TIGA PULUH TUJUH

108 7 0
                                    

Setelah mendengar penjelasan Mita, Pandu langsung menuju kelas Ria. Dia langsung menuju meja Ria, berharap ada petunjuk disana. Dia mengobrak-abrik isi tas Ria bahkan mengakses ponsel Ria. Untung saja ponselnya tidak di kunci dengan pin ataupun sandi. Semuanya nihil, tidak ada petunjuk apapun. Namun kunci motor Ria masih disini, setidaknya Ria masih berada di sekolah. Melihat Pandu yang kesal dan emosi yang bisa meledak kapan saja Amar, Dani dan Mita hanya bisa diam. Seperti sekarang. Pandu menggebrak meja disebelahnya karena kesal tidak menemukan petunjuk apapun.

"Bawa tasnya." Titah Pandu kepada mereka sambil menggenggam ponsel Ria keluar.

Tanpa jawaban Mita langsung membawa tas Ria keluar.

Setelah keluar kelas Pandu meminta mereka untuk berpencar mencari Ria dan diangguki mereka. Mulailah mereka mencari Ria. Mita yang hafal tempat yang sering dikunjungi Ria langsung pergi kesana. Sesampai di Perpustakaan Mita langsung mengitari beberapa rak buku yang ada disana. Namun hasilnya nihil, dia tidak ada disana. Sementara Amar dan Dani pergi ke kantin untuk memastikan keberadaan Ria, hasilnya sama. Sementara Pandu mencari di gudang tempat Ria pernah terkunci, entah kenapa gudang yang terlintas di fikirannya. Disana Pandu menjelajahi setiap sudut gudang namun Ria tak ada disana. Pandu berjalan ke arah pintu sambil mengeluarkan ponselnya menghubungi Dani.

"Gudang selain di dekat lapangan basket ada dimana?" Tanyanya sambil berjalan cepat.

"Belakang sekolah." Jawab Dani dari seberang.

Pandu langsung mematikan ponselnya dan berlari menuju gudang yang dimaksud Dani.

Di ruangan yang gelap, Ria duduk terikat dengan mata yang masih terpejam. BYURRRR.. Seorang gadis menyiramnya dengan seember penuh air. Hal itu membuat Ria terbangun dari pingsannya dan menatap kaget gadis didepannya.

"Siska.."

Yang dipanggil langsung tersenyum sinis.

"Apa kabar?" Tanya Siska.

Ria tak menjawab, dia melihat lingkungan sekitar yang banyak barang tertumpuk seperti gudang. Keadaannya gelap dan hanya sinar lampu diatasnya yang menerangi ruangan itu.

"Bingung ya sekarang ada dimana? Tenang, kamu masih disekolah kok." Jelas Siska dengan senyum yang tak pernah luntur dari bibirnya.

"Maksud kamu apa bawa aku kesini?" Tanya Ria lalu berusaha melepas ikatan ditangannya.

"Aku cuma mau balas dendam aja, sebelum aku benar-benar keluar dari sekolah ini."

"Keluar?" Tanya Ria bingung.

"Jangan pura-pura bodoh, kamu tahukan kalau aku yang udah dorong Ratri dari lantai dua." Jawab Siska sambil menjambak rambut Ria. Ria mengeluh kesakitan.

"Kalau aja dia mati semua ini gak akan terjadi, biar semua orang nuduh kamu sebagai pelakunya. Sayangnya dia sadar dari komanya." Lanjut Siska sambil semakin menjambak rambut Ria erat.

"Sakit Sis, lepas." Ria mengaduh kesakitan.

"Gak akan semudah itu. Gak tau kenapa aku benci banget sama kamu. Kalau aku gak bisa sekolah disini, harusnya kamu juga boleh sekolah disini." Kata Siska lalu mengeluarkan pisau yang sudah dia persiapkan dan mendekatkannya di wajah Ria.

Mata Ria membulat kaget.

"Tolong.." Teriak Ria meminta tolong.

Siska yang tak suka langsung menampar keras pipi Ria dan meninggalkan jejak disana. Ria terdiam dan meringis kesakitan. Tak habis fikir perilaku Siska bisa sejauh ini.

"Jangan teriak-teriak donk, nanti kalau ada yang denger gimana?" Nada bicara Siska mendadak lembut.

Ria mulai mewaspadai sikap Siska selanjutnya.

"Aku cuma mau sekolah dengan nyaman di sekolah ini, tapi semenjak kenal sama kamu semua itu gak bisa aku dapatkan. Kenapa?" Bentak Siska.

Ria tak menjawab.

"Kenapa Ria?" Bentaknya sekali lagi sambil kembali menjambak rambut Ria.

Ria masih kekeh dengan diamnya.

"Oh, mau aku ajari caranya ngomong ya."

Siska melepaskan jambakannya dan beralih menampar Ria dengan keras hingga terasa panas dan perih. Penampilannya sangat kacau.

"Masih gak mau bicara juga? Jangan sampai aku buat lecet wajah kamu itu ya, mau?" Kata Siska sambil menyentuh pipi Ria dengan ujung pisaunya.

Ria berusaha kuat dan menahan takutnya. BRAAKKKK... Pintu terbuka setelah didobrak keras dari keluar.

"Pandu.." Satu kata yang terucap dari Ria.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang