SEPULUH

156 9 0
                                    

"Ya ampun, gak usah kali. Aku berani lah pulang sendiri. Sampai jumpa." Pamit Ria dan langsung pergi.

Pandu segera menghampiri motornya. Baru saja dia memakai helmnya, dia melihat ban belakangnya kempes. Dia menendang keras ban motornya. Melihat Amar dan Dani yang belum terlihat, dia langsung kembali ke kelasnya dengan langkah cepat. Pandu yang kembali memasuki gedung sekolah dengan memakai helmnya langsung mengudang perhatian murid perempuan yang melintas. Pandu mengabaikannya meski telinganya mendengar namanya di panggil-panggil.

Setiba dikelas dia melihat kedua sahabatnya masih duduk-duduk santai sambil memainkan ponsel.

"Kunci motor." Pinta Pandu sambil mengulurkan tangannya kepada Dani.

"Wait wait, ngapain kesini pakai helm?" Tanya Amar.

"Mana." Kata Pandu dan mengabaikan Amar.

"Buat apa Ndu?" Tanya Dani sambil mengambil kunci motornya dari saku celananya.

"Motor aku mogok, aku mau pastiin Ria selamat sampai rumah." Jelas Pandu setelah menerima kuncinya dan pergi sana.

Amar dan Dani dibuat melongo mendengarnya. Sejak kapan sahabatnya berubah seperti itu.

Di lampu merah, Ria menyadari ada yang tidak beres. Diperhatikannya kaca spion ternyata ada beberapa motor berwarna hitam senada sedang memperhatikannya. Saat dia menoleh ke kanan, ada seseorang yang memperhatikannya secara terang-terangan. Ria dibuat was-was dengan suasana disekitarnya mencoba untuk santai. Saat lampu hijau, dia langsung mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Dia ingin memastikan apakah benar gerombolan motor itu mengikutinya apa tidak. Kenyataannya pun benar. Saat dia mengendarai sedang atau pun cepat, mereka berusaha mengejarnya agar tidak kehilangan. Hingga akhirnya suasana kendaraan lengang dan dimanfaatkan salah satu dari mereka untuk menghentikan laju motor Ria. Ria langsung menghentikan motornya dan bingung mau berbuat apa. Dia melepas helmnya dan berusaha bersikap ramah kepada mereka.

"Ada apa ya?"

Seseorang yang memberhentikannya tadi melepas helm.

"Kamu yang tadi ketua tim basket lawan kan, yang mau jegal Pandu." Tebak Ria.

"Seratus buat lo." Jawab lelaki itu sambil berjalan mendekat.

Ria mulai was-was melihatnya.

"Gara-gara elo, dia selamat. Kali ini elo gak bakal selamat." Kata lelaki itu.

Tanpa Ria sadari lelaki itu mengambil pisau kecil yang berada di balik jaketnya. Lelaki itu berhasil menusuk perut ria sebelah kiri. Ria dibuat kaget melihatnya dan merasakan dingin disekitar perutnya. Ria langsung terduduk di bahu jalan. Saat bersamaan Pandu datang dan segera menghampiri Ria. Pandu tak menyangka lelaki itu akan senekad ini.

"Rendi.. Pengecut lo." Marah Pandu sambil menonjok pipi lelaki itu.

Rendi hanya tersenyum menanggapinya.

"Salah dia apa, haaaa.." Bentak Pandu, kali ini dia benar-benar emosi.

"Kalau gue gak bisa nyakitin elo, gue sakitin aja cewek elo." Tutur Rendi dan pergi dari sana di ikuti teman-temannya.

Pandu segera berlari menghampiri Ria. Ria sudah tampak pucat dan darah segar mengalir dari perutnya.

"Bertahan ya." Kata Pandu sambil menahan tubuh Ria dengan menyenderkannya pada dada bidangnya.

Ria hanya tersenyum kecil, namun tak lama kemudian pingsan.

Didepan UGD, Pandu hanya mondar mandir sambil menunggu dokter keluar. Tak lama kedua sahabatnya datang.

"Kok bisa sih,Ndu?" Tanya Dani khawatir.

Pandu hanya menggeleng dan tak mau menjawab.

"Dokternya belum keluar?" Kali ini Amar yang bertanya.

Pandu kembali menggeleng. Hingga akhirnya Om Danu datang dengan menahan amarah.

"Om, saya minta maaf." Tutur Pandu.

PLAAKKK.. Tamparan keras mengenai pipi kiri Pandu. Pandu hanya diam melihat papanya Ria marah.

"Bukankah saya sudah memperingati kamu sebelumnya. Kenapa ini bisa terjadi?" Tanya Om Danu yang masih terlihat marah.

"Ini salah saya, Om. Saya minta maaf. Teman saya yang melukainya karena dia benci sama saya."

Om Danu berniat menamparnya kembali namun berhasil ia tahan. Dia tak mau emosinya menguasai fikirannya saat ini. Dia menghela nafas panjang. Sementara Amar dan Dani dibuat terkejut melihatnya.

"Dokter sudah keluar?" Tanya Om Danu.

"Belum."

Tak berselang lama sang dokter keluar.

"Bagaimana anak saya?"

"Untung saja lukanya tidak terlalu dalam, jadi tidak perlu dikhawatirkan. Setelah ini anak Bapak akan kami pindahkan ke ruang perawatan." Jelas sang dokter.

"Terima kasih."

Sang dokter pun pergi. Kini Pandu kembali menghadap Om Danu.

"Om, saya minta maaf." Ucap Pandu.

"Kamu kali ini saya maafkan." Kata Om Danu.

Pandu berterima kasih mendengarnya.

RIA LOVES PANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang