"Sekedar suka atau terlanjur cinta, tak ada alasan untuk tidak bisa merasakannya."
- Devaniel Marvien -
Jika Devan bisa beranggapan begitu, Ana juga bisa membantahnya agar tidak jatuh terlalu dalam.
"Devan itu playboy, dia bisa mengatakan kalimat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bak makanan kurang garam pasti akan terasa hambar, kopi hitam yang tidak diberi gula juga akan terasa pahit, kita bisa saja memberi garam dengan takaran yang pas pada makanan dan juga bisa memberi gula sesuai selera pada kopinya.
Sama halnya dengan kehidupan, yang tidak bisa lepas dari apa itu yang namanya masalah. Ketika kita di hadapkan dengan masalah, kita bisa memilih antara menyelesaikannya atau justru lari untuk menghindarinya.
Tapi tidak semudah itu, seperti halnya masakan dan kopi yang takaran garam dan gulanya tidak sesuai akan terasa kurang pas di mulut. Begitu juga dengan masalah yang ada di hidup, kita mau mengatasi masalah itu agar bisa hidup lebih baik lagi, atau lari tanpa menyelesaikannya yang justru akan memperkeruh keadaan.
Itu semua tergantung dengan keputusan pada diri kita masing-masing. Seperti kata orang di luaran sana, hadapi semua masalah yang ada, Tuhan tidak akan memberi cobaan pada manusia diatas kemampuannya. Jadi ketika kita dihadapi dengan masalah yang begitu berat, tandanya Tuhan percaya pada kita. Tentu, Tuhan percaya bahwa kita bisa mengatasinya, kita bisa melewatinya.
Hal ini yang tengah dirasakan oleh Ana, ketika masalah ini terjadi, ia bebas memilih untuk mengatasinya atau malah sebaliknya.
Ana berdiri didepan cermin yang berada di kamarnya, ia tidak tahu akan bisa mengatasi masalah ini atau tidak. Bukannya dia tidak berani untuk mengatasinya, tapi ia rasa ia tidak sanggup melewati semua ini seorang diri. Tapi di sisi lain ia juga tidak ingin membebankan orang lain, terlebih ibunya sendiri.
Setelah berpikir cukup lama, Ana mengangguk berulang kali seraya menatap bayangan dirinya di pantulan cermin. Ana telah mengambil keputusannya saat ini, dan ia harap ini adalah keputusan yang terbaik yang ia pilih.
Ana beranjak dari posisinya lalu keluar dari kamar menuju kamar ibunya yang berada disebelah kamarnya.
"Mama," panggil Ana seraya membuka pintu kamar mamanya.
Gerakan Lisa yang tengah membereskan tempat tidur itupun terhenti, ia membalikkan badan menoleh ke arah anaknya. "Iya, Sayang, kenapa?"
Tanpa mengucapkan apapun, Ana memeluk ibunya, membawa tubuhnya sendiri masuk ke dekapan hangat ibunya.
"Maafin Ana, Ma. Ana udah bikin mama kecewa. Ana janji bakal memperbaiki semuanya," lirih Ana di pelukan Lisa, suaranya terdengar parau menahan tangis yang ia tahan sedari sore tadi.
Sedangkan Lisa mengerutkan keningnya, ia sama sekali tidak paham dengan apa yang di bicarakan anaknya itu. "Maksud kamu apa sih, mama nggak ngerti?"
Ana mendongak, menatap Lisa dengan raut wajah cemas. "Mama tahu siapa tamu papa Devan semalam?" tanyanya yang kemudian dibalas gelengan oleh ibunya. "Papa, Ma, tamu Om Vino semalam itu papa. Papa Galih."
Lisa terkejut dengan ucapan Ana. Mantan suaminya datang ke rumah majikannya tempat ia bekerja, untuk apa? Lisa meraih kedua bahu Ana. Kini ibu dan anak itu saling berhadapan. "Kamu tahu dari mana?"