Pulang bimbingan belajar, Fauzi menyambangi rumah Berlian, membawakan seloyang meat lovers pizza. Kapan lagi traktir pacar pakai uang sendiri ya, Zi?
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Astaga, Zi.. kirain siapa. Yuk, masuk."
Usai melepas sepatu, lelaki itu mengecup kening gadisnya.
"Kok sepi? Pada ke mana?"
"Ada acara di rumah bude," jawab Berlian. Diletakkannya segelas air putih dingin. "Diminum, Zi."
"Oh, iya. Thanks, babe."
Lama mereka diam menonton acara televisi, hingga Berlian menarik napasnya pelan.
"Harusnya aku yang berterima kasih sama kamu, Zi. Kamu udah mau anter aku ke dokter kemaren, beliin obat, dan bilang sama orang tuaku kalau kamu bakal nanggung semua..."
Telapak tangan Fauzi menangkup lembut wajah Berlian, menyuruhnya agar berhenti bicara.
"Nggak usah dipikirin. Yang penting.. kamu tetep bisa lanjut kuliah kedokteran, dan aku.. bakal terus jalani semuanya berdua sama kamu."
Coba lihat, betapa tulus lelaki itu menguncupkan kelopak jujur di hati Berlian, membuat keduanya berpelukan hangat.
"Ngomong-ngomong, aku tahu kamu belum makan malem. Sengaja aku beliin kesukaanmu, biar habis ini kamu bisa minum obat." Fauzi membuka kotak kardus beraroma daging dan mozzarella cheese itu, menepukkan tangan Berlian tiba-tiba.
"Ya Allah, Zi.. kamu kok tahu aja sih kalau aku lagi pengen? Makasih banyak, ya." Berlian menyahut bahagia, menuangkan sepercik hand sanitizer gel ke atas telapak tangan mereka berdua untuk dibersihkan. "Nggak apa-apa nih kamu mampir ke sini? Udah izin sama om dan tante?"
"Udah, malah mereka nyuruh aku nginep buat jagain kamu di sini."
"Dih. Kok gitu?!"
"Habis.. salah kamu sendiri udah bikin aku khawatir gara-gara nggak masuk sekolah hari ini. Untung nggak ada ulangan."
"Hmm.. kangen?"
Berlian terlalu senang, seakan kurang menangkap ada aura berbeda menyeruak dari cara Fauzi memandangnya.
Dan Fauzi pun mengingatkan Berlian agar jangan mudah melupakannya, dengan menyentuh dagu lembut itu, kemudian dirasakannya melalui sepasang bibir mereka yang menempel dan menaut tanpa protes tertuang.
Tangan Berlian meremas kerah kemeja putih Fauzi, saat pasangannya mulai terkesan menuntut lebih dalam, mengabaikan demam yang sempat menderanya sejak pagi.
Gigitan kecil di leher Berlian dilakukan Fauzi, semata agar tak mudah saling memisahkan.
"Zi.." napas Berlian mulai terengah, lelaki itu lantas menyerah.
Keduanya bertatapan indah, memaksa sinar rembulan di langit jangan berhenti seketika menghangatkan rona ekspresi penuh kasih itu.
"Aku sayang banget sama kamu, Eli. Tolong jangan tinggalin aku, please.."
"Aku nggak bisa janji soal itu, Zi."
Pelukan Berlian melonggar, mengundang heran bagi Fauzi.
"Maksud kamu?"
"Aku.. bahkan nggak tahu apa aku bisa bertahan sampe selesai ujian atau.."
"Eli!"
"Aku nggak tahu kapan aku bakal pergi, tapi kamu bisa percaya sama aku, Zi.. kalau perasaanku ke kamu nggak bakal berubah, sampai kapan pun."
KAMU SEDANG MEMBACA
AKARSANA ✔️
FanfictionArif, Galih, Reno, Fauzi, William, dan Harsya bersekolah di tiga tempat berbeda. Sama-sama membutuhkan pekerjaan tambahan dalam penyelarasan hidup, mereka kompak bekerja di restoran yang menyediakan jasa katering milik Tante Shafira setiap hari Sabt...