Tujuh Belas

126 7 0
                                    

"Ria,, ayo bangun." Kata Pandu sambil menggoyangkan badan Ria.

"Dingin." Satu kata yang terucap.

Pandu langsung mengangkat wajah Ria dan terlihat pucat. Tangan Ria digenggamnya, dan benar saja terasa dingin. Pandu langsung melepas jaketnya dan memakaikannya. Dia segera membopong Ria. Baru saja berhasil mengangkat tubuhnya, hatinya terasa teriris melihat darah yang mengalir dari kakinya. Ada luka disana. Tanpa fikir panjang Pandu segera pergi dari sana.

Sesampainya diperkemahan, Pandu langsung menjadi pusat perhatian karena berhasil membawa Ria kembali. Pandu membawanya masuk ke tenda pagi tadi. Disana sudah ada petugas yang bersedia. Bu Anggi selaku ketua panitia langsung menghampiri mereka. Sementara salah satu petugas PMR membersih luka di kaki Ria.

"Syukur sudah ditemukan. Kamu berhasil membawanya kembali." Kata Bu Anggi sambil melihat Ria dengan prihatin.

Pandu tak membalasnya. Pandangannya hanya fokus pada Ria yang diam sambil menahan rasa perih dan kedinginan. Tanpa ada rintihan yang keluar meskipun Pandu yakin luka itu terasa perih.

"Telfon papa kamu ya?" Kata Bu Anggi.

Ria menggeleng.

"Kalau terjadi sesuatu sama luka di kaki kamu bagaimana?" Tanya Bu Anggi lembut.

"Gak akan kenapa-napa. Aku gak mau telfon papa, nanti papa akan khawatir." Jawab Ria pelan.

"Ke UGD terdekat ya, lukanya supaya ditangani dengan baik." Tambah Bu Anggi.

Ria menggeleng. Pandu kesal melihat keras kepala Ria. Dengan luka dikakinya seharusnya mendapatkan penanganan yang lebih baik. Apalagi Ria saat ini kedinginan, hanya berlapis jaket Pandu.

"Telfon papa kamu gak boleh, di ajak ke UGD gak mau. Terus kalau kenapa-napa gimana?" Kata Pandu dengan sedikit membentak.

Ria kaget mendengarnya, begitu pula Bu Anggi dan petugas PMR yang ada disana. Jarang sekali Pandu berbicara panjang, apalagi dengan nada membentak.

"Aku cuma mau disini." Balas Ria pelan sambil merapatkan jaketnya tanpa mau melihat Pandu.

Sebelum kekesalannya bertambah, Pandu memilih pergi dari sana. Meninggalkan rasa heran bercampur bingung diantara mereka bertiga karena melihat sikap Pandu barusan.

Setelah luka Ria dibersihkan dan diperban, Pandu datang dengan membawakan segelas wedang jahe. Ria kembali dibuat bingung dengan sikap Pandu. Tadi dia marah, sekarang dia kembali. Dilihatnya pula selimutnya berada digenggaman Pandu. Ria bangkit dari tidur. Pandu langsung duduk disamping Ria. Pandu berniat meminumkannya pada Ria dengan menggunakan sendok.

"Gak usah, aku bisa minum sendiri." Tolak Ria halus.

Pandu memberikan gelas serta sendok itu. Ria meminumnya pelan. Rasa hangat langsung terasa ditenggorokannya. Tanpa Ria sadari, Pandu diam-diam memperhatikannya.

"Jangan buat gue khawatir bisa gak sih." Kata Pandu tiba-tiba.

Ria langsung berhenti minum meski gelasnya masih menempel di bibirnya.

"Elo itu harus bisa jaga diri, lebih berhati-hati, jangan ceroboh, gak usah bikin masalah, kurangi keras kepalanya. " Kata Pandu panjang lebar.

"Tunggu, sejak kapan kamu jadi panjang bicaranya?" Tanya Ria.

Pandu hanya bisa menahan kesalnya. Disaat dia peduli dengan Ria, justru tanggapan Ria seperti ini.

"Lepas ini cepat tidur, besok bangun pagi, jangan telat. Kalau elo telat, besok gue tinggal." Kata Pandu sambil berdiri.

"Yeee. Aku gak pernah kesiangan ya, subuh aku udah bangun." Balas Ria tak terima.

Pandu tersenyum kecil, sangat kecil. Bahkan Ria tak bisa melihat tersenyum. Pandu tahu jika Ria pasti terbiasa bangun pagi.

Pagi harinya semua murid sudah bersiap untuk pulang. Mereka berkumpul di salah satu rumah didesa itu sambil menunggu kedatangan bus mereka. Sementara itu, Ria dan Pandu berdiri bersampingan dan hanya diam menyelimuti mereka. Ria yang bosan akhirnya memulai berbicara.

"Kamu waktu itu kan diminta papa buat jaga aku. Nah, kalau papa marah sama aku, kamu harus tanggung jawab."

Ria yang belum selesai berbicara langsung terpotong karena kehadiran Amar dan Dani.

"Astaghfirullah, elo harus tanggung jawab Ndu. Emang Ria elo apain." Kata Amar.

Pandu yang mengerti maksud Amar langsung menoyor kepala Amar sedikit keras.

"Aduh..." Rintih Amar.

Ria dan Dani kompak cengengesan melihatnya.

"Pandu gak ngapa-ngapain kok, dia baik orangnya." Jelas Ria dengan tersenyum.

"Ternyata elo itu baik ya Ya." Kata Amar.

"Baik apanya?" Tanya Dani tak mengerti.

"Pandu gak ada baik-baiknya justru di bilang baik." Jawab Amar santai tanpa memperhatikan Pandu.

Untuk kedua kalinya Pandu menoyor kepala Amar. Amar hanya mengaduh kesakitan. Ria yang melihatnya justru tertawa dan Dani yang melihat Amar mengaduh merasa prihatin.

"Ria, kalau misal elo gak ada teman, kita siap kok jadi teman elo. Ya gak Ndu?" Kata Dani.

Pandu diam, sementara Ria terlihat senang.

"Boleh kan Ndu?" Tanya Ria memastikan.

Sementara yang ditanya hanya mengangguk. Ria tak memperdulikannya, dia senang akhirnya memiliki teman yang tampaknya tidak akan sama dengan teman sekelasnya.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang