38 - Battlefield

2.4K 491 269
                                    

Seluruh pegawai tetap katering Tante Shafira tidak menaruh curiga begitu Reyhan mendorong trolley kue bertudung kain taplak putih, memasuki area dapur utama ketika acara hampir dimulai.

Meski sempat gugup di awal pengecekan, Reyhan berhasil lolos berkat memakai kostum chef jacket hasil colong dari lemari kamar Galih, plus penutup mata kanan sebagai tanda bahwa ia merupakan bagian dari pesuruh Bagas dan Dohen.

"Mas Galih, saya izin langsung ke rumah sakit anter Non Berlian, ya. Tugas saya cuma bisa sampe sini, semoga Mas sama temen-temen bisa selamat." Ucap Reyhan tulus, sesaat setelah membuka kain, mengetahui situasi aman terkendali.

Pelukan dari enam sekawan mampir menghangatkan tubuh Reyhan beberapa detik, menerbitkan haru biru sebelum bertaruh antara hidup dan mati.

Galih yang tak mampu menjawab, digantikan oleh Arif.

"Makasih banyak, Bang Reyhan. Abang hati-hati, kita semua nggak ada yang bawa HP, usahain Abang sama Berlian bisa sampe rumah sakit dengan selamat juga."

"Tenang, Mas Arif. Temen Mas Galih, pacar temen Mas Galih, udah jadi tanggung jawab saya dari awal."

Meleleh air mata Fauzi mendengar suara lembut salah satu ajudan Keluarga Pratama tersebut.

"Tolong jagain Berlian ya, Bang. Saya mohon banget."

"Siap, Mas Fauzi. Saya pastiin Non Berlian bakal baik-baik aja. Huffthh.. oke, sampai ketemu di rumah, anak-anak."

"Makasih, Bang." Koor mereka semua, sama-sama terkejut saat melihat Reyhan bertingkah ala Ninja Hattori.

Menaiki sink gesit, melompat keluar lewat ventilasi, tanpa meninggalkan bekas jejak.

Demi Davy Jones, pikir Reno, CCTV area dapur ternyata telah diretas oleh kelompok penjaga utusan Papa Reno. Ditandai dengan pemasangan stiker bertuliskan inisal CHDW yang menutupi bagian lensa.

"Ayo, briefing dulu! Keburu ketahuan!" Ajak Arif kepada kelima sohibnya, kompak bersembunyi di belakang kulkas tiga pintu.

"Gua ada ide sebenernya pas kita jalan kaki panas-panasan tadi, cuma nggak tahu Abang-Abang ini setuju apa kagak." William berkata lebih dulu.

"Gua juga!" Harsya menyambar. "Lu apa gua dulu, Wil?"

"Siapa aja terserah dah, laper nih belom sarapan." Tukas Galih memelas menatap jajanan pasar berderet di atas meja.

Katakanlah sedang terasuki jiwa solidaritas tinggi, Reno berjalan berjongkok menghampiri meja hidang, mengambilkan piring-piring kecil berisi kue sus vanila, risoles, mini tuna puff, dan chocolate praline, lalu mendorong cepat ke arah teman-temannya di atas lantai semen itu.

Fauzi pun turut mengerahkan tenaga. Ia membuka paksa kardus, mengeluarkan beberapa botol air mineral kecil, melemparkannya pada Arif cekatan.

Makan, minum, dan mengatur strategi sedemikian rupa. Anggaplah gerombolan ini bak berada di rumah nenek sendiri.

Maklum, masih merasa di masa pertumbuhan, terutama Harsya.

Asyik berbisik, bercanda, sesekali memukul orang di depan atau samping, tanpa sadar telah menajamkan pendengaran sosok yang baru melewati pintu area dapur.

"Perasaan gue atau emang kayak kenal sama tuh suara kurang ajar?" Bisik Dohen, si calon pengantin pria yang tengah mondar-mandir mengevaluasi kondisi menjelang pemberkatan. "Tapi nggak mungkin mereka di sini, harusnya udah pada pingsan kedinginan."

Desas-desus terasa nyata di telinga, tangan Dohen memberanikan diri mengetuk pintu keras.

"Heh! Keluar kalian! Koki sama server udah kumpul semua di lokasi! Kalau saya temukan ada yang membangkang, saya nggak akan ragu buat habisi kalian!"

AKARSANA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang