Gelisah menyentak-nyentak batin Reno dan William, membelah jalan raya menuju SMP - SMA Labschool Kebayoran menggunakan Lexus putih William. Tiada kata menyelingi mereka, karena terlalu khawatir dengan segala dugaan.
"Nggak diangkat-angkat, Ko." William melapor resah, berulang kali tidak berhasil menghubungi Harsya, Fauzi, Arif, dan Galih.
"Please yakinin gue semuanya bakal baik-baik aja. All is well.. everything's gonna be okay.. it's just a ridiculous exercise.. or we're in a counter strike temptation. Please.."
Lirihan Reno terdengar frustasi, berujung pada doa William dalam hati. Sungguh nekat mereka kabur dari sekolah bermodal sogokan penuh berupa setumpuk uang kertas kemerahan pada penjaga keamanan, sehingga dapat lolos dari pantauan CCTV gedung sekolah.
Sesampai di sebuah halte..
"Ko Reno! Itu mobil Bang Galih!" Tunjuk William tak santai ke arah kendaraan yang menepi di tempat pemberhentian feeder busway itu. "Kita terusin sampe sekolah naik mobil atau berhenti di sini aja?"
"Brengsek! Kita turun di sini aja, Wil!" Reno buru-buru melepas sabuk pengaman, menyambar ransel di jok belakang, berlari bersama William di sampingnya.
"Itu mereka, Ko!"
Bayangkan William berteriak seperti apa kala menemukan dua orang seniornya di tempat kerja berada dalam situasi sulit.
"GALIH, AWAS!!" disusul oleh seruan Reno, tak lupa dikeluarkannya tongkat kasti dari dalam tas William.
Sebelum si pelaku berjaket hitam menekan pelatuk pistol, Harsya melompat ke punggung tegap itu, membungkus kepalanya dengan sarung. Detik itu juga, Arif menghajar si pembuat onar di kantin sekolahnya memakai kotak tupperware, diikuti cara Galih mengunci gerakan si pelaku. Sukses menjatuhkan dirinya, tersungkur di atas aspal.
Dan satu pukulan dari Reno di pergelangan kaki, seketika meneriakkan kata ampun, mengejutkan semua orang di sekitar.
"Pak! Tolong telepon polisi sekarang!" Pinta Harsya kepada satpam sekolahnya yang langsung diiyakan.
Bagaimana tidak menyita perhatian? Pergumulan antara remaja berseragam sekolah berbeda dengan seseorang yang disangka maling, tentu mempertanyakan berbagai pihak yang menyaksikan.
Tapi memang dasar Reno dan Arif tidak peduli, mereka sibuk membuat simpul tali rafia bekas dari tong sampah agar dapat mengikat tangan dan kaki pelaku. Sarung Harsya dibiarkan menutupi kepala, sementara Galih rela kaos kaki bagian kanannya menyumpal mulut pria tak dikenal itu.
Terlihat Fauzi setengah berlari menghampiri mereka di dekat pos satpam, tak lupa menggandeng mesra tangan Berlian.
"Jadi, ada yang bisa jelasin ke gue soal ini?"
"Mending lo jelasin dulu siapa yang udah lo ajak ke sini." Galih menyisir rambut ke belakang, berusaha memapar ketampanan. "Berlian, ya? Kenalin, gue Galih. Temennya Fauzi di katering Tante Shafira."
Gadis manis itu membalas jabat tangan Galih lembut. "Betul. Salam kenal, Galih."
"Gue baru tahu, es podeng bisa kalah seger sama pacar si Oji."
Berlian tersipu malu. Fauzi melotot kesal. Reno, William, dan Harsya tergelak puas. Arif pura-pura ingin muntah.
"Nih curut lempar batu, hampir kena muka gue pas lagi di kantin. Dia udah ancang-ancang mau ajak ribut lagi, tapi malah ngajak main macem bocah sampe sini. Dikira nggak capek apa dari Cempaka Putih ke Kebayoran?"
Mendengar penuturan Arif, jemari Reno mencabut paksa kaus kaki Galih di mulut si pelaku, sengaja agar ada setitik pencerahan.
"Lo nggak lebih pendek dari gue. Sebenernya lo siapa? Maksud lo bikin kacau di sekolah sohib gue itu apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKARSANA ✔️
FanfictionArif, Galih, Reno, Fauzi, William, dan Harsya bersekolah di tiga tempat berbeda. Sama-sama membutuhkan pekerjaan tambahan dalam penyelarasan hidup, mereka kompak bekerja di restoran yang menyediakan jasa katering milik Tante Shafira setiap hari Sabt...