TIGA PULUH EMPAT

116 9 0
                                    

Tangan Pandu melayang di udara karena teriakan Ria.

"Jangan, ini di sekolah." Lanjut Ria sambil menahan lengan Pandu.

Entah kenapa Pandu menurut, hal yang tak biasa Pandu lakukan.

"Ndu Ndu, Ria melarang kamu nurut aja. Sumpah bukan kamu banget." Ejek Pandu.

"Kamu pergi." Suruh Pandu.

"Kalau aku gak mau?" Tantang Bayu.

Sebelum Pandu kembali emosi, Pandu memilih pergi dari sana dan menarik tangan Ria. Masa bodoh jika Pandu menjadi pusat perhatian disana. Sementara Bayu memandangi kepergian mereka dengan senyum sinisnya.

Dalam perjalanan ke kelas, Ria tak henti-hentinya menenangkan Pandu agar bisa meredam marahnya.

"Jangan suka marah-marah Ndu, ntar kalau kamu keriput gimana? Kelihatan tua kan, tapi tenang aku tetap suka kok."

Pandu hanya diam menyimak.

"Memaafkan itu lebih baik dari pada membalasnya. Mengalah bukan berarti kalah, tapi kita tidak mau menambah masalah." Nasehat Ria.

Saat Ria ingin kembali berbicara, ponsel Pandu berdering. Pandu mengangkatnya. Hanya beberapa kata yang terlontar dari mulut Pandu kemudia dia diam dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. Dia mematikan ponselnya dan berbalik arah. Ria yang tak tahu Pandu ingin kemana langsung menahan tangan Pandu. Namun Pandu tak tinggal diam, dia menarik kasar tangannya dan Ria langsung melepaskan. Ria hanya diam ditempat tanpa mau mengejar dan menatap kepergian Pandu.

Beruntungnya hari ini ada rapat guru sehingga murid dipulangkan lebih awal. Saat Ria baru saja memasukkan buku ke dalam tasnya, ponselnya bergetar. Ada 1 pesan whatsapp dari Pandu.

"Oma meninggal."

Ria kaget membacanya. Tanpa membalas pesan dari Pandu, dia segera keluar ruangan dan berlari ke parkiran.

Ria telah tiba dirumah sakit setelah sebelumnya meminta alamat rumah sakit tempat nenek Pandu dirawat. Ria berlari mencari kamar jenazah karena menurut Pandu neneknya sudah dipindahkan. Setelah beberapa menit bertanya kepada beberapa suster, langkahnya terhenti saat melihat Pandu duduk sendiri bersimpuh dilantai dengan bersandar dinding. Ria berjalan pelan mendekatinya. Hatinya ikut sedih mendengar nenek Pandu meninggal. Namun yang membuatnya lebih sedih, saat neneknya meninggal tidak ada seorang pun dari keluarganya yang menemaninya. Ria duduk disamping Pandu sambil memegang bahu Pandu. Pandu yang saat itu menundukkan kepala langsung terangkat dan memandang Ria dengan wajah sedihnya.

"Oma..." Satu kata yang terucap dari mulut Pandu.

Ria yang mendengarnya langsung menitikan air mata dan menganggukkan kepala karena mengerti rasa sedih yang dialami Pandu. Sementara Pandu kembali ke posisinya dengan menundukan kepala dan menangis dalam diam. Ria yang tahu langsung merengkuh Pandu untuk membuatnya tegar. Pandu yang diperlakukan seperti itu hanya bisa menangis tanpa suara. Hanya Ria yang saat ini ada disampingnya, yang bisa menguatkannya. Ria yang baru pertama kalinya melihat Pandu seperti itu sungguh merasa sedih. Air matanya ikut mengalir bercampur dengan rasa sedih atas meninggalnya oma dan prihatin dengan keadaan Pandu saat ini.

Sore harinya nenek Pandu langsung dimakamkan. Di pemakaman tampak hadir beberapa kerabat dan murid sekolah yang datang melayat. Pandu memakai pakaian serba hitam dengan kacamata yang melekat menutupi matanya. Dia tak ingin sorot mata kesedihannya terlihat didepan teman-temannya. Dia duduk disamping makam omanya sambil menabur bunga. Beberapa pelayat ikut bersedih atas meninggalnya nenek Pandu. Amar dan Dani yang ada disana hanya bisa diam dan selalu disamping Pandu. Ria yang baru datang langsung membelah kerumanan dan duduk disamping Pandu. Menepuk pelan bahu Pandu dan membuat lelaki itu menoleh lalu kembali melihat nisan neneknya. Ria hanya bisa mengelus pelan secara perlahan-lahan sebagai wujud agar dia bisa menerima semuanya. Entah kenapa hal itu menjadi pemandangan tersendiri dikalangan para murid yang hadir. Kebersamaan mereka berdua menandakan jika memang keduanya punya kedekatan. Tangan Ria beralih dengan menggenggam tangan kanan Pandu. Pandu yang merasakan sentuhan hangat kembali menoleh. Tangannya tergerak untuk membalas tangan Ria dengan menggenggamnya erat. Ria yang menyadarinya dan melihat wajah Pandu yang penuh akan kesedihan hanya bisa tersenyum kecil menguatkan.

Menjelang senja, Ria, Amar dan Dani masih ada di rumah Pandu. Pandu kali ini memilih berdiri di balkon rumahnya lantai dua memperhatikan jalanan rumahnya. Ria yang tak tega langsung menghampirinya.

"Mau aku buatkan teh?" Tawar Ria setelah berada disampingnya.

Pandu tak menjawab justru menarik nafas panjang.

"Mungkin kamu mau cerita sesuatu aku akan mendengarnya." Lanjut Ria.

"Gue semakin sendiri dirumah ini." Kata Pandu.

Hal itu sukses membuat Ria terdiam, dia tahu arti kalimat yang diucapkan Pandu yang tersirat rasa kesepian yang mendalam.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang