LIMA PULUH

84 3 0
                                    

Suara langkah kaki terdengar jelas di lorong rumah sakit. Apalagi saat ini pukul setengah empat. Derap langkahnya begitu jelas terdengar. Dia berlari menuju ruang ICU tempat gadisnya berada. Sesampainya disana, pintu ruangan itu terbuka. Pandu masuk dan melihat ada Alfa dan Om Danu beserta dua suster yang sibuk. Om Danu hanya bisa duduk di kursi dengan wajah menunduk. Sementara Alfa yang menyadari kehadiran Pandu langsung mendekat dan mengelus pelan pundak Pandu. Pandu langsung menepis dan membuang kasar tangan Alfa. Matanya memerah melihat pemandangan yang ada didepannya. Peralatan medis dan beberapa selang mulai dilepas dari tubuh Ria. Pandu berjalan lambat karena tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Saat semua peralatan sudah terlepas dan salah satu suster menarik selimut untuk menutupi Ria, tangan Pandu mencengkeram erat tangan suster itu.

"Jangan." Tegas Pandu.

"Maaf Mas, nona Ria sudah tidak ada." Jelas suster itu.

"Lepas selimutnya." Kata Pandu dengan nada dinginnnya.

Suster itu menurut, dia melepas ujung selimut itu dan mengurungkan niatnya. Pandu mendekat ke arah Ria. Seakan tidak percaya, digenggamnya tangan Ria dan terasa dingin.

"Bangun, jangan coba bercanda sama gue." Ucap Pandu serius.

Om Danu dan Alfa hanya diam melihatnya. Padahal mereka tidak tega melihat Pandu seperti itu.

"Gak lucu, Ya. Ayo bangun." Perintah Pandu dengan air matanya yang mulai mengalir.

Om Danu yang tak bisa melihatnya hanya bisa tertunduk kembali.

"Elo mau buat gue suka sama elo kan, gue udah suka sama elo. Elo mau gue balas perasaan elo, gue akan balas perasaan elo asalkan elo mau bangun. Jangan buat gue sedih karena ini. Lo denger gue gak sih Ya." Kata Pandu dengan nada membentak diakhir kalimat sambil memegang kedua bahu Ria.

Tak ada respon apapun dari Ria.

"Elo disekap sama Rendi, gue udah merasa bersalah. Buat elo koma disini membuat gue semakin bersalah. Jangan tambah rasa bersalahnya gue karena kepergian elo. Ria bangun." Jelas Pandu kali ini dengan nada amarahnya.

Ria sama sekali tak merespon, membuat Pandu semakin kalut dan semakin mengguncangan kedua bahu Ria sambil memanggil-manggil namanya.

"Ria..." Panggil Pandu dengan nada teriakan untuk terakhir kalinya.

Air mata Pandu setelah itu, dia tak menyangka jika Ria benar pergi darinya. Namun tak berapa lama, Pandu menangkap pergerakan dari jari Ria. Matanya menatap tajam wajah Ria, berharap ada keajaiban. Alfa yang juga melihatnya langsung keluar ruangan dan memanggil dokter. Tak lama dokter masuk bersama Alfa. Om Danu yang belum menyadarinya segera mendekat. Dia melihat sendiri jari putrinya bergerak. Sang dokter langsung memeriksanya. Beberapa menit kemudian, senyum kecil muncul di wajah dokter itu. Beliau segera menghampiri tiga pria yang ada disana.

"Sebuah mukjizat, jantung putri Bapak kembali berdetak."

Satu kalimat dari dokter yang mampu membuat mereka bertiga senyum dan mengucap hamdallah.

Setelah dinyatakan meninggal kemudian hidup kembali, kali ini Ria sudah dipindahkan ke ruang perawatan VIP yang ada dirumah sakit itu. Keadaan Ria berangsur membaik meskipun masih dibantu alat medis yang ada disana. Menjelang siang, Pandu masih setia disana dan memilih membolos sekolah karena dia yakin gadisnya akan segera sadar. Om Danu yang ada urusan kantor sementara Alfa sedang pulang karena mengambil beberapa keperluan membuat Pandu ingin dirinya yang pertama kali dilihat Ria saat sadar. Dugaannya benar, jari Ria kembali bergerak. Pandu yang tadi duduk kembali berdiri dan melihat seksama wajah Ria. Menanti mata itu akan kembali terbuka setelah beberapa hari terpejam. Apa yang dinantikan akhirnya terwujud, mata itu terbuka perlahan. Mencoba menangkap cahaya dan melihat sekitarnya. Hingga akhirnya mata itu menangkap keberadaan Pandu dengan senyum kecil terukir dibibirnya.

"Selamat datang kembali." Sapa Pandu.

Ria tersenyum mendengarnya. Pandu tak berniat memanggil dokter saat itu karena masih merindukan Ria.

"Selamat, elo udah berhasil buat gue kacau karena elo." Lanjut Pandu.

Ria tersenyum kecil, dia berusaha melepas alat pernafasannya. Pandu yang sadar langsung membantunya.

"Oh ya, emang aku kenapa? Sampai-sampai membuat kamu sekacau itu." Kata Ria pelan.

Pandu menggeleng karena tak ingin menceritakan, dia mengambil gelas dinakas dan meminumkannya.

Menjelang sore, ruangan itu terlihat ramai karena keberadaan Pandu ditambah Alfa, Om Danu beserta papanya. Ria yang ingin duduk akhirnya dituruti oleh kakaknya meskipun keadaanya yang belum membaik. Alhasil kakaknya menaikan bagian ranjang atas untuk membantu Ria. Alfa menceritakan separah apa kondisi Pandu waktu itu dan berhasil membuat Ria tertawa kecil. Meskipun Pandu malu mendengarnya, namun di sisi lain dia bahagia. Gadisnya kini telah kembali.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang