DUA PULUH EMPAT

124 3 0
                                    

Dalam perjalanan pulang, Ria kembali dibuat kesal oleh seorang pengendara. Pengendara itu sepertinya sengaja memepet motor Ria. Saat Ria melaju cepat ataupun pelan pengendara itu selalu mengikutinya. Hingga akhirnya Ria menghentikan motornya dan segera turun. Pengendara itu ikut turun dari motornya.

"Kamu cowok itu kan?" Tanya Ria.

"Iya, seneng banget elo masih ingat gue." jawabnya kepedean.

"Ada apa?" Tanya Ria lagi tak mau basa basi.

"Gak ada apa-apa, cuma pengen lihat elo aja. Kebetulan lihat elo, terus gue pepet deh." Jawab Aldo.

"Udah kan ketemunya. Aku mau pulang, bye." Kata Ria hendak pergi.

"Eitsss, tunggu dulu. Masak mau pergi gitu aja." Ucap Aldo sambil meraih salah satu tangan Ria.

"Apalagi, gak usah pegang-pegang." Balas Ria tak suka dengan perlakuan Aldo.

"Kalau gak dipegang, elonya kabur."

Baru saja Ria ingin menjawab, namun ia urungkan. Pandu datang dan langsung turun dari motornya. Pandu melihat Aldo memegang tangan Ria dan Ria hanya diam karena kedatangannya.

"Lepas tangannya." Perintah Pandu.

"Kalem bro." Jawab Aldo dan langsung melepas tangan Ria.

"Ada urusan apa elo sama dia?" Tanya Pandu.

"Gak ada urusan apa-apa, ini mau pergi." jawab Aldo sambil mendekati motornya.

"Ya udah sana pergi." Kata Pandu.

Aldo terlihat menurut dan pergi dari sana. Ria dibuat tercengang melihatnya. Hanya karena perkataan Pandu saja mampu membuat Aldo pergi. Ria semakin penasaran dengan siapa sebenarnya Pandu.

"Gak langsung pulang tapi masih sempatnya ketemuan." Kata Pandu.

Ria hanya tersenyum kecil menanggapinya. Sudah kesekian kalinya Pandu menuduhnya yang tidak-tidak.

"Kalau ada apa-apa dijalan, telfon papa elo." Lanjut Pandu sambil memberikan ponselnya dan segera pergi dari sana.

Ria menerimanya dengan tersenyum karena niat baik Pandu. Lalu memperhatikan kepergian Pandu dalam diamnya.

Sudah beberapa hari ini Ria selalu dikantin seorang diri, Mita sedang ijin karena ada acara keluarga diluar kota. Tidak ada teman yang menemaninya makan. Bahkan Pandu menghindari darinya. Mungkin Amar dan Dani yang masih menyapanya. Ria kembali melewati hari-hari sepi di sekolahnya. Saat jam istirahat, Ria hanya berdiri di menatap bangunan sekolah dari lantai dua sekolahnya. Meskipun dia tidak punya banyak teman seperti yang lainnya, tapi dia masih bersyukur memiliki seorang sahabat yang mau menerimanya apa adanya. Saat ada seseorang murid cewek melintas, bulpoint yang dibawanya tak sengaja terjatuh dan Ria melihatnya.

"Tunggu.." Panggil Ria setelah mengambilnya.

Murid itu berhenti dan membalikkan badan.

"Bulpoint kamu jatuh." Ucap Ria sambil memberikan dan pergi dari sana.

Baru saja beberapa langkah, Ria mendengar teriakan. Aaaaa..... Saat Ria berbalik tidak ada seorang pun disana, dan saat Ria menengok kebawah dia melihat gadis yang ia ambilkan bulpoint tadi tergeletak dibawah sana. Para murid langsung mengerubungi gadis itu dan melihat keatas. Mereka melihat Ria ada diatas sana. Ria segera turun dari sana dan melihat gadis itu. Gadis itu bersimbah darah pada bagian kepalanya. Ria mengkhawatirkan gadis itu. Saat ingin memeriksa denyut nadinya, niatnya ia urungkan karena ucapan salah satu dari mereka.

"Pembunuh.."

Ria hanya diam mendengarnya, apa yang ia takutkan terjadi. Satu per satu dari mereka mengatakan Ria sebagai pembunuh. Berbagai cacian Ria dapatkan namun dia hanya bisa diam. Sampai akhirnya gadis itu dibawa ke rumah sakit dengan mobil sekolah.

"Aku bukan pembunuh." Tegas Ria kepada semua murid yang mengatakannya pembunuh.

Namun mereka tetap mengolok-olok Ria dengan kata tersebut.

Di kelas pun Ria hanya bisa pasrah saat teman sekelasnya ikut mengolok-ngoloknya dengan kata pembunuh. Hingga akhirnya seseorang murid memanggil Ria untuk datang ke ruang BK. Teman sekelasnya semakin menyorakinya. Ria langsung pergi dari sana.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang