TIGA PULUH ENAM

118 6 0
                                    

Seminggu setelah meninggalnya nenek Pandu, Pandu sudah kembali seperti semula dan menerima takdir. Dia tidak ingin terbayang-bayang dengan kepergian neneknya. Masih ada sahabatnya dan Ria yang selalu ada untuknya.

"Pandu kok gak makan? Udah sarapan di rumah ya?" Tanyanya Ria yang baru datang.

Yang ditanya hanya diam.

"Aku pesenin mau? Mau bakso atau mi ayam atau nasi goreng?" Lanjutnya.

Pandu menggeleng. Ria tak berhenti disitu. Dia beranjak dari kursinya dan memesan makanan lalu kembali dengan semangkok bakso. Dia tampak mulai meracik sambal dan kecap. Kali ini Pandu mulai memperhatikan Ria. Tak lama matanya membulat melihat Ria memasukkan sambal tiga kali dan mau ke empat kalinya.

"Udah sambalnya." Pandu memperingatkan.

"Kurang Ndu."Balas Ria hendak menuangkan sambal ke empatnya.

Belum sempat sendok sambal itu Ria tuang, tangannya ditahan Pandu. Pandu merebut sendok itu dan menutup wadah sambal itu kembali sambalnya.

"Gak asik ah." Kata Ria berniat mengambil sambal yang berada didekat Pandu. Pandu kembali menjauhkannya.

"Kamu itu punya maag, jangan terlalu banyak makan sambal." Kata Pandu akhirnya.

Ria tersenyum kecil mendengarnya, entah kenapa kalimat yang diutarakan Pandu sebagai bentuk perhatian.

"Kalau aku gak mau?" Tantang Ria.

"Resiko tanggung sendiri." Jawab Pandu cuek.

"Ok, siap calon imam." Ria mengalah.

Pandu tersenyum kecil mendengarnya. Entah mengapa mendengar panggilan yang diucapkan Ria menimbulkan rasa senang dihatinya. Ria yang melihatnya justru tersenyum puas.

"Berasa tak dianggap ya Mar." Keluh Dani.

"Heem.." Jawab Amar dengan gumaman karena memilih meminum jusnya dan pura-pura tidak menyadari keberadaan Ria dan Pandu.

Ria yang melihatnya menahan tawa karena kekonyolan mereka.

Dalam perjalanan ke kelas, Ria tampak asyik berbicara dengan Amar dan Dani. Sementara Pandu hanya diam mendengarkan. Hingga akhirnya obrolan mereka terhenti karena ada dua murid yang melintas. Mereka membicarakan tentang siapa yang mendorong Ratri dari lantai dua. Ratri yang sudah bangun dari komanya mengetahui siapa yang mendorongnya dan dia adalah murid kelas XI IPA 2.

"Kelas aku donk." Kata Ria yang kaget.

"Iya juga ya, jangan-jangan kamu ya." Ucap Amar santai.

Ria langsung memelototinya tajam sementara Amar hanya cengengesan sambil memberikan dua jarinya.

"Teman sekelasmu ternyata seorang pembunuh, hati-hati Ya." Pesan Dani.

Ria mengangguk menanggapi. Berbeda dengan Pandu yang entah kenapa mendengar kalimat yang Dani bicarakan membuatnya harus waspada dan memperhatikan Ria.

Seperti biasa, Pandu berdiri di depan kelasnya menunggu Ria keluar. Entah sejak kapan hal itu ia lakukan namun sudah menjadi kebiasaan Pandu beberapa minggu ini. Amar dan Dani yang melintas langsung menggoda Pandu.

"Cie yang nunggu ceweknya keluar kelas, ya gak Dan." Kata Amar.

"Iya, padahal pacar juga bukan." Jawab Dani santai.

Pandu diam tak menanggapi.

"Ditemenin gak Ndu?" Tanya Amar sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Pandu masih setia dengan diamnya karena tahu akan kemana kalimat Amar selanjutnya.

"Sekalian tebar pesona, aku tahu kok kalau aku ganteng." Lanjut Amar dengan percaya dirinya.

Pandu langsung mengalihkan pandangannya sementara Dani langsung mendorong kepala Amar sedikit kasar dan membuat Amar mengaduh kesakitan. Suasana saat itu cukup ramai karena lalu lalang para murid yang ingin pulang. Bahkan tak jarang murid perempuan melintas dengan berbisik-bisik dan melempar senyum kepada mereka bertiga, khususnya Pandu dan dia hanya diam sambil memalingkan wajah. Saat bersamaan matanya menatap teman Ria, Mita berjalan cukup cepat menuju ke arahya.

"Hai Mit, mau kemana sih buru-buru amat. Jalan pulang bukan kesini lho." Sapa Amar melihat Mita yang sudah mendekat karena berjalan melawan arah dari para murid yang ingin keluar.

"Aku tahu jalan keluarnya dimana, aku kesini mau ke kelas Ria. Aku mau nebeng dia buat antar pulang, tapi aku telfon gak diangkat-angkat. Takutnya dia udah pulang, makanya aku ke kelasnya." Jelas Mita lalu melanjutkan langkahnya.

"Bukannya Ria belum keluar ya, otomatis dia masih di kelaslah. Tapi tumben amat dia ditelfon gak diangkat?" Kata Dani sambil memperhatikan Mita hingga hilang di kelas Ria.

Pandu yang mendengarnya ikut memperhatikan kelas Ria karena membenarkan kalimat Dani. Hingga tak lama Mita keluar dari sana dan menghampiri mereka dengan gugup.

"Ria gak ada dikelas, tas sama ponselnya masih di meja. Kata temannya dia keluar minta ijin ke toilet saat jam pelajaran terakhir dan hingga sekarang belum balik." Jelas Mita.

Mereka bertiga kaget mendengarnya, terutama Pandu yang terlihat kesal dan mengepalkan tangan kanannya.

"Dan kalian tahu siapa yang mendorong Ratri?" Lanjut Mita.

Hanya Amar yang merespon dengan gelengan.

"Siska.." Ucap Mita.

Pandu yang mendengarnya tak bisa mengendalikan emosinya. Setelah mendengarnya dia menendang tempat sampah yang ada didekatnya hingga pecah dan hal itu membuat mereka bertiga kaget.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang