25 - Intuisi Cilok

2.6K 560 145
                                    

"Ren, dicariin William." Seorang siswi menepuk bahu Reno, menyadarkannya dari konsentrasi mendengarkan koleksi lagu di ponselnya.

"Hah? Ngapain tuh bocah?"

"Mana gue tahu. Gue ke kantin dulu, ya. Lo mau nitip apa?"

"Teh kotak aja, Sis. Makasih."

Siswi bernama panggilan Sissy itu tersenyum meninggalkan kelas, memberi kesan terpana pada William yang langsung duduk di kursi depan Reno.

"Njir, Ko. Kok lo nggak bilang-bilang sih ada makhluk Tuhan paling seksi di kelas lo?"

Menatap malas si adek kelas, Reno membuka kotak bekal yang diambil dari dalam laci meja. "Mau lu gebet? Silakan aja. Pawangnya anak student council, BTW."

"Yahh.. nggak jadi deh." Dengus William, menerbitkan tawa kecil bagi Reno. "Gue nebeng lu ya, Ko. Lagi nggak bawa mobil, supir udah gue suruh pulang. Sengaja, sekalian jemput Harsya juga di sekolah kalo lu nggak keberatan. Biar kita bisa ke resto bareng."

"Terus gue yang jadi supir kalian, gitu??"

"Golden Lamian seminggu buat lu, Ko Reno. Gimana?"

"Awas kalo berani mangkir, gue gentayangin lu tiap malem."

Terkikik puas, William asyik memperhatikan cowok berponi rambut tertahan oleh sirkam itu tengah memakan bekal nasi uduk, hasil dibawakan ibu Arif pagi-pagi sekali ke rumahnya.

"Enak, Ko?"

"Mau?"

"Ikhlas, nggak, kalo gue minta?"

"Nggak bakal."

"Pelit," cibir William pelan. "Enak ya, Ko, kalo dipikir... Bang Oji sama Kak Berlian, Bang Galih juga lagi PDKT sama Kak Jana. Lu nggak sama itu tuh, Ko, yang tadi nyuruh gue masuk kelas?"

"Sissy?" Reno membenahi. "Nggak deh. Gue mau fokus jalanin hukuman sama nyiapin masuk kuliah aja. Cewek cuma bikin pusing."

"Nggak ada salahnya kali, Ko. Buat penyemangat hidup, kapan lagi?"

Agak tersentil atas omongan ringan William, Reno tidak memiliki banyak kekuatan untuk menyanggah. Meski Sissy ditaksir mampus oleh ketua student council di SMA, perilaku baik, ramah, tegas, dan sekuat baja itu sungguh sulit ditampik. Tergolong akrab dengan Reno sejak kelas sepuluh, bukan berarti secepat itu juga Reno merasa ada keanehan dalam benak.

Menyuapkan nasi ke dalam mulut tanpa semangat penuh, Reno jadi memikirkan segala kemungkinan tentang acara dua minggu lagi.

Ia tak bisa membayangkan bagaimana Sissy yang berada di posisi Jana. Menikah di usia muda, belum lulus sekolah, impian dimatikan telak tanpa ampun. Begitu kejam dunia.

Bocah puber, mengutip kata Irene, sok bilang tugas pelajar hanya ini dan itu namun diiyakan saja apabila perasaan lain berani merasuk hati. Ya, Reno setuju jika itu yang kini ia alami.

Tapi, masa' iya harus ceplas ceplos depan William?

Urus misi di katering saja sudah membuatnya sakit kepala. Belum lagi ujian. Rasa ingin berlari ke hutan dan kabur ke pantai saja si Reno.

"Makan jangan sambil bengong, dipatok ayam Cindelaras tahu rasa." Tegur William sok tahu. "Lu udah belajar buat minuman apa yang mau disajiin di resepsi nikahan Kak Jana nanti, Ko?"

"Belom. Lu tahu apa aja menunya?" William sebagai server, seharusnya sudah di-briefing Tante Shafira soal itu, bukan?

"Biasa, Ko. Fruit punch, soda, jus jeruk sama jambu biji, ohh.. paling sama sediain spirits aja sih. Tapi si tante minta Ko Reno jangan urus itu, biar abang-abang bartender sendiri aja katanya."

AKARSANA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang