10. Pulang bareng

157 17 0
                                        

Terkadang saat seseorang tiba-tiba menghilang, ia bukan ingin dicari melainkan ingin ditemukan. 

Langkah Ana tergesa ketika melewati koridor yang berisikan geng rumpi, semua ini salah Devan karena memaksanya untuk berangkat sekolah bareng

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langkah Ana tergesa ketika melewati koridor yang berisikan geng rumpi, semua ini salah Devan karena memaksanya untuk berangkat sekolah bareng. Termasuk fenomen langka untuk seorang Devan berangkat sekolah bersama perempuan, bahkan mungkin ini baru pertama kalinya.

Devan memang playboy, tapi untuk datang ke sekolah bersama perempuan terbilang jarang bahkan tidak pernah semenjak laki-laki itu berstatus sebagai pelajar Bakti Jaya. Devan biasanya hanya mengantar seorang perempuan ketika pulang sekolah saja, sekalian modus, tebar pesona dan cari perhatian.

"Ana siapanya Devan?"

"Kok mereka bisa berangkat sekolah bareng?"

"Emang mereka saling kenal? Gue nggak pernah liat tuh Devan deket sama tuh cewek."

"Lah Devan kan playboy, sekedar berangkat sekolah bareng cewek itu mah biasa."

"Tapi ini Ana loh, Ana anak IPS satu."

"Mungkin dia korban Devan selanjutnya."

Ana menghentikan langkahnya ketika mendengar kalimat sindiran terakhir, ia menoleh, menatap sosok yang berani mengatakan kalimat itu. "Bisa nggak pagi-pagi nggak usah gosipin orang?"

Ana menarik napas, mencoba untuk tetap tenang dan tidak tersulut emosi. Ini tidak bisa dibiarkan, Ana tidak terima di anggap sebagai korban permainan seorang Devan.

Pandangan Ana bertemu dengan perempuan yang sedang menyenderkan punggungnya pada dinding kelas, yang tengah menatapnya dengan senyuman sinis, seolah sedang mengejek bahwa Ana akan jadi korban Devan selanjutnya.

Perempuan itu mendekat ke arah Ana, kedua tangannya berpindah ke pinggang. "Apa? Mau bongkar rahasia gue yang di lorong itu? Silahkan!" ucapnya menantang.

Ana yang sedari tadi menatap perempuan itu lantas mengerutkan keningnya, bertanya dalam hati mengapa perempuan itu mendadak menantang, berbanding terbalik dengan sikap yang perempuan itu tunjukkan saat kejadian di lorong sepi itu yang terlihat ketakutan, dan kenapa perempuan itu sekarang tidak merasa takut sama sekali. Tapi bukan Ana namanya jika harus mengalah pada perdebatan pagi ini.

"Kenapa lo nggak takut gue bongkar rahasia lo itu?" Ana mengernyit, kemudian tertawa rendah. "Oh gue paham, lo dicampakkan Devan ya? Devan ninggalin lo kan? Aduh kasian sekali," sindirnya tepat sasaran.

Lalu kemudian Ana mengibaskan rambutnya ke belakang sebelum berbalik badan, ia menoleh kembali ke arah perempuan yang kini menatapnya garang. "Gue nggak akan pernah jadi korban Devan seperti lo, Tasya Rosdiana," katanya tegas dan penuh penekanan.

Perempuan bernama Tasya Rosdiana itu membulatkan matanya, ucapan Ana berhasil membuat dirinya naik darah. Gerakan tubuhnya yang ingin mengejar Ana tertahan oleh tangan yang dicekal, teman satu gengnya yang adalah pelakunya.  

DEV'ANA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang