EMPAT PULUH TUJUH

107 6 0
                                    

Di sebuah gudang disalah satu bangunan tua, Ria duduk terikat disalah satu kursi tepat dibawah lampu kecil yang menyinari ruangan itu. Kaki dan tangannya terikat dengan mata yang masih terpejam. Hingga akhirnya suara derap langkah mulai mendekati Ria dengan membawa segelas air minum. BYURRR.. Lelaki itu menyiram Ria tepat di wajahnya, memaksa Ria terbangun dari tidurnya. Ria membuka mata dan melihat ke sekeliling. Ruangan asing yang bahkan tidak pernah terfikirkan oleh Ria jika Ria harus berada disini sekarang. Hingga akhirnya matanya menangkap seorang lelaki yang berdiri dengan membawa gelas kosong. Lelaki itu tersenyum sinis terhadapnya, Ria yang menyadari siapa dia lansung membulatkan matanya.

"Rendi.." Ucap Ria pelan.

"Benar sekali, pagi Ria." Sapanya dengan senyum manisnya.

Ria tak menjawab, justru memandangnya dengan kesal.

"Masih pagi jangan memasang wajah jutek, ntar cantik elo ilang." Lanjut Rendi sambil mencolek dagu Ria.

Namun Ria segera memundurkan kepalanya. Rendi yang mendapat penolakan dari Ria hanya tersenyum kecil.

"Pasti elo penasaran kan kenapa elo bisa ada disini? Tenang, semua akan gue jawab kalau Pandu udah ada disini. gue cuma mau main-main sama Pandu. Gue mau dia melihat gimana rasanya kehilangan seseorang yang dia sayang."

"Maksudnya?" Tanya Ria yang mulai mengerti maksud kalimat Rendi.

"Gak usah belagak gak ngerti, elo tau kan apa yang gue maksud. Apa gue harus jelasin kalau gue mau elo mati di depan Pandu." Jelas Rendi yang diawali senyum kecil lalu diakhiri dengan sorot mata tajam.

"Lepasin aku.." Kata Ria sedikit teriak.

"Gak semudah itu Ria." Balas Rendi sambil mengusap pelan rambut Ria.

Ria menggerak-gerakkan kepalanya berusaha menghindar dari sentuhan Rendi.

"Gak usah banyak tingkah. Tunggu aja sebentar lagi Pandu datang, gue udah telfon dia tadi." Lanjut Rendi dengan menepuk-nepuk pelan kepala Ria.

Entah kenapa perlakuan dari Rendi yang Ria terima membuatnya merasa ketakutan. Tak lama tiga orang lelaki datang dan salah satunya mendekat kearah mereka.

"Dia datang." Ucap lelaki itu pelan.

Rendi langsung tersenyum, sementara Ria merasakan jika yang dimaksud lelaki itu adalah Pandu. Rendi berdiri tepat di belakang Ria dengan kedua tangannya menyentuh bahu Ria. Entah kenapa Ria semakin merasa dilecehkan dan dia hanya bisa menahan tangisnya. Tak lama Pandu memasuki ruangan itu, dan yang semakin membuat Ria terkejut ada Bayu dibelakang Pandu. Ternyata Bayu ikut andil dalam penyekapannya. Pandu yang melihat Ria duduk terikat semakin membuat hatinya sakit.

"Hai, Ndu. Udah kangen ya sama gadis lo ini?" Tanya Rendi dengan tangannya mengelus-elus wajah Ria.

Ria tak mampu menahan air matanya, dia menangis tanpa isakan. Pandu yang melihatnya semakin tersayat hatinya.

"Jauhi tangan lo dari Ria." Gertak Pandu sambil berjalan ke arah mereka.

Namun dengan cepat dua lelaki yang ada disana menahan lengan Pandu dan membuatnya tak bisa bergerak.

"Tenang , gue gak akan apa-apain dia kok." Jawab Rendi sambil mensejajarkan kepalanya dengan Ria dengan posisi masih dari belakang Ria.

Ria yang melihat wajah Rendi berada tepat disampingnya membuat air matanya semakin deras. Pandu yang melihatnya sungguh tahu jika Ria saat ini sedang ketakutan.

"Jauhin wajah lo dari Ria." Bentak Pandu.

Melihat Pandu yang sudah terpancing, Rendi mulai mengangkat kepalanya.

"Gue cuma mau melihat elo menderita melihat gadis yang elo sayang juga menderita." Kata Rendi.

"Maksud elo apa?" Tanya Pandu dengan kedua lengan masih ditangan dua lelaki disampingnya.

"Kejadian satu tahun yang lalu dan semua gara-gara elo. Adik gue suka sama elo sementara elo nolaknya dan berakhir dengan adik gue kecelakaan. Dia meninggal ditempat setelah elo nolak dia di kafe."

Kejadian itu terekam di ingatan Pandu dan otaknya memutar kejadian satu tahun yang lalu.

"Fely meninggal ditempat, padahal gue udah larang dia buat jangan pulang karena masih hujan. Karena dia sudah terlanjur malu dan sakit secara bersamaan didepan banyak orang, dia pergi. dia pergi dari kafe dan pergi selamanya dari hidup gue."

Pandu hanya bisa menunduk mengingatnya.

"Andin, mantan pacar gue. gue udah pacaran sama dia sejak SMP. Semenjak dia kenal elo, dia berubah dan mutusin gue karena dia suka sama elo. Bahkan tanpa tahu malu, dia mengutarakan perasaannya sama elo didepan orang banyak. Hasilnya pun sama seperti adik gue, dia ditolak. Karena sakit hati, dia pamit sama gue untuk pindah ke Bali dan menetap bersama orang tuanya. Belum sampai Bali, pesawatnya kecelakaan. Akhir yang sama seperti adik gue kan." Cerita Rendi dengan sedihnya.

Kali ini Pandu mengangkat kepalanya karena merasa dia disalahkan atas meninggalnya dua perempuan yang disayang Rendi.

"Elo gak bisa rasakan Ndu, kehilangan dua orang yang elo sayang ditahun yang sama. Nenek elo kan udah pergi, maka dari itu gue mau bikin Ria juga pergi. Supaya elo bisa rasakan apa yang dulu pernah gue rasakan." Tutur Rendi dengan menunjukkan pisau kecil yang dia ambil dari saku jaketnya.

Mata Pandu terperangah kaget, begitu pula Ria. Pandu segera melepaskan diri dari lelaki itu. Dia menghajar mereka habis-habisan sebelum dia berurusan dengan Rendi. Setelah dua lelaki itu lemah, Pandu mendekati Rendi dengan menendang tangan Rendi yang tadi memegang pisau. Pisau itupun terjatuh. Hal itu langsung dimanfaatkan Pandu untuk menghajar Rendi habis-habisan. Wajah Rendi mulai berdarah karena pukulan Pandu. Sementara para lelaki yang ada disana justru diam dan tak mau melawan Pandu. Melihat Rendi mulai melemah di lantai, Pandu menyudahi aksinya dan mengambil pisau untuk memotong ikatan di lengan Ria. Tangan Ria sudah terlepas, Pandu segera memotong ikatan di kaki Ria. Namun belum terlepas sepenuhnya, kalimat Rendi membuatnya terhenti.

"Dasar munafik. Di sekolah aja elo sok baik, diam dan gak banyak omong. Padahal aslinya, elo itu brutal, anak motor dan suka balapan. Kok bisa nyokap elo punyak anak kayak elo."

BUGHHHH.. Pukulan keras mendarat di wajah Rendi dan membuatnya tersungkur kembali.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang