EMPAT PULUH DUA

106 9 2
                                    

Setelah kejadian Ria disekap Siska di gudang, kali ini tekad Pandu sudah bulat. Hari ini Pandu mengajak Ria untuk berteme didekat taman perumahan tempat tinggal Ria. Disana Pandu sudah duduk santai sambil memperhatikan suasan sekitar dan menikmati udara sejuk ditaman itu. Menit berlalu dan Ria sudah datang. Hari ini Ria tampak manis, sama seperti hari biasanya. Hanya berpakaian santai dan rambutnya dibiarkan tergerai. Pandu merasa beruntung bisa dekat dengannya, namun disisi lain dia harus melepasnya. Ria yang baru datang memilih berdiri, hal itu membuat Pandu ikut berdiri.

"Hai." Sapanya dengan senyum manisnya.

Pandu hanya tersenyum menanggapinya.

"Tumben ngajak ketemuan, pasti ada hal penting yang mau dibicarakan." Tebak Ria.

Pandu mengangguk pelan.

"Apa?" Tanya Ria antusias

"Kamu ingat hari dimana kamu bilang kamu akan pergi jika aku yang memintamu untuk pergi?" Kata Pandu dengan senyum kecilnya.

Senyum Ria langsung luntur begitu mendengarnya.

"Dan aku memintanya dihari ini." Lanjutnya dengan nada serius.

"Maksud kamu?" Tanya Ria dengan wajah sedihnya.

"Mulai hari ini kamu menjauh dari aku, jangan ganggu aku, anggap kebersamaan kita selesai dihari ini."

"Salah aku apa? Bilang sama aku."

"Kamu gak salah, aku yang salah. Gak seharusnya aku menanggapi kamu yang sudah sejak awal ingin mendekatiku."

"Semudah itu kamu bilang? Cuma demi kamu aku rela deketin kamu, membuang rasa malu aku karena aku yakin suatu saat kamu akan suka sama aku. Lalu ini balasan kamu sama aku? Saat aku sudah sangat yakin kamu akan membalas rasaku ini, kamu justru memintaku menjauh?" Kata Ria emosi.

Pandu diam tak menjawab.

"Harusnya dari awal kamu gak usah nanggepin aku, biar aku yang malu. Malu sebagai cewek yang gak ada henti-hentinya deketin kamu. Membiarkan mereka dengan opininya menganggap aku sebagai cewek murahan yang gak bisa mikir kalau cowok yang diperjuangkan gak akan bisa dia dapatkan." Lanjutnya.

Pandu masih setia dengan diamnya dan itu membuat Ria muak.

"Apa ada kaitannya dengan Siska?" Tebak Ria.

Mata Pandu membulat mendengarnya.

"Hari dimana kamu mengatakan kamu penyebab aku celaka. Kamu mengucapkannya di rumahku, kamu ingat/ Aku sudah menebak akan seperti ini akhirnya." Tutur Ria dengan air mata yang mengalir.

Pandu tak bisa melihatnya, ia memilih memalingkan muka dan segera mengakhiri ini semua.

"Aku minta maaf atas semua yang terjadi sama kamu. Mulai hari ini anggap aja kita gak saling kenal." Kata Pandu dan memilih meninggalkan Ria.

Ria tak menyangka Pandu melakukannya. Air matanya mengalir seiring kepergian Pandu. Bahkan Pandu tak berniat menengok kebelakang. Sungguh berakhirkah kebersamaan mereka di hari ini?

Hari berganti, Ria tampak diam dan cuek. Setelah kejadian Pandu memintanya untuk menjauh, sejak itu pula Ria berubah. Dia masa bodoh dengan lingkungan sekitar. Berjalan ke kelas dengan wajah datarnya. Bahkan para murid yang melintas tak berniat bertegur sapa dengannya. Memang sejak dulu bukan, tapi kali ini karena wajah Ria yang terlihat lebih cuek membuat orang sekitar malas untuk menyapanya. Dikelas pun Ria duduk sendiri sambil menyumpal telinganya dengan earphone. Suasana kelas yang menganggapnya tidak ada semakin membuatnya betah duduk disana. Dia memang sudah terbiasa, sangat malah. Justru aneh jika salah satu dari mereka yang mengajaknya bicara. Jam istirahan dia hanya duduk seorang diri karena Mita sedang sibuk dengan tugasnya. Saat ada beberapa murid lelaki melintas dan menyapanya, Ria hanya meliriknya sekilas. Ria kembali ke hari dimana dia tidak memiliki teman. Entah kenapa kedekatannya dengan Pandu bisa membuat Ria berteman dengan Amar dan Dani, Ria beruntung itu. Tapi saat ini semuai itu hanyalah kenangan. Berjalan seorang diri di koridor kelas tanpa ada teman yang menemaninya. Hingga akhirnya matanya bertemu dengan mata hitam milik Pandu. Ria memperlambat langkah, ingin mengetahui bagaimana sikap Pandu kepadanya. Dibelakang sudah ada Amar dan Dani yang tersenyum kecil ke arahnya. Hal yang diharapkan terjadi. Pandu hanya meliriknya sekilas, sangat cepat dan kembali memperhatikan depan. Wajah cuek Pandu tanpa ada bibir yang tersenyum atau menyapa Ria. Ria pun menerima dan segera mempercepat langkahnya saat Pandu sudah melintasinya. Meski ada kecewa tapi apa boleh buat, dia harus menerimanya.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang