TIGA PULUH DELAPAN

107 8 0
                                    

Pandu mendorong kasar pintu gudang itu dan berlari ke arah Ria dengan kilatan emosi.

"Udah gila ya?" Kata Pandu.

Siska justru tersenyum sinis.

"Ndu, lepas Ndu." Ucap Ria.

Pandu yang merasa kasihan berniat membantu Ria namun langkahnya terhalang Siska.

"Kamu fikir bisa semudah itu?"

Pandu diam tak menjawab dan langsung mendorong kasar Siska hingga terjatuh. Hal itu dimanfaatkan Pandu untuk membebaskan Ria.

"Ria Ria,, kamu mau tahu kenapa aku sejahat ini sama kamu? Pandu adalah salah satu alasannya." Ujar Siska dengan posisi masih terduduk di lantai.

Pandu yang baru saja selesai melepas ikatan Ria langsung terdiam. Siska pun berdiri dari duduknya.

"Dari dulu aku udah berusaha sebaik mungkin supaya jadi murid pintar dikelas. Guru memuji nilaiku dan anak-anak berteman baik denganku. Tapi saat kamu mulai menunjukkan siapa kamu sebenarnya, aku mulai tersisih. Nilaimu selau bagus dan hampir dipuji oleh semua guru yang mengajar dikelas kita. Apalagi mereka tahu jika kamu adalah anak orang kaya, aku semakin terlupakan. Itu awal kebencianku kepadamu."

Ria tak percaya mendengarnya.

"Bayu yang dulu pacarku semenjak SMP mendadak memutuskanku, kau tau kenapa? Karena dia menyukaimu. Bahkan banyak lelaki yang sukarela menyatakan suka kepadamu dan itu membuatku muak. Apalagi saat aku menyukai Pandu dan kau ikut menyukainya. Bahkan Pandu tidak merasa terganggu dengan kehadiranmu, kadar kebencianku semakin meningkat." Cerita Siska dengan tatapan penuh kekesalan kepada Ria.

"Karena hal itu yang buat kamu benci aku?" Tanya Ria.

"Iya, lihat kamu kesel aja. Bahkan ada banyak kejadian yang tanpa kamu tahu akulah penyebabnya kamu celaka. Aku melakukannya karena aku kesal semakin kesini kamu semakin dekat dengan Pandu." Jelas Siska dengan senyum sinisnya.

"Maksud kamu apa?" Tanya Pandu dengan kepalan tangannya.

"Aku cerita yang aku ingat saja ya. Kejadian baju Ria basah karena ditabrak seorang cewek karena aku menjegal kakinya. Ria terguyur air seember di toilet, aku dalangnya. Ria maag nya kambuh, aku yang tuang cuka kedalamnya. Bahkan yang lebih jahat lagi ada.." Siska menggantung kalimatnya.

"Jangan bilang kejadian kemah di Bogor itu kamu dalangnya." Tebak Pandu dengan menahan emosi.

"Benar sekali. Aku yang mendorongnya ke sungai dan merubah arah jalannya saat jelajah malam. Bahkan aku pernah menguncinya digudang." Jawab Siska dengan tersenyum.

Pandu yang tak dapat menahan amarahnya berniat mendekati Siska dengan tangan yang sudah terkepal. Ria yang melihatnya langsung menahan lengannya. Pandu menatap kearah Ria dan Ria terlihat menggelengkan kepala.

"Kalau kamu bukan cewek, habis kamu." Gertak Pandu.

Siska tersenyum jahat menanggapinya.

"Udah Ndu.." Ria menenangkan.

"Kalau aku jahat sama kamu Ya, jangan cuma aku yang kau salahkan. Salahkan juga Pandu, karena aku melakukan ini semua karena dia. Kalau aja kamu gak deket sama dia, mungkin aku gak akan sejauh ini." Jelas Siska dengan tatapan sedihnya.

Entah kenapa Pandu terdiam mendengarnya. Mencerna kalimat Siska dan membenarkannya. Namun Pandu menutupi rasa bersalahnya. Yang terpenting sekarang menyelesaikan semua ini dan memastikan Ria baik-baik saja.

"Sekarang kamu pergi." Perintah Pandu.

"Enggak, sebelum Ria juga pergi dari sini." Balas Siska sambil menunjukkan pisaunya.

Pandu dan Ria kaget melihatnya. Saat Siska berniat mengarahkan pisau ke perut Ria, tiba-tiba sebuah kaki menendang tangannya yang membawa pisau. Ternyata pria itu Amar. Pisau itu langsung terbuang dan Dani yang saat itu ada disana langsung memegang bahu Siska. Sementara Mita langsung mengikat lengan Siska dengan lakban.

"Gila, cewek kayak kamu pemikirannya sejauh ini ya." Kata Amar.

"Lepasin gak." Ucap Siska tak terima.

"Enak aja main lepas, nangkap orang kayak kamu aja susah main lepas aja." Balas Amar.

Pandu merasa bersalah atas semuanya, dia menatap Ria dengan menyesal karena tak bisa menjaganya. Rambut yang acak-acakan dan memar dipipinya membuat tampilan Ria begitu kacau. Pandu menggenggam erat tangannya sebagai permintaan maaf.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang