22. Kartu ATM

73 4 0
                                        

Tertumben nih update siang-siang.
Happy reading :v

🍂

Makanan kurang garam akan terasa hambar. Kopi hitam yang tidak diberi gula juga akan terasa pahit. Kita bisa saja memberi garam dengan takaran yang pas pada makanannya. Kita juga bisa memberi gula sesuai selera pada kopinya.

Sama halnya seperti kehidupan. Yang tidak lepas dari yang namanya masalah. Ketika kita di hadapkan dengan masalah, kita bisa memilih antara menyelesaikannya atau lari lalu melupakannya.

Tapi tidak semudah itu. Seperti kata-kata tadi. Ketika masakan dan kopi, yang takaran garam dan gulanya tidak sesuai akan terasa kurang pas di mulut. Begitu juga dengan masalah yang ada dihidup kita. Kita mau mengatasi masalah itu agar bisa hidup lebih baik lagi, atau melupakan masalah itu yang bahkan mungkin akan malah bertambah.

Keputusannya ada pada diri kita masing-masing. Seperti kata orang diluaran sana. Hadapi semua masalah yang ada. Tuhan tidak akan memberi cobaan pada manusia diatas kemampuannya. Jadi, ketika kamu dihadapi dengan masalah yang begitu berat, tandanya Tuhan percaya sama kamu. Tentu, Tuhan percaya bahwa kamu bisa mengatasinya.

Hal ini yang tengah dirasakan oleh Ana. Ketika masalah ini terjadi, ia bebas memilih untuk mengatasinya atau malah melupakannya.

Ana berdiri didepan cermin yang berada di kamarnya. Ia tidak tahu akan bisa mengatasi masalah ini atau tidak. Bukannya dia tidak berani mengatasinya, tapi ia rasa ia tidak sanggup melewati semua ini sendiri. Tapi ia juga tidak mau membebankan orang lain, terlebih mamanya.

Setelah berpikir beberapa saat, Ana mengangguk berulang kali seraya menatap bayangan dirinya dipantulan cermin. Ia telah mengambil keputusan saat ini, dan ia pikir ini keputusan yang terbaik.

Ana beranjak dari posisinya lalu keluar dari kamar menuju kamar mamanya yang berada disebelah.

"Mama," ucap Ana seraya membuka pintu kamar mamanya.

Lisa mendongak. "Iya, sayang. Kenapa?"

Ana menghampiri Lisa yang tengah membaca majalah seraya bersender di ranjang miliknya. Ana melangkah naik ke atas ranjang lalu memeluk mamanya dari samping.

"Maafin Ana, ma. Ana udah bikin kecewa mama. Ana janji akan memperbaiki semuanya," ucap Ana di pelukan Lisa. Sedangkan Lisa mengerutkan keningnya. Ia sama sekali tidak paham dengan apa yang di bicarakan anaknya itu.

"Maksud kamu apa sih, mama gak ngerti?" tanya Lisa sambil meletakkan majalah yang ia baca ke atas lemari kecil yang berada disamping ranjangnya, lalu mengusap lembut kepala anaknya.

Ana mendongak, menatap Lisa dengan raut wajah cemas. "Mama tahu siapa tamu papa Devan malam itu?" Lisa menggelengkan kepala. Karena setelah selesai menyiapkan makan malam itu, ia langsung masuk ke kamar dan tidak keluar sama sekali. "Papa ma, tamu Om Vino malam itu papa. Papa Galih,"

Lisa terkejut dengan ucapan Ana. Mantan suaminya datang ke rumah majikannya tempat ia bekerja, untuk apa? Lisa meraih kedua bahu Ana. Kini ibu dan anak itu saling berhadapan. "Kamu tahu dari mana?"

"Ana lihat sendiri. Mama tahu? Tasya dianggap anak kandung sama papa di depan Om Vino, ma. Terus Ana di anggap siapa sama papa?" tanya Ana. Air matanya jatuh saat itu juga.

Sangat tidak disangka oleh Ana. Papanya sendiri tega tidak mengakuinya sebagai anaknya. Apalagi di depan orang tua Devan. Dada Ana tiba-tiba perih ketika mengingat perkataan Vino tadi siang.

Ana perlahan membuka amplop coklat yang diberi Vino. Ia melihat satu persatu foto yang ada didalam amplop tersebut.

Foto ketika Devan tengah bermain basket, lalu foto Devan ketika dihukum diperpustakan.

DEV'ANA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang