"Sekedar suka atau terlanjur cinta, tak ada alasan untuk tidak bisa merasakannya."
- Devaniel Marvien -
Jika Devan bisa beranggapan begitu, Ana juga bisa membantahnya agar tidak jatuh terlalu dalam.
"Devan itu playboy, dia bisa mengatakan kalimat...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ana berdiri di depan cermin yang ada di kamarnya, menatap dirinya dari pantulan benda tersebut. Dress hitam selutut yang di bagian pinggangnya terdapat pita kecil, yang berhasil memikat dirinya waktu itu, kini melekat dengan pas di tubuhnya.
Melihat dress itu, Ana jadi teringat dengan Devan. Ana membelinya menggunakan uang laki-laki itu, terlalu banyak kebaikan yang sudah Devan berikan padanya, dan sekarang Ana berpikir sejenak, masih pantaskah dia menerima Devan setelah menyakiti perasaanya?
Ana merapikan rambutnya yang di gerai untuk yang terakhir kali sebelum beranjak dari posisinya. Waktu sudah menunjukkan hampir jam tujuh malam, ia tidak ingin terlambat datang ke acara Raka.
Ana membuka pintu kamarnya, ia melangkahkan kakinya keluar dan baru saja satu langkah kakinya keluar dari balik pintu, ia melihat Devan tengah berjalan ke arahnya.
Ketika tatapan mereka bertemu, Devan menghentikan langkahnya. Tatapan yang hanya terjadi sepersekian detik saja karena Devan mengalihkan pandangannya. Rencana untuk mengambil air putih di dapur ia urungkan setelah melihat Ana. Devan membalikan badan dan kembali menaiki tangga menuju kamarnya.
Devan benar-benar membuktikan ucapannya dengan tidak lagi peduli pada Ana. Bahkan untuk menatapnya saja Devan sudah enggan dan Ana harus bisa menerima itu.
Ana tidak memiliki waktu untuk terus memikirkan sikap Devan, ia rasa lebih baik Devan bersikap seperti ini daripada sebelumnya.
--
Acara ulang tahun Raka tidak begitu meriah. Acara tersebut di adakan dengan sesederhana mungkin dengan konsep black and white. Meskipun begitu, seluruh keluarga besar dari laki-laki itu datang, bahkan rekan-rekan kerja orang tua Raka di undang semua.
"Selamat malam semuanya!" Seru pembawa acara mengintruksikan seluruh tamu undangan. "Acara akan di buka dengan sambutan dari pemilik acara. Raka Megantara, waktu dan tempat dipersilakan," imbuhnya.
Raka tersenyum, dengan setelan jas hitam dan kemeja putih tanpa dasi yang kancing atasnya dibiarkan terbuka, dan celana panjang warna senada membuat kesan wibawa ada pada laki-laki itu, langkah kakinya ringan hingga naik ke atas panggung kecil yang tersedia disana.
Sebelum memulai sambutan, Raka melirik sekilas ke arah seseorang yang berdiri di meja paling ujung— seseorang yang kini sudah menjadi kekasihnya, sebelum tatapannya kini beralih ke tengah-tengah para tamu.
"Terimakasih untuk semuanya. Terimakasih sudah meluangkan waktu di acara saya yang sederhana ini. Maaf, jika masih banyak kekurangan," ucap Raka serius, menghilangkan sikap sebelumnya, yang selalu bercanda.
"Maaf, saya nggak bisa bicara formal, saya bicara apa adanya aja, ya?" lanjut Raka terkekeh.
"Di umur delapan belas tahun ini, saya ingin bersyukur dengan apa yang bisa saya miliki saat ini. Orang tua yang sayang sama saya, temen-temen yang baik sama saya, dan seseorang yang berarti di hati saya," ucap Raka seraya menoleh ke arah Jessica.