36. Lagu

47 1 0
                                    

Play song : Happier - Olivia Rodrigo.

Hallo kita ketemu lagi gais. Udah dua bulan ga update karena memang lagi sibuk.

Sibuk ngapain? sibuk ga ngapa²in.

Happy reading!

--

Kenapa baru sekarang Ana mengatakannya. Kenapa tidak satu tahun yang lalu tepat setelah papanya meminta dirinya untuk pergi. Andaikan saja Ana memberitahu Devan waktu itu, mungkin Devan tidak akan terlalu kecewa ketika Ana memilih untuk pergi.

Setelah mengetahui ini semua, lantas Devan bisa menerima Ana begitu? Tidak. Devan kembali kecewa. Bertambah malah. Ana masih tidak terbuka kepada dirinya. Ana menutupi semua masalah ini tanpa memberitahu Devan. Entah Ana yang tidak percaya pada Devan, atau memang begitu karakter seorang Ana.

Tidak mau membagi masalah pada orang lain.

Tapi, jika saja dulu Devan tahu masalah ini. Devan akan lebih berusaha mendampingi Ana untuk berjuang bareng mengatasi ini semua. Tapi kenyataannya?

Semua sudah terlanjur. Nasi sudah menjadi bubur. Devan sudah bertunangan dengan Tasya. Dan itu sudah tidak bisa dibatalkan.

Devan bukan pengecut yang tidak mau memeperjuangkan cintanya kembali. Tapi ia sudah terlanjur kecewa pada gadis itu. Lagi pula, Ana tidak mau berjuang bareng bukan?

"Devan," panggil Tasya memanggil Devan. Karena sedari tadi cowok itu melamun.

"Devan?" panggil Tasya lagi, "lo ngalumin apa, sih? Tugas? Udah lah, tugas mah gak usah dibikin pusing. Mending kita pacaran aja. Mumpung malem minggu nih, keluar yuk!" ajaknya.

Devan masih diam. Ia tengah duduk dibangku teras rumahnya. Tasya tiba-tiba datang dan ingin menemuinya. Devan sebenarnya tidak mau menemui gadis itu. Tapi ia tidak bisa menolak. Gadis itu bisa mengadu pada mamanya.

"Ayolah, Van, kita ke cafe yang lagi viral di tiktok itu. Kata temen-temen gue menunya enak-enak. Ayo, Van!" ajak Tasya yang duduk disebelah Devan seraya menarik-narik lengan cowok itu.

"Ini udah malem, Sya. Gue juga belum ngerjain tugas," balas Devan. Melepas tangan Tasya yang menarik tangannya.

Tasya berdecak pinggang, "Tugas apa? Besok kan hari minggu, ngumpulin tugasnya gak besok, kan?"

"Gue ngantuk Sya, disini aja, ya?"

"Masih jam delapan kok, masa sih ngantuk. Dulu juga lo sering keluar malem sampe jam dua belas lagi," omel Tasya. Yang membuat Devan kembali mengingat memori satu tahun lalu.

Kenangan bersama Ana. Awal perasaan itu tumbuh ketika malam itu. Mungkin awalnya Devan belum benar-benar menyukai Ana. Tapi karena sejak kejadian itu, Devan merasakan ingin terus berada di samping Ana. Ingin terus di dekat Ana. Ingin terus bersama Ana.

Entah sejak kapan, perasaan tulus itu muncul. Perhatian, tingkah, dan sikap Ana berhasil membuat Devan terus memikirkannya.

Dan tentang mimpi itu. Ah, Devan sudah melupakan itu semua. Mimpi cuma bunga tidur yang tidak ada kaitannya dengan kenyataan. Mimpi itu cuma penunjuk bahwa jika ia menginginkan sesuatu harus disertai perjuangan. Termasuk mengingingkan seseorang.

"Devan, ayo pergi kesana atau gue aduin ke tante Celline?" tanya Tasya mengancam.

Devan sadar dari melamunnya, "Sana aduin, gue gak peduli," ketus Devan.

"Oke. Gue aduin kalo lo udah gak sayang lagi sama gue," Tasya kembali mengancam.

"Emang gue pernah sayang sama lo?"

DEV'ANA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang