DUA PULUH LIMA

133 4 0
                                    

Di ruang BK sudah ada beberapa guru yang ada disana. Ingin mendengar kesaksian Ria.

"Bisa jelaskan kenapa Ratri bisa terjatuh?" Tanya Bu Anggi.

"Saya tidak tahu,Bu. Saya hanya memberikan bulpointnya yang sempat terjatuh, baru beberapa langkah saya pergi saya mendengar teriakan. Saya lihat kebelakang cewek itu tidak ada, saya lihat ke bawah, dia udah kayak gitu." Jelas Ria.

"Jangan berbohong kamu." Kata Bu Maya yang kebetulan ada disana.

"Saya tidak berbohong, terserah anda mau percaya apa tidak." Balas Ria.

"Kalau bukti menyatakan kamu bersalah, kamu harus tanggung perbuatan kamu." Ucap Bu Maya.

"Silahkan cari barang buktinya. Jika memang saya bersalah dengan barang bukti itu, saya ikhlas menerimanya meskipun saya tidak pernah melakukannya." Tegas Ria.

Semua terdiam mendengarnya. Pihak sekolah tetap melaporkan kepada pihak berwajib. Ria pun mengikuti prosedurnya jika memang sewaktu-waktu ia di panggil.

Berita tentang terjatuhnya Ratri dari lantai dua dan disebabkan oleh Ria sudah menyebar luas di sekolah. Dimanapun kaki Ria melangkah, disitu pula dia akan menjadi bahan olokan. Hingga matanya menatap Pandu yang perlahan mulai mendekatinya. Pandu hanya melirik sekilas dan melewatinya. Dibelakang ada Amar dan Dani yang mengikuti.

"Sabar ya." Ucap Amar.

Sementara Dani menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih." Balas Ria pelan.

Amar dan Dani segera menyusul Pandu. Ria hanya tersenyum getir melihatnya.

Malam harinya Pandu dan geng motornya berkumpul di depan salah satu mall di Bekasi. Berbincang bersama meskipun disana Pandu hanya diam mendengar. Hingga pandangannya menangkap kedatangan seorang gadis bersama yang dibonceng seorang lelaki. Gadis itu turun di pintu masuk mall itu sementara lelaki itu tampak memasuki area parkir yang ada disana. Pandu turun dari motornya dan segera menghampiri gadis itu.

"Munafik.." Cerca Pandu di depan gadis itu.

"Maksudnya apa?" Tanya Ria tak mengerti, ya gadis itu Ria.

"Malam ini elo jalan sama dia, besoknya lagi elo jalan sama siapa? Gak ingat masalah elo di sekolah?" Jawab Pandu.

Ria hanya tersenyum kecut menanggapinya. Entah sampai kapan hubungannya dengan Pandu akan seperti ini.

"Makin kesini kok kayak gini ya. Terserah lah gimana kamu mau menilai aku." Balas Ria dengan tersenyum.

Pandu segera pergi dari sana saat melihat lelaki yang datang dengan Ria mulai berjalan ke arah mereka.

Pagi di sekolah, sindiran pedas menghiasi langkah Ria menuju kelasnya. Ria tak memperdulikannya dan acuh terhadap meraka. Dia menerimanya dengan ikhlas. Ingin menjelaskan yang sebenarnya tapi dia rasa akan percuma. Di kelas pun tak beda jauh. Secara terang-terangan mereka mengolok-olok Ria. Bahkan Siska begitu antusias. Namun Ria hanya acuh menanggapinya. Ria duduk di bangkunya sambil menenggelamkan kepalanya di meja. Dia ingin bercerita langsung kepada Mita. Namun sahabatnya itu belum kunjung masuk.

Saat pulang sekolah, langit mendung menyambut mereka. Sebagian dari mereka memilih bertahan di sekolah karena sebentar lagi akan turun hujan. Ria yang tak mau berlama-lama dikelas langsung keluar dari ruangan itu. Terlihat beberapa murid memilih duduk di teras kelas.

"Ria.." Panggil seseorang.

Ria yang baru beberapa langkah menjauh dari kelasnya seketika berhenti tak kala Siska memanggilnya. Suasana saat itu lumayan ramai. Siska berjalan mendekati Ria dan langsung menjadi pusat perhatian. Apalagi sebagian murid dari XI IPA 2 ikut keluar kelas, tak terkecuali Pandu dkk.

"Kamu kan udah jadi pembunuh, kok masih aja sih ke sekolah. Kamu gak malu apa ? Atau kamunya yang gak tau malu." Sindir Siska.

Ria hanya diam disana, membiarkan Siska berbicara sesukanya.

"Datang ke rumah sakit donk, minta maaf sama orang tuanya. Sebelum kamu ditangkap dan dipenjara, mending besuk korban kamu dulu." Lanjutnya.

Ria mulai jengah mendengarnya, dia berniat pergi dari sana. Namun saat Ria berbalik badan Pandu tepat berada didepannya.

"Tuh Ndu, Ria yang kayak gitu aja masak masih kamu deketin." Kata Siska.

Pandu hanya menatap Ria dalam diam, begitu pula Ria. Ingatan Pandu kemarin malam masih membekas di otaknya. Ria berboncengan dengan lelaki lain. Hal itu yang membuat Pandu kesal hingga sekarang.

"Kemarin lusa pegangan tangan sama Rendi dan Aldo, tadi malam boncengan sama cowok lain. Nanti malam sama siapa lagi?" Kata Pandu.

Ria tersenyum mendengarnya, ternyata Pandu masih marah kepadanya.

"Di sekolah aja pengen deket sama aku, ternyata di luar punya banyak cowok yang udah kamu deketin." Lanjut Pandu sambil menatap dingin Ria.

"Aku iyain aja. Aku terima itu."

"Udah jenguk adik kelas itu? Gak ingat dia jatuh gara-gara siapa?" Cerca Pandu.

"Cukup Ndu. Aku terima satu sekolah nuduh aku jatuhin adik kelas itu. Tapi gak tau kenapa aku gak bisa terima kalau kamu nuduh aku. Apalagi kamu gak ada bukti yang kuat kan buat nuduh aku." Kata Ria.

"Kenapa gak bisa terima kalau aku yang bilang? Beneran suka banget sama aku? Tapi apa kamu gak malu tiap hari deketin aku? Murahan banget." Cerca Pandu di depan murid-murid.

Ria hanya diam sambil memejamkan matanya. Tak menyangka Pandu akan berkata hal seperti itu. Mereka bahkan menjadi pusat perhatian banyak pasang mata disana.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang