Ana ingat. Waktu kecil, ia menginginkan pernikahan setelah mendatangi pernikahan tantenya dulu.
Waktu itu....
"Mama mama, Melissa mau kaya tante Cintya gitu. Cantik ih," ucap Melissa kecil seraya menarik-narik dress yang dipakai sang mama.
Wanita yang dipanggil mama itu pun menunduk, "Iya, besok kalo kamu udah gede, kamu bisa kaya tante Cintya,"
Anak perempuan itu memanyunkan bibirnya, kedua tangannya ia lipat diatas perut, "Enggak mau, Melissa maunya sekarang!"
Wanita yang tidak lain mamanya itu membelalakkan mata. Dasar bocah edan! Masih umur sepuluh tahun udah mau nikah. Dia kira nikah itu cuma sekedar merias wajah.
"Kamu kenapa, kok cemberut gitu?" tanya seorang pria dewasa yang tiba-tiba menghampirinya.
"Melissa mau kaya tante Cintya sama om Alex pa, mereka cantik sama ganteng. Melissa pingin seperti mereka," ujarnya pada sang papa dengan antusias.
Sosok yang dipanggil papa itu merubah posisinya menjadi jongkok. Menyeimbangkan tinggi badan dengan anaknya. "Iya, nanti kalo kamu udah gede, kamu bakal jadi kaya tante Cintya,"
"Enggak mau, Melissa maunya sekarang!"
Sosok pria dan wanita yang tidak lain adalah orang tua dari anak perempuan kecil itu saling tatap, mereka menggelengkan kepala bersamaan seraya tersenyum.
"Iya udah, nanti kamu papa kenalin sama anak temen papa. Besok kalo kalian udah gede, kalian akan jadi seperti tante Cintya sama om Alex, mau?"
Melissa mengangguk semangat. "Sekarang kan, pa?"
"Iya, nanti malam kita main ke rumah temen papa," jawab papa Melissa seraya mengelus puncak kepala sang anak.
"Yes!" girang Melissa setelah mendengar ucapan papanya.
Namun, keinginan Melissa belum sempat terpenuhi ketika kejadian malam itu terjadi. Malam yang menyebabkan ia berpisah dengan papanya.
"Ana,"
"An, lo kenapa nangis?" tanya Devan seraya memegang kedua bahu Ana.
Ana melamun setelah mendengarkan cerita mimpi Devan. Ditengah melamunnya tiba-tiba cairan bening jatuh dari matanya tanpa ia sadari.
Ana menangis setelah mengingat kejadian waktu itu. Siangnya ia bahagia karena akan dikenalkan dengan anak teman papanya, tapi malamnya ialah pertemuan terakhir dengan papanya.
Dan beberapa hari yang lalu di rumah Devan adalah pertama kali dirinya bertemu dengan papanya kembali.
Ana tersadar, dengan cepat ia menyeka air matanya. "Gue gak papa. Sorry,"
Ana bangkit dari duduknya dan melangkah keluar dari ruang musik. Meninggalkan Devan yang masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
--
Waktu istirahat yang biasanya digunakan untuk mengisi asupan pada perutnya, seorang Melissa Anatsya malah menyendiri didalam kelas.
Kedua tangannya yang ia letakkan diatas meja, menjadi bantalan kepalanya.
"Eh bocil, tumben gak ngantin?"
Terdengar suara seseorang yang sangat Ana kenal. Namun ia enggan bangkit dari posisinya.
Aldito yang tengah berdiri didepan meja Ana menyerahkan satu kantong plastik ke arah Ana. Gadis itu bisa mencium aroma makanan kesukaannya. Ia mendongak, merebut kantong plastik yang diserahkan Aldito.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEV'ANA (END)
أدب المراهقينPROSES REVISI "Entah ini hanya sekedar rasa suka atau bahkan cinta, keduanya nggak harus memiliki alasan." - Devaniel Marvien. "Lo itu playboy. Dengan mudah, lo bisa mengatakan kalimat itu pada cewek manapun." - Melissa Anatsya. _________________...