DUA

223 9 0
                                    

Waktunya pulang sekolah, jaket Pandu masih melekat di badan Ria. Entah suasana seperti apa yang dirasakan Ria, setiap ada yang murid berjalan didepannya dan menghalangi jalannya selalu ia bentak.

"Minggir gak.." Teriaknya kepada salah seorang murid didepannya.

Sontak teriakannya langsung menjadi perhatian di halaman sekolah. Tak perduli dengan anggapan sekitar Ria tetap melanjutkan jalannya dan meneriaki mereka yang berjalan lambat didepannya.

"Minggir sana.."

Pandu yang saat itu ada disana hanya memperhatikan tingkah Ria meneriaki murid-murid disana. Pandu yang teringat jaket yang dipinjamkannya langsung berjalan menghampiri Ria. Dia menepuk pelan setelah mendekat.

"Eh Pandu, ada apa?" Tanya Ria.

Pandu hanya melirik jaket yang melekat di badan Ria.

"Oh ini, besok ya aku kembalikan. Tadi supirku gak bisa kesini. Gak papa kan?" Katanya.

Panduk mengangguk menanggapinya.

"Ya udah, aku pulang dulu. Kamu hati-hati ya pulangnya." Pamit Ria lalu hendak berjalan.

Hingga akhirnya bahunya kembali ditahan Pandu dan membuat Ria mengurungkan niatnya. Ria menunggu kalimat apa yang akan dilontarkan Pandu.

"Kalau diluar rumah jangan pakai jaket ini." Ucapnya.

Ria senang bukan main. Bukan karena kalimat yang dilontarkan melainkan Pandu yang akhirnya bersuara. Jarang sekali Ria bisa mendengar Pandu berbicara, sekali bicara itu cukup membuat Ria senang.

"Iya." Jawab Ria dan pergi dari sana.

Pandu hanya memandangi dari tempatnya berdiri hingga Ria sudah tak terlihat di gerbang sekolah. Kepribadian mereka yang sangat bertolak belakang. Pandu yang hemat bicara, cuek dan terkadang tak perduli dengan lingkungan sekitar harus dihadapkan dengan seorang cewek seperti Ria. Ria yang terkenal cantik dan berasal dari keluarga berada, namun sikapnya yang kasar dan susah berteman menjadi sisi buruk Ria disekolahan.

Setiba di rumah, Ria langsung menuju ke kamarnya yang berada di lantai atas. Membanting tubuhnya ke kasur dan menatap langit-langit kamarnya. Mengingingat kejadian tadi pagi disekolah yang berujung Pandu meminjamkannya jaket. Ria percaya, suatu saat Pandu akan luluh dan mau membuka hati padanya. Dia tersenyum sendiri dan menghirup dalam-dalam aroma jaket itu.

Saat malam tiba, ruang makan terlihat sepi. Padahal papanya mengabarkan akan pulang lebih awal. Ria pun sabar menunggu.

"Non Ria makan dulu aja, tuan mungkin datangnya telat." Kata Bi Siti yang baru datang dari dapur.

"Bentar lagi mungkin papa datang." Sangkal Ria.

"Udah mau jam delapan, Non. Kalau sakit maag Non kumat bagaimana? Bibi nanti yang disalahkan."

Ria memutuskan berdiri dari kursinya dan naik ke atas. Tak lama ia turun dengan mengenakan jaket biru kesukaannya dan keluar rumah. Bibi mengikuti Ria hingga depan rumah dan melihat nona mudanya keluar menaiki motor maticnya. Bibi hanya bisa menghela nafas karena mengingat kebiasaan Ria yang selalu melampiaskan kekesalannya dengan keluar malam hari.

Ria tampak menikmati suasana malam itu. Mengendarai pelan dan memperhatikan lalu lalang kendaraan. Entah kenapa melihatnya saja cukup membuatnya senang. Setelah 10 menit menikmati jalanan, Ria memutuskan untuk mencari makan karena mengingat riwayat sakit maagnya. Melihat-lihat jejeran warung tenda yang cukup ramai membuatnya harus sabar mencarinya. Hingga akhirnya pilihannya jatuh pada warung tenda yang sepi pengunjung. Baru saja turun dari motornya, Ria menyadari ada segerombolan geng motor yang sedang berkumpul tak jauh darinya. Namun Ria masa bodoh dengan itu dan memasuki warung tenda tersebut. Ria memutuskan membeli ayam penyet dan harus menunggu ayamnya di goreng. Baru beberapa menit berlalu, rasa perih menghampiri perutnya. Ria hanya bisa memegangi perut sebelah kirinya. Hingga akhirnya Ria memiiih duduk berjongkok. Bapak pemilik warung yang baru saja selesai menggoreng dibuat bingung dengan keberadaan Ria. Hingga akhirnya si bapak memutari mejanya dan melihat Ria duduk kesakitan.

"Kenapa neng?" Tanya si bapak.

"Maag saya kambuh." Jawab Ria lemah.

Si bapak khawatir dan berjalan keluar tenda berniat mencari bantuan.

"Mas.. tolong mas.." Teriaknya pada gerombolan genk motor.

Sebagian dari mereka ada yang mendekat dan sebagiannya memilih berdiam di motor.

"Pembeli saya maagnya kambuh, saya tidak tahu harus apa." Jelas si bapak dan mengajak mereka menghampiri Ria.

"Neng, mau di antar pulang atau dibelikan obat? Biar dibantu sama mereka." Kata si bapak.

Ria menggeleng dan tetap memegangi perutnya sambil menunduk. Salah satu dari genk motor dibuat kesal karena melihat sikap Ria. Disaat seperti ini Ria hanya diam dan menahan sakitnya.

"Biar gue disini, kalian boleh pergi." Ucap lelaki.

"Yakin lo?" Tanya salah seorang dari mereka.

Lelaki itu hanya mengedipkan kedua matanya.

"Sultan mah bebas..." Seru yang satunya lagi dan akhirnya membuat mereka pergi.

Lelaki itu ikut berjongkok disamping Ria.

"Lo mau apa biar gue bisa bantu." Tawar lelaki itu.

Ria yang familiar dengan suaranya langsung melihat lelaki yang ada didepannya.

"Pandu.." Kata Ria yang terkejut dengan keberadaan lelaki yang ternyata itu Pandu.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang