17 - (Bukan) Bharatayudha I

3K 636 80
                                    

Usai menghadap ibu kepala sekolah, Arif langsung membuka kotak makan siang sesampai di kantin, mengesampingkan teriakan para siswa sana sini ketika jarum jam menunjukkan angka setengah dua belas.

Remaja itu merapikan dasi, mengelap sepasang sendok garpu menggunakan tisu gulung di atas meja, perlahan melahap bekal nasi beserta telur dadar isi sosis dan daun bawang buatan ibu negara di rumah.

"Makan, makan sendiri~ gue nggak diajak-ajak~"

Ah, senandung menyebalkan ini.. bola mata Arif mendelik malas menangkap senyuman teman karib yang duduk di seberangnya.

"Awas lu minta-minta. Gue laper!" Arif memperingati. Padahal Galih baru mau membuka mulut.

"Helehh.. tahu deh yang habis praktek. Pulang dari sini mampir ke resto yuk, Rif. William ngajak ketemuan." Kata lelaki itu sambil menumpangkan satu kaki ke atas bangku panjang yang didudukinya.

Sendok di tangan Arif menggantung. "Lah, ngapain? Briefing buat acara Minggu ntar bukannya tiap Jumat? Ini masih Selasa, bruh.. ogah ah."

"Gua tahu lu butuh duit, Rif."

"Maksudnya apa nih?"

"Tante Shafira mau kasih kerjaan buat kita, sekalian latihan ngadepin mission very impossible di kemudian hari."

"Hubungannya apa sama duit?"

"Yahh.. walau cuma jadi asisten cuci piring si duo kucrut pas acara banquet hari ini di sono, lumayan kan kalo lo bisa bayar biaya uji kompetensi akhir tanpa harus minta nyokap?"

Tumben otak Galih tokcer.

"Bener juga sih.. dua minggu lagi kita UKA, ya?" Arif melirih lemah.

"Tenang, pren! Gue temenin. Kita habisin tuh piring kotor rame-rame!" Tegas Galih seraya membanting pelan teh botolnya. Tak lupa menepuk dada demi mendramatisir suasana.

Kalau sudah begini, Arif bukannya enggan menepis penawaran. Ada sejurus haru timbul saat senyum Galih mendorong rasa percaya dirinya untuk bangkit.

Kalau kata Reno yang mengutip judul lagu kesukaan papa dan mamanya, that's what friends are for.

"Terserah lo aja. Gue jujur pusing sama UKK doang nih. Pengujinya orang Honda pula. Gue kebagian megang New Jazz, BTW." Arif super santai merampas teh botol Galih, menenggaknya setengah.

Memangku dagunya lemas di atas lipatan tangan, pandangan Galih menerawang. "Sama anjir! Bingung gua, antara fix bikin prototype water level atau light controller. Sama-sama pake arduino sih, cuma nggak tahu fungsinya lebih hacep di uno atau mega."

"Terus, Pak Aris acc yang mana?"

"Doi bilang sih uno. Nggak tahu lah.. lihat aja ntar pas simulasi besok Kamis. Lo sendiri gimana?"

"Bantu doa aja biar pas break system nggak sakit perut gue, Gal."

Tawa keduanya menggelegar mengisi pojok kantin. Sayangnya, kedamaian sepasang pelajar berbeda jurusan itu sedikit meragu, tatkala sebongkah batu besar mendarat di dekat kotak bekal kosong Arif.

"Woy! Siapa nih main lempar-lempar?!" Mendadak Galih berdiri, menggenggam batu tersebut dan menyisir sekitar.

Teman-teman beserta adik kelas lain menatap Galih bengong, seakan tak mengerti mengapa si senior berteriak.

Lagi, batu sebesar kepalan siku hampir mengenai dahi Galih, jika saja Arif tidak refleks menundukkan kepala kawannya.

"Bangsat. SINI MAJU LO, SUKRO!!"

Serta merta Galih berlari keluar area kantin, menerjang orang-orang demi mengejar sesosok bayangan bertopi hitam tanpa mengenakan seragam sekolah, hendak melayangkan sesuatu kembali ke arah keduanya.

"Arif!!" Cegat Hamzah, namun tangkapan tangannya lolos.

Bayangan itu melompati tembok pembatas gedung, tak tinggal diam, Galih dan Arif pun berusaha mengikuti.

Si pelaku bayangan terlihat menaiki motor, otomatis Arif dan Galih berbalik ke arah parkiran sekolah. Dengan kemampuan ala Vin Diesel bercampur bakat menjadi supir Metro Mini, Galih siap mengemudikan sedan hitam BMW-nya kesetanan.

Dirasa sudah dapat menyusul cukup jauh, apa daya si pelaku berhenti, melempar motornya begitu saja di tepi halte bus Taman Puring.

Sebodo amat soal cabut sekolah. Segala penghuni Taman Safari berulang kali Arif dan Galih lontarkan sepanjang jalan, kini di bawah terik matahari pun.. mereka berdua berjibaku agar segera mengetahui motif pelemparan batu yang menggegerkan tadi.

"Rif! Telepon anak-anak katering! Itu orang mau ngajak kita jogging sampe sekolah Fauzi sama Harsya!" Jerit Galih, tidak peduli beberapa masyarakat yang dilewati menonton aksi ketiga manusia itu saling berkejaran.

Disadari bahwa marathon run tanpa persiapan itu telah membawa mereka ke daerah Kebayoran Baru, bermodal senjata berupa tupperware ibunya, Arif merogoh ponsel di kantung celana demi membuat group call.

"Setan! Gue lagi try out IB sampe diusir keluar kelas! Ada apaan sih??" Reno di ujung sana menggerutu.

"Darurat sipil, Ren! Fauzi sama Harsya buruan ijin! Gue sama Galih hampir dilempar batu di kantin sama orang yang mau ke sekolahan mereka!"

"Itu orang apa kucing oren?? Barbar bener! Gue jemput si William dulu di kelas kalo gitu. Oji mana Oji?!"

"Sialan. Lo di mana, Rif?!" Fauzi memekik khawatir. Siomay yang disuapkan Berlian ke dalam mulutnya dimuntahkan kembali.

"Gua udah di gerbang bareng tiga satpam! Kelihatan dari jauh Bang Arif sama Bang Galih ngejer-ngejer orangnya nih!" Dasar bocah kebanyakan menonton film action, lepas shalat zhuhur buru-buru Harsya menggulung sarung di tangan dan ngacir mendekati penjaga keamanan sekolah.

"NGGAK USAH SOK IYE LO! HADEPIN GUE SAMA CS GUE DULU KALO LO BUKAN BENCONG!"

Parah. Kemarahan Galih berhasil mencapai ubun-ubun.
Eh, sebentar.

Harsya berseragam SMP telah siap menghadang di balik pintu gerbang, namun si pelaku berjaket dan masker hitam tiba-tiba berhenti, jelas Galih dan Arif otomatis langsung berdiri waswas.

"Mau ngapain sih tuh kaleng kerupuk?" Baru saja Arif berbisik...

...si pelaku mengacungkan pistol ke arah Galih dan Arif.

"GALIH, AWAS!!"



***BERSAMBUNG***

AKARSANA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang