah bilang sama lo, Fir. Kalo lu mau keluarga lu selamet, jangan main-main sama bokapnya Jana. Terang aja si bos ngamuk, lu berdua berani main api depan dia sih."
"Terus mau lo apa?!" Leon yang habis kesabaran berdiri menantang. "Otak kita nggak se-gila lu semua! Harusnya lo mikir, Hen! Bisnis lu itu kurang sukses apa? Kenapa harus banget lu manfaatin cewek di bawah umur buat narik duit kotor sih?! Gue sama Shafira jelas nggak terima!"
"Hehh.. woow.. urusan lo apa, dude? Lu setuju supaya bisa lepas dari bokap lu, tapi diem-diem main belakang belain polisi. Bukannya kalian sama aja munafiknya?"
"STOP!" sentak sang empunya otak di balik rencana pernikahan itu. "Hen, ikut gue. Leon, Fira, kalo sampe dua curut bernama Reno sama Fauzi nggak bisa kalian temukan dan lempar tepat di hadapan muka gue, jangan harap kalian bisa bernapas baik setelah ini."
"Oh ya, satu lagi."
Leon dan Tante Shafira menoleh frustasi ke arah senyum Dohen di ambang pintu.
"Nggak ada ceritanya calon pelacur sama gigolo dari orang tua sendiri, bisa lulus kuliah dengan mulus."
***
Jarum jam di dinding menunjukkan angka delapan malam. Kelar belajar membuat menu tentang acara pernikahan tak diharapkan, Arif, Fauzi, dan Harsya merebahkan diri di atas karpet staff room restoran yang adem.
"Lu pada kalo pergi belanja atau ke mana gitu, ngomong dulu kek! Bikin panik aja sih ngana dua!"
Sungutan Arif menuai tawa dari Fauzi dan Harsya. Disangka ada keterlibatan serius dengan Dohen, nyatanya duo siswa kelas 12 itu sedang berada di supermarket untuk berbelanja stok darurat di front area, seperti facial tissue, kantung plastik, dan tusuk gigi.
"Sorry, Rif. Gue juga baru sadar kalo Berlian sama ortu kita ikut nyariin. Mana HP lupa dibawa, masih di tas pula." Kekeh Fauzi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKARSANA ✔️
FanfictionArif, Galih, Reno, Fauzi, William, dan Harsya bersekolah di tiga tempat berbeda. Sama-sama membutuhkan pekerjaan tambahan dalam penyelarasan hidup, mereka kompak bekerja di restoran yang menyediakan jasa katering milik Tante Shafira setiap hari Sabt...