29 - Mentari dari Timur

2.5K 490 72
                                    

"UN jadinya bulan depan, ya?"

Celetuk Reno berhasil mengerjapkan ketiga pasang mata lain, ketika Harsya dan William telah dibuai dalam mimpi di atas ranjang kamar Fauzi, tempat mereka semua sepakat menginap malam ini sebelum besok menghadapi pertempuran sesungguhnya.

Tidur berhimpit ala sarden kalengan dilakoni, saking tidak rela berpisah istirahat di rumah masing-masing, berhubung Tante Shafira melarang mereka pergi ke rumah sakit menjenguk Papa Jana.

"Iya, awal bulan depan." Sahut Fauzi, beranjak bangun lalu bersandar di head board. "Pasrah banget sih ujian kali ini. Percuma otak gue dipaksa di sekolah sama tempat les, tetep aja kepikiran kerjaan."

"Kok sama?" Reno menatap Fauzi, memeluk ujung bed cover. "Kayaknya... hukuman dari papa sama mama bener-bener bikin gue kapok. Pengen rasanya cepet lulus, pergi dari sini, kuliah di negara orang, lulus lagi, tinggal bareng Kak Irene di Denver, baru nikah."

"Standar ya, Ren? Gue aja pengen cepet nikahin Berlian."

"Ya lu mah enak udah ada doi. Gue apa kabar?"

"Terus Sissy lo ke manain, bruh?" Arif tetap berbaring sambil cengar-cengir jahil.

"Sissy? Bokin lu, Ren?" Fauzi menyenggol lengan Reno. "Halahh.. katanya nol yang lo suka. Mau sok rahasia lu sama kita, hah?"

"Hadohh.. cukup Tante Shafira aja yang hidupnya kebanyakan rahasia deh! Lo nggak usah ikutan!" Penasaran, Galih mendadak tak bisa tidur gara-gara menguping. Jadilah ia yang berada di tengah Harsya dan William, merangkak maju ke hadapan Fauzi dan Reno.

"Rahasia apaan? Nggak ada!" Elak Reno, namun segera dicibir oleh Galih. "Emang dasar gigi gerondong si Arif. Lu dikasih tahu sama congornya William, kan? Ngaku!"

Reno menepuk-nepuk bokong Arif tak terima, menyuruhnya bangun.

"Bukan dia yang kasih tahu, tapi gue yang nanya. Lagian elu... belajar bikin minuman baru, malah senyam senyum melulu macem orang bego. Nggak kasihan sama Mas Danang? Dia kira lu kesurupan, men!"

FYI, Mas Danang adalah senior barista di Berkah Amunggraha.

Tak ingin membuat keributan di dalam rumah di kompleks elit bagian selatan Jakarta itu, Arif, Fauzi, dan Galih kompak menyerukan iseng tanpa suara. Menggebuk-gebuk punggung Reno menggunakan bantal, menertawai muka kecut si korban tanpa ampun.

Sementara William dan Harsya sama sekali tidak terganggu. Malah saling mengaitkan kaki satu sama lain.

"Setan lo bertiga!" Bisik Reno kesal. "Gue bilangin nih, Sissy cuma temen sekelas gue. Dia cem-ceman ketua student council, ya kali gue berani pepetin!"

"Baru diincer ketua SC dan lo mau nyerah? Bukan Reno namanya, anjir! Giliran gua bilangin lu, ya. Kalo sampe Sissy mau dititipin makanan ke kantin sama lu, tandanya dia mau berkorban buat lu! Jangan disia-siain, bego!" Tegur Galih sotoy.

Padahal kita semua tahu, perihal perasaannya dengan Jana saja belum jelas.

"Sederhana sih. Lo suka, nggak, sama Sissy? Kalo iya, lu mending diem. Kalo nggak, lu bikinin kita kopi." Tantang Arif.

Kontan Fauzi dan Galih ngakak.

"EMANG GUA BABU LO, SAT?!" Seru Reno tak tahan lagi. Belum selesai bicara, Fauzi buru-buru membekap mulut kawannya itu.

"SSSSTTT!! Ntar bokap nyokap gua bangun, berabe!"

"SOHIB LU KURANG AJAR MINTA GUA GEPREK, ZI!"

"YA UDAH SIH BIARIN MALAH BAGUS! SEKALI-KALI LU BIKININ KOPI BUAT KITA! JANGAN PAS DI KAWINAN ORANG DOANG!" Galih mengompori lebih kencang.

"Ngapa lu belain dia, tapir?!"

AKARSANA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang