Pulang sekolah, Galih mengajak Hamzah makan siang bareng di Oso Ristorante, sekedar melepas penat menjelang UKK sekaligus mengkroscek kebenaran cerita William tentang status partner tawurannya itu di restoran milik Tante Shafira.
Masih berseragam sekolah dipadu jaket kulit dan hoodie, mereka terlihat santai berbincang. Sesekali bercanda, kadang menguarkan aura remaja menuju dewasa, yang siap menggetarkan hati kaum hawa di sekitar.
Terbukti, server wanita kerap mengagumi cara mereka menyantap hidangan pilihan masing-masing.
"Bangunan restoran Berkah Amunggraha itu tadinya punya bokap gue, dibeli sama Tante Shafira. Si tante nyuruh gue megang 10% sahamnya, minta gue juga buat kontrol cabang di luar Indonesia habis lulus sekolah. Tapi bagian terakhir ini kayaknya gue nggak bisa, soalnya gue punya tujuan karier sendiri. Ya udah, mungkin nanti diambil alih sama Bang Leon." Hamzah memulai cerita.
"Gue tahu lo sama Arif diandelin Tante Shafira tentang sesuatu yang nggak gue ngerti, kalian pokoknya hati-hati aja."
"Lo nggak perlu ngerti, Ham. Gue aja kadang takut sendiri kalo nggak inget Tuhan." Bahu Galih bergidik, disesapnya Diet Coke perlahan. "But thanks parah infonya."
"Sama-sama. Habis ini lo mau ke mana?"
"Biasa, ada les sampe jam tujuh. Lo?"
"Mau ke rumah mantan pacar adek gue, bikin perhitungan."
"Ngapain, sat?!"
"Enak aja adek gue diselingkuhin, nggak terimalah abangnya!"
Tangan Galih menyapu sisa saus rigatoni di sudut bibir memakai napkin, menghelakan napas setengah kesal. "Tobat lo, Ham, kita udah mau ujian. Gue aja terpaksa vakum ribut dulu sama musuh bebuyutan sekolah kita, padahal rasanya pengen gue hajar tuh kapten basket yang udah bikin bintang kelas kita cedera."
"Ya sama," lanjut Hamzah. "Cuma mau gimana lagi? Nggak bisa lulus lebih bahaya, kan?"
"Bener sih."
Seolah tertarik pada cantik dan anggunnya sesosok perempuan yang tengah duduk sendiri, ditemani pemandangan langit kota Jakarta dari jendela Altitude Plaza lantai 46, raut wajah Hamzah mendadak dibuat sok keren mendatangi bidadari muda tersebut.
Di sini justru Galih bingung.
Tajir juga tuh cewek bisa ada di sini. Tapi si keong racun satu itu mau ngapain, coba?
"Sendiri aja, Neng."
"Yassalam... si jamet ngajak kenalan cewek di restoran fine dining, nggak jauh beda sama godain bencong di warung burjo. Hahahahah!" Lirih Galih tak kuasa menahan tawa.
Si dia menoleh sesaat, menyimpulkan senyum tipis, menjelaskan harkat dirinya bukan dari keluarga biasa. Terlihat rona wajahnya yang segar, rambut panjang se-pinggang tergerai indah, seragam SMA pas badan, sepasang kaki jenjangnya pun terbalut kaus putih setinggi lutut disertai black chunky boots Zara.
Hasil scanning Galih selama sepuluh menit itu menggelikannya sesaat. Ketahuan jomblo akut deh.
"Iya, saya sendirian. Kamu juga?"
"Nggak, bareng temen." Tangan kanan Hamzah terulur. "Kenalin, Hamzah. SMK 39, kelas 12 jurusan teknik elektronika industri."
Disalami balik, Hamzah ingin koprol di tempat, Galih cekikikan.
"Jana, SMA 8."
"Wuaduuhh.. ada orang pinter nyasar di mari. Daripada lihatin senja di awan berpolusi, mending gabung sama kita aja. Mau?" Tawar Hamzah, menunjuk ke arah meja tempatnya dan Galih berada.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKARSANA ✔️
FanfictionArif, Galih, Reno, Fauzi, William, dan Harsya bersekolah di tiga tempat berbeda. Sama-sama membutuhkan pekerjaan tambahan dalam penyelarasan hidup, mereka kompak bekerja di restoran yang menyediakan jasa katering milik Tante Shafira setiap hari Sabt...