"Tapi, kenapa Jana disekap di sini bareng Om, kalo ternyata dia tetep disuruh nikah sama Om Dohen?"
"Shafira dan Leon sengaja menahan Jana supaya nggak melarikan diri di hari pernikahannya hari ini, Zi. Pagi ini dia diantar paksa sama mereka."
"Terus, Om yakin mau lanjutin pernikahan anak Om? Om mau ke gereja sekarang?"
Papa Jana terdiam lesu, memandang nanar dinding putih kamar, merisaukan benak Fauzi yang ditunggu ajudan Reno di luar sana.
Fauzi lantas tersenyum tulus, menggenggam punggung tangan Papa Jana, mencoba menelusuri maksud bungkam itu, tanpa berniat menghakimi siapa pun.
"Saya anak tunggal, Om pasti tahu siapa papa dan mama saya." Fauzi memulai cerita. "Saya kerja di katering Tante Shafira, karena saya pengen mandiri, Om. Pacar saya sakit, keluarganya nggak mau keluar uang banyak, padahal harga obat sama kontrol rutin ke dokter nggak setinggi yang saya duga. Kalau bukan saya yang bantu dia, siapa lagi?"
"Kerjaan Om boleh haram, kalau itu yang Om kira bakal saya katakan, tapi saya tahu... itu semua terpaksa Om lakukan karena Om sama tante sayang sama Jana."
"Saya bisa jamin, Om bakal sembuh dan selamat dari jerat hukum, kalau Om ngomong sejujurnya sama saya dan mau bantu saya sama temen-temen."
Entah mendapat kekuatan super bersumber dari lapisan langit mana, Fauzi berani berkata, mengesampingkan ketegangan di antara mereka berdua dalam hening suasana.
"Apa jaminanmu?" Papa Jana bertanya tenang, menyelipkan hawa sedikit menantang.
"Saya tadi sempet telepon papa saya di jalan, beliau setuju sama rencana saya, kalau Om bisa diajak kerjasama... maka perusahaan Om bakal dimodalin investor kenalan papa yang mantan orang BI juga. Gimana?" Tegas Fauzi.
Pria berusia akhir 40-an itu menjawab senyum Fauzi penuh arti, tangan kirinya mengambil ponsel di samping bantal, mengetikkan sesuatu. Pesan singkat atau e-mail?
Ah, Fauzi tak mau ambil pusing.
"Kamu bener-bener anaknya Wahyu, rupanya."
Ekspresi siswa kelas 12 IPA itu terlihat aneh. "Maksudnya, Om?"
"Selain ayahnya Shafira, saya sebenernya berteman juga sama papamu, Zi. Tapi saya udah lama nggak kontak dia."
"Berarti, Om juga kenal papinya Galih, Arif, Reno, William, Harsya?"
"Tepat." Papa Jana mengangguk berwibawa. "Kalau kamu pengen tahu kesungguhan kasus pernikahan anak saya dan Dohen, pasang telingamu baik-baik."
Meski Fauzi rela melarutkan pikiran demi kebenaran, kata hatinya tetap meminta agar ia selalu mawas diri.
"Saya berhutang pada Dohen cukup banyak untuk modal ekspansi perusahaan, memang keinginan saya dikabulkan, tapi saya dan istri diharuskan juga buat mengembangkan bisnis trafficking yang sudah dia dan ayah Shafira kelola. Itu terjadi waktu Jana masih kelas 8."
"Mafia kelas kakap di sini adalah Dohen dan ayah Shafira, Zi. Sebenernya kami nggak sanggup menikahkan dini anak kami satu-satunya, tapi saya dan istri nggak punya pilihan. Padahal kita mengerti, jelas Jana akan diperlakukan semena-mena, bahkan dijual oleh Dohen sendiri."
"Kami ingin segera mengembalikan modal dari Dohen, tapi memang dasar saya terlalu keblinger sama duniawi, selalu saja kurang... sampai tiba saat di mana kami terpaksa menyerahkan Jana."
"Saya sudah tahu, kecelakaan ini perbuatan Dohen, itu pun karena saya ngotot meminta pembatalan pernikahan di malam sebelumnya. Soal Shafira dan Leon yang menculik Jana dan menyakitinya di depan mata saya sendiri di sini? Dohen yang menyuruhnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
AKARSANA ✔️
FanfictionArif, Galih, Reno, Fauzi, William, dan Harsya bersekolah di tiga tempat berbeda. Sama-sama membutuhkan pekerjaan tambahan dalam penyelarasan hidup, mereka kompak bekerja di restoran yang menyediakan jasa katering milik Tante Shafira setiap hari Sabt...